Home / Rumah Tangga / KAU MENDUA AKU PUN SAMA / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of KAU MENDUA AKU PUN SAMA : Chapter 111 - Chapter 120

154 Chapters

Bab 105

Liinata terdiam, perasaan tidak nyaman langsung menguasai dirinya. Naira. Nama yang dari dulu sering dia lihat di ponsel, catatan maupun media sosial Aric, sekarang muncul di hadapannya. Sosok Naira yang pernah membuatnya gelisah, sekaligus seseorang yang diam-diam dia anggap sebagai ancaman, kini berada di ruang tamu rumah Aric, tepat di hadapannya.Liinata tak memungkiri kalau sosok di depannya memang kharismatik. Selain cantik, penampilan Naira memang mempesona walau dalam balutan hijab. Pantas saja Aric susah move on darinya.Naira yang menyadari perubahan ekspresi Liinata, mencoba untuk menjaga suasana supaya tetap bersahabat. Dia tersenyum lebih lebar. kali ini lebih tulus, mencoba mencairkan ketegangan. “Senang bertemu langsung denganmu, Liinata.”Namun, Liinata hanya menanggapi dengan anggukan kecil, tak menunjukkan antusiasme sama sekali. Matanya tetap mengamati Naira, seolah menilai setiap detail dari penam
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more

Bab 112

“Sean, dengarkan aku! Ini bukan masalah uang saja. Tapi ini masalah hobiku. Kamu harus bisa dong menerima hobiku seperti Papi yang menerima hobi Mami,“ ujar Naira. “Tapi masalahnya kamu sama Mami itu berbeda, Naira!“ sahut Sean dengan suara penuh emosi. “Berbeda? Apanya yang berbeda?“ Naira cukup tersinggung dengan ucapan lelaki itu. “Sudahlah, lupakan saja! Lebih baik bawa barang-barang itu ke dalam. Besok pakai itu dan temani aku ke pernikahan anaknya klien,“ ujar Sean. Naira menatap beberapa paper bag brand-brand kenamaan di atas meja. Tak sedikit pun ada rasa senang yang di hatinya. Malah dia merasa seperti boneka saja. Namun rasa lelah yang menggelayuti tubuh, membuatnya enggan memprotes. Tanpa berkata apapun, dia mengambil semua paper itu dan membawanya ke kamar. Sedangkan Sean mengikutinya dari belakang. Naira yang risih pun lantas menghentikan langkah, membalikkan badan dan m
last updateLast Updated : 2025-02-19
Read more

Bab 113

Setelah meminta maaf secara terpaksa, akhirnya Naira dan Sean pun pergi ke kondangan. Tentunya setelah Naira mengganti hijabnya yang kata Sean tidak berkelas. Di acara yang begitu mewah itu, Naira hanya mengaduk makanannya tanpa minat. Sedangkan Sean sibuk mengobrol dengan beberapa kliennya. Setelah cukup lama, barulah lelaki itu duduk di samping Naira. “Kenapa cemberut?“ tanya Sean. Naira menggeleng pelan. “Kamu tau, para klienku muji kamu loh. Katanya kamu cantik dan berkelas,“ sambung Sean. Naira hanya menanggapinya dengan senyuman kaku. Tak sedikit pun merasa bangga mendengar perkataan Sean. “Habis ini mau kemana?“ tanya Naira. “Terserah kamu saja,“ jawab Sean sambil menikmati makanannya. “Aku mau pulang saja,“ ujar Naira sambil mengaduk minumannya. “Kok pulang sih? Besok aku kan bakal balik lagi ke Tasik. Jadi hari kita puas-puasin dulu nge
last updateLast Updated : 2025-02-19
Read more

Bab 115

Percakapan mereka terputus oleh pelayan yang datang membawa tambahan air minum. Naira memanfaatkan momen itu untuk mengalihkan topik pembicaraan. “Ngomong-ngomong, Ric ... Kenapa kamu bisa ada di supermarket tadi? Emang biasanya kamu belanja sendiri?” Aric tersenyum kecil, meski ekspresinya masih diliputi kekhawatiran. “Tentu tidak, tapi hari ini kulkas kosong. Sebagai majikan yang baik, dan kebetulan lagi ada waktu senggang, jadi aku lah pergi berbelanja.” “Jadi sebenarnya sekarang kamu tinggal di mana, Ric?” “Ya, di rumahku, Khai. Paling sesekali ke rumah Daddy. Seperti pas kemarin kamu datang,” jawabnya santai. Naira mengangguk pelan. “Oh gitu … ngomong-ngomong aku masih agak bingung sama Daddy, Ibu Hania dan Hilma, Ric.“ Aric terkekeh pelan. “Ibu Hania itu ibu sambung aku, Khai. Dan Hilma itu adik tiri aku. Tapi hubungan kami sangat baik.“ “Aku percaya,“ jawab Naira
last updateLast Updated : 2025-02-20
Read more

Bab 114

Usai dari apartemen Sean, Naira memutuskan mampir ke supermarket. Selain ada beberapa yang harus dibeli, dia juga membutuhkan waktu untuk sendiri meskipun rasa sesak tak kunjung menghilang. Dengan langkah lemas, Naira mengambil beberapa bahan pokok yang mulai habis di rumah. Setiap kali melihat barang yang biasa dikonsumsi si kembar, hatinya terasa seperti disayat. Bayangan wajah ceria mereka terus bermain di benaknya. Membayangkan kehidupan tanpa mereka seperti menghadapi akhir dunia. Naira tidak bisa berhenti memikirkan apa yang Sean katakan. Bagaimana bisa seorang pria yang mengaku mencintainya begitu tega meminta ia menyerahkan anak-anaknya? Saat Naira sedang melangkah menuju rak susu, tangannya tak sengaja bersentuhan dengan seseorang yang hendak mengambil produk yang sama. Naira tersentak. “Maaf,” katanya pelan. Orang itu menoleh, d
last updateLast Updated : 2025-02-20
Read more

Bab 110

Begitu masuk ke kamarnya, Naira langsung menghempaskan diri ke atas ranjang. Menatap langit-langit dengan mata berat, mencoba mencari cara untuk melepaskan diri dari tekanan ini. Sean, pertunangan, anak-anak, dan segala ancaman lelaki. Semuanya terasa seperti jerat yang semakin menyesakkan. Ponselnya bergetar di meja. Dengan ragu, dia meraihnya dan melihat nama Sean muncul di layar. “Kenapa lagi?” gumamnya sebelum mengangkat panggilan itu. “Halo?” “Bagaimana? Apa kamu sudah memikirkan saranku?” Suara Sean terdengar santai, tetapi penuh tuntutan di baliknya. Naira memejamkan mata, berusaha mengontrol nada suaranya. “Sean, aku belum bisa memutuskan. Anak-anak terlalu kecil untuk dipisahkan dariku.” “Tapi mereka juga butuh ayahnya, Naira. Kamu tahu itu.” “Ayahnya bahkan nggak peduli selama ini!” Emosi Naira akhirnya meledak lagi. “Dia nggak pernah datang, nggak pernah bertanya kabar. Dan sekara
last updateLast Updated : 2025-02-20
Read more

Bab 111

“Nai, ada paket buat kamu!“ Teriakan Meera memaksa Naira beranjak dari tempat kerjanya menuju ruang tengah. Matanya lantas menatap kardus besar di atas meja. Kardus berukuran besar itu baru saja diantar oleh kurir beberapa menit yang lalu. Tulisan nama Sean tertulis jelas di bagian pengirim. Dia membuka kardus perlahan. Di dalamnya. Ada sehelai kebaya warna peach yang elegan, berhiaskan manik-manik berkilauan. Di sampingnya, sebuah kartu kecil bertuliskan, "Untuk calon istriku. Aku ingin kamu terlihat sempurna di hari istimewa kita." Naira mendesah panjang. Dia menutup kardus itu tanpa berniat menyentuh apalagi mencoba kebayanya. Sebuah tanggung jawab besar terasa semakin menekan dadanya. Membuat dirinya merasa sesak. Melihatnya melamun, si kembar berlarian ke arahnya. “Paket apa itu, Mommy?“ tanya Razka. Tangan kecilnya terulur hendak membuka kardus itu. “Paket kebaya Mommy, Sayang. Tapi ng
last updateLast Updated : 2025-02-21
Read more

Bab 118

Saat tiba di rumah, si kembar langsung berlari menyambutnya. Naira memeluk mereka erat-erat, seolah menemukan kekuatan baru dari senyum mereka. “Mommy, martabaknya ada kan?“ tanya Razka. “Ada, Sayang,“ jawab Naira sambil mengusap kepala anak bungsunya itu. Sementara Shaka hanya diam saja. “Ayo duduk, kita buka martabaknya sama-sama,“ kata Naira. Shaka dan Razka menurut. Beranjak mengekori Naira ke ruang makan. Tak lama Bu Anya muncul dari dapur sambil membawa secangkir teh hangat. “Bagaimana kebaya lamaranmu, Nai? Sudah pas kan?“ tanyanya. Naira mengangguk, tak ingin membahasnya lebih jauh. “Bunda juga sudah pesankan dekorasi dan catering. Tadi dapat potongan juga, tapi mereka pengen videonya diunggah sama kamu.“ Bu Anya melanjutkan. Naira menahan napas sejenak, menatap wanita itu dengan bimbang dan heran. Kenapa Bu Anya selalu memaksakan kehendak? Apa karena meras paling
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

Bab 119

“Gue kira Lo bakalan sama Aric, Nai. Sumpah!“ Cantika berbisik sambil melirik pada Sean yang menatap ke arah mereka. “Aku juga, Nai. Kupikir sama Aric, tapi kok malah sama yang lain sih? Dia sama-sama oke. Tapi kok feeling aku nggak enak ya?“ timpal Adila. Cantika mengangguk setuju. “Kalian doakan saja, ya,“ sahut Naira. “Kamu juga jangan lupa istikharah, Nai. Ingat! Belajarlah dari pengalamanmu dengan Hangga dulu,“ ujar Adila. Naira mengangguk. Setelah itu, dia menyuruh kedua sahabatnya untuk menikmati hidangan yang sudah tersedia. Mengingat dia punya misi yang sangat penting. “Mereka ngomong apa?“ Belum sempat Naira beranjak, Sean menghampirinya dengan wajah keruh. “Cuma ngucapin selamat aja,“ jawab Naira. “Oh ya? Mereka nggak ngomong yang aneh-aneh kan? Kok aku merasa mereka itu tukang Hasut ya? Mereka itu tipe pembawa pengaruh aneh,“ cetus Sean sambil melirik Adil
last updateLast Updated : 2025-02-22
Read more

Bab 120

Seketika, sebuah ide melintas di benaknya. Dia akan menyalin beberapa bukti pesan itu di ponselnya sendiri. Dengan hati-hati, Naira memotretnya dan mengirimnya ke email pribadinya. Tak lupa menghapus jejaknya. Setelah selesai, dia mematikan ponsel itu. Lalu menyimpannya di kotak sepatu yang sudah tak terpakai. Dia tahu, Sean pasti akan menyadari sesuatu jika ponselnya hilang. Sementara itu, di apartemennya, Sean sedang mengobrol dengan kedua orangtua. Tak jauh berbeda dengan Bu Anya dan Rio. Mereka juga membahas acara pernikahan nanti. “Gimana untuk persiapan pernikahan kamu nanti? Mau menyiapkan sendiri atau bareng-bareng sama Naira?“ tanya Pak Atma. “Bareng-bareng dong, Pi. Ini kan pernikahan mereka berdua,“ sahut Bu Annisa. “Ya kirain aja mau dihandel sendiri. Papi rasa Naira bakalan seneng-seneng aja kalau nggak ikut dilibatkan di persiapan pernikahan kalian,“ ujar Pak Atma. “Bukan masalah
last updateLast Updated : 2025-02-23
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
16
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status