Semua Bab Ibu Susu Untuk BOSKU: Bab 11 - Bab 20

57 Bab

Bab 11 - Terobati Dengan Pelukan (18+)

Aku membuka pintu ruangan Mr. Wei dengan perlahan. Di balik meja besar, Mr. Wei duduk di kursi bosnya, wajahnya terlihat gelisah dan marah. Aku bisa merasakan ketegangan di udara segera setelah matanya menatap tajam ke arahku."Mr. Wei, maaf aku terlambat," kataku dengan nada gemetar, kepalaku menunduk menghindari tatapan menusuknya."Tutup pintunya!" suaranya menggelegar, membuatku tersentak. Aku menutup pintu perlahan, berharap ini hanya mimpi buruk."Kunci!" perintahnya lagi. Jantungku berdegup semakin kencang. "Kenapa harus dikunci?" pikirku, merasa ketakutan."Jangan diam saja, kemari!" teriaknya, membuatku melangkah maju dengan ragu. Kaki-kakiku terasa berat, seolah-olah diikat oleh beban ketakutan."Kemari," ujarnya geram sambil menunjuk ke samping kursinya. Aku menelan ludah, mencoba menenangkan diri. Langkahku kecil dan penuh keraguan saat aku mendekat. Setiap detik terasa seperti selamanya, ketegangan menyelimuti seluruh ruangan.Ketika aku hampir sampai di samping kursinya,
Baca selengkapnya

Bab 12 - Penghakiman Sang Ratu

Mr. Wei tersenyum geli melihat ekspresi wajahku yang jelas-jelas kebingungan. "Kau terlihat seperti anak kecil yang baru saja diberi tugas sekolah," katanya.Aku mengerutkan kening, merasa sedikit kesal dengan reaksinya. "Ini tidak lucu, Mr. Wei," gerutuku, mencoba tetap serius meskipun dalam hati aku juga merasa sedikit terhibur.Senyum lebar mengembang di wajahnya, membuat kerutan di sudut matanya semakin dalam. "Aku akan mendirikan divisi kosmetik dan Itu adalah dokumen tentang pabrik yang akan kubeli. Pelajari semua yang diperlukan, mulai dari kondisi pabrik hingga potensi pasar."Aku mengangguk perlahan. "Baiklah, aku kira junior asisten kerjanya hanya menjawab telepon,"ujarku dengan nada setengah bercanda.Mr. Wei menatapku, matanya mendelik tajam. "Aku mengerti, aku mengerti," ujarku cepat sebelum dia sempat membentakku. "Aku mengerti, Mr. Wei."Mr. Wei menarik napas dalam-dalam, lalu menekan interkom. "Gita, masuk,'" perintahnya. Tak lama kemudian, seorang sekretaris cantik be
Baca selengkapnya

Bab 13 - Perlawanan Sonia

Mr. Wei menekan interkom di meja kerjanya dengan nada yang tegas. "Gita, dalam 5 menit saya mau Ronald ada di sini bersamamu," perintahnya dengan suara yang tidak bisa dibantah."Baik, Mr.," jawab Gita dengan mantap. Waktu seolah berdetak lebih lambat, pikiranku berputar mencoba meramu semua kemungkinan yang ada. Siapa Ronald dan mengapa kehadirannya sangat dibutuhkan saat ini?"Tak lama setelah perintah Mr. Wei, pintu terbuka dan masuklah Ronald diikuti oleh Gita. Ronald, dengan postur tegap dan kacamata berbingkai tebal yang mencirikan intelektualitasnya, mengenakan kemeja lengan panjang yang digulung hingga siku dan celana chino. Ia langsung menghampiri meja Mr. Wei dan berbisik, suara baritonnya terdengar jelas di ruangan yang sunyi.Sementara itu, Gita dengan senyum ramah mendekat ke arahku. "Sonia, tahukah kau bahwa Ronald adalah kepala divisi riset kita?" bisiknya, matanya berbinar. "Ia meraih gelar Bachelor of Science di bidang Bioteknologi serta gelar MBA, keduanya dari Harva
Baca selengkapnya

Bab 14 - Sumsum Emas

Aku mendekat ke telinga Mr. Wei dan berbisik, "Aku akan membantumu untuk mendapatkan pabrik itu, jika aku berhasil, aku punya satu permintaan." Perlahan, kutahan tangan Mr. Wei yang berada di pahaku, memastikan dia merasakan kepastian dan keberanianku."Apa permintaanmu?" tanyanya, suaranya kini lebih serius. Nada suaranya berubah, dari menggoda menjadi penuh perhitungan."Transplantasi sumsum tulang untuk Angel," pintaku dengan suara yang tegas namun tetap bergetar. Aku merasakan jantungku berdebar kencang. Angel, anakku, sangat membutuhkan transplantasi ini. Ini adalah satu-satunya harapannya untuk sembuh."Hmm, transplantasi sumsum tulang?" Mr. Wei mengulang perkataanku, seolah sedang menimbang-nimbang."Kita lihat, seberapa kemampuanmu. Untuk transplantasi, aku bisa menggunakan koneksi perusahaan farmasiku," ujarnya, suaranya rendah dan penuh perhitungan."Aku serius, Mr. Wei," bisikku, sambil menaikan tangan Mr. Wei yang berada di pangkal pahaku."Angel tidak memiliki banyak waktu
Baca selengkapnya

Bab 15 - Malam yang Kelam

"Sonia," panggil Ronald, kepalanya mengintip dari balik pintu."Hmm?" kataku, dengan tampang bodoh. Aku terkejut melihat Ronald berdiri di ambang pintu, seolah ingin mengajakku berbicara.Kepala Ronald memberi isyarat agar mengikutinya. Aku bergegas mengikuti Ronald ke luar ruangan, berusaha menyesuaikan langkahku dengan cepat.Kami berjalan melewati beberapa meja kerja yang penuh dengan kertas dan laptop, menuju sebuah ruangan kerja di ujung koridor. Ruangan kerja yang kami masuki cukup luas dan terang, dengan pencahayaan alami yang masuk dari jendela besar di salah satu sisi. Di tengah ruangan terdapat sepuluh meja kerja yang tersusun rapi, masing-masing dilengkapi dengan kursi ergonomis, monitor komputer, dan perlengkapan kerja lainnya.Ronald kembali ke meja kerjanya dan langsung sibuk dengan berkas-berkas yang menumpuk di hadapannya. Lalu aku duduk di kursi yang telah disediakan di salah satu meja, berusaha menenangkan diri di tengah suasana yang tampak sangat sibuk.Dia membuka
Baca selengkapnya

Bab 16 - Cengkeraman Penyiksaan

Tamparan keraspun mendarat di kepalaku, membuatku terjerembab ke lantai. Rasa sakit seolah menyebar di seluruh tubuhku, dan aku merasakan panas di wajahku. Air mata mulai menetes, namun kutahan sekuat mungkin.Aku benci suamiku; aku sangat membenci dia. Setiap kata yang terucap dari mulutnya seperti jarum yang menusuk, mengingatkanku pada semua pengorbanan yang telah kulakukan demi keluarga kita. Kenyataan bahwa dia tidak pernah mengerti perjuanganku hanya menambah rasa frustrasiku.Lalu dia menarik lenganku dengan kasar, menyeretku ke dalam kamar. Aku melihat Ratna, dia akan mendekat, namun aku menggelengkan kepalaku padanya agar tidak mendekat. Aku tahu, dalam situasi seperti ini, kehadiran Ratna justru bisa memperburuk keadaan.Setibanya di kamar, dia melemparkanku ke sudut ranjang, membuat kepalaku menghantam tembok dengan keras.Rasa sakit langsung menjalar di kepalaku, pandanganku sedikit kabur. Aku melihat Donny, dia sedang melepaskan sabuk dari celananya. Dalam keadaan panik, a
Baca selengkapnya

Bab 17 - Mission Imposible

"Sial," gumamku dalam hati, berharap Donny tidak terbangun. Aku berdiri diam, menahan napas, menunggu reaksi. Namun, dia tetap terlelap, napasnya terdengar tenang. Aku menghela napas pelan, melangkah lebih hati-hati. Setiap langkah terasa seperti tantangan besar.Setibanya di samping tempat tidur, aku dengan perlahan meraih saku celananya. Jantungku berdebar kencang saat jariku menyentuh ponselnya. Tapi saat aku mencoba menariknya keluar, ponsel itu tersangkut pada kain celana. Aku menariknya perlahan sekali lagi, namun celana Donny bergerak sedikit, membuatku semakin cemas.Donny bergerak, dan aku membeku. Napasnya berubah sejenak, tapi kemudian ia kembali terlelap. Aku mencoba lagi, kini lebih hati-hati. Dengan sangat perlahan, aku berhasil mengeluarkan ponsel itu dari saku celananya. Seketika, layar ponsel menyala, menampilkan daya baterai yang tinggal 1%."Sial, hanya 1%," pikirku panik. Aku menekan tombol daya untuk mematikan layar, berharap baterainya bisa bertahan sedikit lebih
Baca selengkapnya

Bab 18 - Meniti Asa

"Luar biasa, ternyata jadi simpanan bos membuat kamu kaya, yah," Donny mengejek sebelum memasukkan kembali dompet ke dalam tas dan melemparkannya kepadaku dengan kasar.Aku menahan napas, menahan amarah dan sakit hati yang meluap dalam diriku. Aku tahu, aku tidak boleh terpancing. Dengan tangan yang sedikit gemetar, aku meraih tas dan memeluknya erat, seolah itu satu-satunya pegangan yang kumiliki saat ini."Donny, aku hanya ingin memastikan Angel mendapatkan perawatan yang terbaik. Semua uang ini untuk biaya rumah sakitnya," kataku, mencoba menjelaskan dengan suara bergetar."Jangan banyak alasan! Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan pikir aku bodoh!" Donny menatapku dengan mata penuh kebencian. Aku menundukkan kepala, berusaha menahan air mata yang hampir tumpah."Aku harus pergi sekarang, Donny. Angel butuh aku," kataku dengan suara yang mencoba setenang mungkin.Donny hanya menggelengkan kepala, lalu berbalik dan meninggalkanku tanpa se
Baca selengkapnya

Bab 19 - Di Antara Dua Dunia

Dengan perlahan, aku membuka mataku, berusaha memahami lingkungan yang asing ini. Di sekelilingku, bayangan orang-orang bergerak, tetapi semua tampak kabur, seperti mimpi yang belum sepenuhnya pudar. Di mana ini? Mengapa begitu banyak orang di sini?Tiba-tiba, rasa panik menyergapku. Aku berusaha bangkit dari pembaringan, kepalaku terasa berat, namun hatiku lebih berat lagi. "Angel! Jam berapa sekarang?" seruku, suaraku terdengar serak dan terdesak.Begitu kata-kataku menggema di ruangan yang mirip rumah sakit ini, Mr. Wei segera mengambil alih. "Baiklah, kalian semua keluar," perintahnya dengan tegas namun tenang. Semua yang berada di ruangan tersebut segera bergerak, meninggalkan kami berdua.Aku memandang sekeliling dengan kebingungan yang semakin menjadi-jadi, mata tertuju pada selang infus dan oksigen yang terpasang di tubuhku. Kegelisahan melanda, membuatku ingin meronta. "Mr. Wei, jam berapa ini? Angel butuh darah, Mr. Wei," kata
Baca selengkapnya

Bab 20 - Goresan Takdir

Dengan keberanian yang terkumpul, aku akhirnya bertanya, "Lalu, bagaimana dengan Nyonya Cynthia, istrimu?"Mr. Wei menarik napas dalam-dalam, seolah mengumpulkan kekuatan sebelum berbicara. "Sonia," katanya dengan suara yang tegas namun lembut."Hmm?" Aku menjawab, berusaha menahan keingintahuan yang membara di dadaku."Ini terakhir kalinya," lanjut Mr. Wei, pandangannya langsung menatap mataku dengan intensitas yang membuat jantungku berdebar kencang. "Aku tidak mau pertanyaan itu muncul lagi dari mulutmu, mengerti?"Kata-katanya menggantung di udara, menyisakan ketegangan yang bisa kurasakan hingga ke tulang. Ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuatku merasa bahwa pembicaraan ini lebih dari sekadar permintaan. Itu adalah peringatan yang sarat dengan emosi yang belum terungkap.Aku mengangguk pelan, meskipun hatiku masih dipenuhi oleh rasa ingin tahu yang tak kunjung surut."Ya, Mr. Wei," jawabku, suaraku nyaris berbisik.Ketukan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status