Semua Bab Hati yang Kau Sakiti: Bab 41 - Bab 50

73 Bab

Bab 41 : Tawaran yang Sulit

Arka membuka laporan rekam medis yang ada di tangannya, wajahnya terlihat bingung saat ia melihat nama Arga yang tertera di sana. Alih-alih dirinya. "Apa-apaan ini? Kenapa nama Kak Arga yang ada di sini? Kenapa bukan namaku?" Rasa kesal yang semakin memuncak membuat Arka meremas laporan medis itu dengan sekuat tenaga, seakan melampiaskan semua kekesalannya. Kertas yang tadinya rapi itu kini menjadi gumpalan tak berbentuk, lalu dilemparnya ke sembarang arah. Arka merasa harga dirinya seakan diinjak-injak. Ia tak mengerti kenapa nama kakaknya bisa tertera di laporan tersebut—seharusnya menjadi haknya sebagai suami Kiran. Meski hatinya sedang kalut, Arka tetap harus pergi ke kantor. Ia segera meraih tas kerja yang tergeletak di atas meja, lalu kemudian keluar dari kamar. Begitu sampai di lantai satu, Arka melihat Lita sedang sibuk di dapur. Aroma makanan yang wangi sudah tercium di hidungnya, tapi semua itu tak cukup untuk meredakan suasana hatinya yang kalut. Lita, yang menyada
Baca selengkapnya

Bab 42 : Ada Cinta yang Tersisa

Kiran bangkit dari tempat tidur, ia merasa gelisah saat melihat Arka yang menatapnya dengan tatapan tajam. "Ada apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanyanya dengan nada yang mencoba untuk tetap tenang meskipun terlihat jelas bahwa ia sedang bingung. Arka, yang tanpa basa-basi, ia langsung menuntut Kiran. Dan mempertanyakan kegelisahannya selama ini, bahkan saat ia bekerja pun selalu tidak fokus karena memikirkan berbagai pertanyaan dalam benaknya. "Apa kamu malu memiliki suami seperti aku?" Kiran mengerutkan kening, ia bingung dengan tuduhan suaminya itu. "Apa maksudmu?" Arka meraih sebuah kertas yang tadi sempat ia buang ke lantai sebelum pergi bekerja. Ia lalu menunjukkan kertas itu kepada Kiran. "Kamu menulis nama Arga di sini sebagai suamimu?" tanyanya, seraya memperlihatkan laporan medis yang tercantum di tangannya. Kiran mengambil laporan itu dengan cepat, ia mencoba merapikan laporan tersebut yang sudah kusut, lalu mulai membacanya. Wajahnya seketika pucat ketika menya
Baca selengkapnya

Bab 43 : Pura-Pura Polos

Lita tersenyum smirk saat Kiran mengambil gelas itu dari tangannya. 'Cepat minum, Kiran. Aku sudah tidak sabar ingin segera melihat kehancuranmu,' gumamnya dalam hati. 'Aku tidak ingin Mas Arka lebih menyayangimu dan anakmu daripada aku dan Cleo.' Lita berusaha menahan senyumnya yang hampir meledak menjadi tawa, ia begitu senang membayangkan apa yang akan terjadi setelah Kiran meminum susu itu. Kiran sudah menempelkan gelas tersebut di bibirnya dan hendak meminum susu tersebut. Namun, tiba-tiba kedua kucingnya, Anabul dan Milo, yang biasanya tenang, mereka mulai berkelahi dengan heboh. Mereka berlarian di sekitar ruangan, mengganggu konsentrasi Kiran. Salah satu dari mereka, Anabul, melompat ke arah Kiran, sampai membuat gelas yang ada di tangannya terjatuh ke lantai. Craack! Pyar! Gelas itu pecah berkeping-keping, dan susu yang seharusnya Kiran minum, tumpah ke lantai. "Astaga!" Kiran terkesiap, ia melihat lantai yang kini sudah berantakan. Kiran langsung mengalihkan perhatian
Baca selengkapnya

Bab 44 : Godaan Lita

Kiran segera bergegas naik ke lantai dua setelah tahu siapa yang menghubunginya. Ia hanya tak ingin percakapan mereka terganggu. Apalagi sampai mendengar pertengkaran dirinya dan juga Arka. Begitu sampai di kamarnya, Kiran langsung menutup pintu dengan pelan dan menuju balkon untuk mendapatkan sedikit privasi. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Kiran menjawab telepon. "Halo." "Kiran, apa kamu masih menganggapku ibumu?" Suara ibunya di ujung telepon terdengar kesal. Tentu saja, pertanyaan itu membuat Kiran merasa bersalah. "Apa maksud Mama ngomong seperti itu?" tanyanya bingung, meskipun dalam hati ia sudah bisa menebak arah pembicaraan ini. "Kiran, apa kamu tidak mengerti apa maksud mama? Mama sudah tahu semuanya. Kenapa kamu menyembunyikan ini semua dari mama?" Kinanti merasa kecewa kepada putri satu-satunya itu karena tak pernah cerita apa pun tentang rumah tangganya bersama Arka. Selama ini bila Kiran dan Arka sedang ribut atau ada masalah, ia memang lebih sering cerita deng
Baca selengkapnya

Bab 45 : Noda Cinta

Darah Kiran berdesir hebat ketika ia mendengar suara dua orang yang sedang bercinta dari dalam kamar. Terlebih, ia mengenali suara desahan suaminya sendiri. Tangannya mencengkram erat gelas, amarahnya sudah tidak bisa lagi untuk dikendalikan. "Berani-beraninya mereka bercinta di rumah ini!" Prang! Gelas yang dipegangnya dilemparkan ke lantai, sampai pecah berkeping-keping, dan menimbulkan suara gaduh. Arka terkejut, seketika menghentikan apa yang sedang ia lakukan. Ia langsung berdiri dan dengan cepat mengambil celana yang tergeletak di lantai. Ia mengenakannya dengan tergesa-gesa sambil berlari ke luar kamar. "Mas, kamu mau ke mana? Aku belum keluar!" teriak Lita, ia kecewa melihat suaminya yang langsung pergi tanpa mempedulikannya lagi. Arka tak menjawab, ia sudah keluar dari kamar. Ketika pintu kamar terbuka, Arka terkesiap melihat Kiran berdiri dengan pandangan tajam menusuk ke arahnya. "Kiran .…" Arka mencoba memanggil dengan suara rendah, merasa bersalah tapi tak tahu h
Baca selengkapnya

Bab 46 : Ayo Selingkuh

Arga terdiam mendengar pertanyaan adik iparnya itu. Ia tak pernah menyangka bahkan berpikir sedikit pun bila pertanyaan tersebut akan keluar dari mulut Kiran begitu saja. Pertanyaan tersebut tentu membuatnya bingung. Lelaki yang sudah berumur 32 tahun itu merasa sulit untuk menjawab. Terlebih selama ini Kiran adalah adik iparnya, bahkan Arga sendiri sudah menganggap Kiran sebagai adik kandung, tapi satu hal yang sulit untuk ia hindari, yaitu perasaan yang tiba-tiba saja muncul tanpa permisi.Arga tidak tahu harus menjawab apa, ia takut akan menyakiti hati Kiran atau mungkin menyakiti hati Arka, adik kandungnya sendiri. "Kiran? Kenapa kamu bertanya seperti itu?" "Aku hanya ingin tahu, Kak. Apa aku berarti buat Kakak?" Arga mematikan hair dryer ketika melihat rambut Kiran sudah kering, ia lalu menatap Kiran dengan serius. "Kiran, kamu sangat berarti buatku. Aku tidak ingin melihat kamu terluka atau bersedih seperti ini. Tapi, perasaan kita ...." Arga menarik napas panjang, mencoba me
Baca selengkapnya

Bab 47 : Perasaan yang Salah

Arka terus mondar-mandir di ruang tamu, wajahnya terlihat begitu cemas. Setiap beberapa detik, ia mencoba lagi menghubungi Kiran, namun yang didapat hanyalah nada sibuk atau suara operator yang memberitahu bahwa nomor yang dia hubungi tidak aktif. Rasa khawatir menyelimuti pikirannya, terutama mengingat kejadian sebelumnya ketika Kiran memergokinya bersama Lita. "Di mana kamu, Kiran? Kenapa ponselmu tidak aktif terus?" gumam Arka sambil terus mencoba menghubungi istrinya. Wajahnya begitu gelisah, dan matanya terus melirik ke arah ponsel yang ada digenggamannya. Lita yang masih mengenakan lingerie hitam berjalan ke arah Arka dengan kesal. Dia melihat suaminya yang gelisah, dan itu membuatnya semakin tidak senang. Pasalnya, Arka tiba-tiba berhenti di tengah-tengah permainan panas mereka karena kehadiran Kiran yang tiba-tiba. Kini, Lita merasa frustrasi karena Arka begitu khawatir dengan Kiran dan mengabaikan dirinya begitu saja, terlebih ia belum puas dengan permainan mereka. "Mas,
Baca selengkapnya

Bab 48 : Mencarimu Dalam Diam

Kiran mengerjapkan mata ketika sinar matahari menembus jendela. Ia menggeliat perlahan, merentangkan tubuhnya yang masih terasa pegal. Setelah benar-benar terjaga, ia memandangi sekeliling kamar, tapi tak melihat sosok Arga di sana. Kiran menyibak selimut dan perlahan turun dari ranjang. Ia berjalan gontai menuju kamar mandi untuk mencuci muka agar kantuknya segera hilang. Semalaman Kiran tidak bisa tidur, ia terus kalut dengan perasaannya sendiri. Entah apa yang wanita itu pikirkan saat ini. Namun satu hal yang pasti, ia hanya ingin hidup bahagia.Kiran kembali ke luar ketika sudah membersihkan wajahnya, ia pun mulai mencari sosok kakak iparnya itu, yang sedari tak tak terlihat. "Kak Arga ...." Kiran sudah mencari ke sana kemari, tapi tak kunjung menemukan Arga, ia pun memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Di rumah sebesar ini, Arga memang hanya tinggal berdua dengan Noah, meskipun kadang lelaki itu lebih memilih tidur di rumah ibunya, Maria. Kiran sudah tidak sabar bertemu d
Baca selengkapnya

Bab 49 : Semoga Kamu Mengerti

Kiran terdiam, matanya memandang jauh ke arah jalan yang terbentang di hadapannya. Pikirannya melayang entah ke mana. Setelah sarapan tadi, Kiran dan Arka berpamitan kepada Maria untuk pulang ke rumah mereka. Bukannya merasa bahagia atau senang karena suaminya menjemputnya pulang, Kiran malah merasakan kekosongan yang tiba-tiba menyeruak dalam hatinya. Mungkinkah ini karena kepergian kakak iparnya, Arga? Tapi kenapa? Mengapa perasaan gelisah dan tak menentu ini begitu menguasainya? Kiran menunduk, memandang ponsel yang ada di genggamannya. Dengan hati-hati, ia menyalakan layar ponsel dan membuka sebuah aplikasi berwarna hijau. Ibu jarinya bergerak menggeser layar ke atas, mencari nomor kontak Arga. Setelah menemukannya, Kiran mulai mengetik beberapa kata. "Kak, kenapa kamu pergi?" Begitu selesai menulis, Kiran langsung mengirim pesan itu. Ia berharap Arga akan segera membalasnya, menjelaskan alasan kepergiannya yang tiba-tiba. Namun, sayangnya, sudah sepuluh menit berlalu, dan pe
Baca selengkapnya

Bab 50 : Begitu Sensitif

Suasana di ruang makan malam ini terasa begitu tegang. Kiran dan Arka duduk di meja makan, bersama Lita yang duduk tepat di seberang Kiran.Sesekali Kiran menatap mata Lita jengah, sebenarnya ia sama sekali tak berselera makan, terlebih suaminya itu malah menyuruh Lita untuk makan bersama mereka. Kiran sedari tadi hanya memainkan sendok dan garpu, seolah makanan yang ada di atas piring adalah mainan yang menarik baginya. Arka sesekali mencicipi makanan sambil melirik ke arah Kiran yang sedari tadi tak kunjung makan, ia pun merasa heran kepada istrinya itu, semenjak kepulangannya ke rumah, ia hanya diam termenung, tanpa berkata apa pun. Apalagi ketika ia mengajak Lita makan bersama mereka, tidak seperti biasanya, Kiran tak menolak atau pun marah. Yang ada ia hanya diam membisu seakan tak tertarik dengan apa pun lagi. "Sayang, kenapa kamu tidak makan? Apa makanannya tidak enak?" Arka bertanya sambil terus memperhatikan wajah Kiran yang ditekuk. Kiran menghela napas dan meletakkan s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status