Semua Bab SETELAH IBU PUNYA SUAMI BARU: Bab 41 - Bab 50

68 Bab

Bab 41

Kami masih saling pandang, lalu menghabiskan makanan kami. "Vin, hantu," ucap Mbak Fika lirih. Ia merapat dekat padaku. "Mana ada hantu, Mbak. Ayo kita bersihkan dan langsung shalat," ajakku. "Biar aku lihat dulu ada apa di belakang itu." Kak Nur berdiri dan menuju pintu belakang. Aku ikut di belakangnya, dan tidak ada siapa-siapa saat pintu dibuka. "Aneh! Padahal tadi seperti suara sesuatu yang jatuh," gumamku. "Mungkin tadi ada kucing tapi sekarang sudah pergi. Sudah jangan dipikirkan, lebih baik sekarang kalian istirahat," perintah Kak Nur. Aku dan yang lainnya shalat setelah membersihkan bekas makan, kecuali Kak Nur, yang jagain Fajar saat kami melaksanakan shalat. Beruntung di rumah ini ada sumur yang sudah ada pompa airnya. Jadi untuk air, kita tidak perlu membayar lagi. Dan untuk listrik, ternyata sudah memakai listrik prabayar. "Vin, aku tidur sama kamu ya, nggak berani tidur sendirian." Mbak Fika masuk ke kamarku, setelah aku membawa Fajar dan meletakkannya di ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

Bab 42

Betapa beruntungnya tinggal di tempat ini. Selain tempatnya nyaman, warganya pun sangat baik dan ramah. Dan yang paling aku suka, mereka tidak sungkan untuk datang dan mengucapkan selamat datang pada kami. Bahkan ada yang membawa sayur mayur, jagung manis, dan kue lapis sebagai salam bertetangga. Memang kebanyakan warganya berprofesi sebagai petani dan juga buruh di perkebunan karet. Ada juga salah satu tetangga pembuat kue lapis, yang ternyata sudah kukenal saat berjualan di pasar. "Semoga betah ya, tinggal di sini. Jangan sungkan jika membutuhkan bantuan. Kami akan senang hati membantu. Memang di sini itu yang paling diutamakan adalah janda atau warga yang tidak memiliki laki-laki. Karena pasti membutuhkan perlindungan dari kami," ujar Pak RT saat kami datang ke rumahnya. "Baik, Pak, terima kasih." Setelah melihat banyak peluang untuk membuat warung makan, aku berencana akan membuat warung makan sederhana yang berada di depan rumah. Kak Nur sudah mengecek beberapa barang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

Bab 43

Hari pertama pengerjaan warung makan sederhana yang kuinginkan, berjalan dengan lancar. Bapak-bapak di sekitar ikut membantu menurunkan bahan-bahan bangunan, juga membantu pengerjaannya. Ibu-ibu juga ikut membantu memasak dan berkumpul di rumahku. Ada juga beberapa tetangga yang membawakan bahan makanan seperti beras, gula, kopi, teh, sayur serta buah-buahan. Sungguh tetangga yang sangat baik dan memiliki tenggang rasa yang tinggi. Kupikir aku akan kerepotan, mengingat aku hanya berdua dengan Mbak Fika saja dan harus memasak pagi-pagi sekali. Ternyata sepulang belanja dari pasar, mereka sudah berkumpul di rumahku dan sudah ada yang membuatkan kopi dan gorengan. "Makan siang sudah siap, ayo kita bawa ke depan. Itu es sirup, gorengan, dan buahnya juga dibawa," perintah Bu Romlah. Kami membawa semua masakan dan membawanya pada bapak-bapak yang bekerja. Tadinya Kak Nur menyuruh tiga orang untuk mengerjakannya, tetapi dibantu para tetangga yang ada di sekitar, total ada sebelas o
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

Bab 44

Perempuan itu menatap sinis pada Mbak Fika, sambil melipat kedua tangannya. Ibu-ibu yang sedang menikmati rujak pun saling bisik-bisik dan menatap Mbak Fika, sementara dia sendiri terlihat kesal dengan ucapan wanita itu. Entah siapa dia, dan ada hubungan apa dengan Mbak Fika sebelumnya. Terlihat sekali ada kebencian dari sorot matanya saat melihat Mbak Fika. "Wanita ini mau bikin warung makan, pasti ada plus-plusnya! Secara, dia pernah bekerja di warung kopi remang-remang. Hebatnya dia keluar dari sana dan bikin warung sendiri. Pasti modalnya juga dari hasil nggak bener!" "Jaga bicaramu!" Mbak Fika terlihat tidak terima. Aku pun sama, tidak terima dengan ucapannya. Karena uang yang kupakai untuk membuat warung ini murni dari hasil kerja selama ini. Dari jualan keripik, gethuk, puding, dan juga jualan di lapak Mbak Fika. "Apa maksud kamu bicara begitu? Kamu sehat?" "Hei, aku sangat sehat sampai bisa berjalan kemari dan bertemu dengan perempuan pen99oda sepertimu!" bentak perempu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 45

"Kenapa malah pada bengong? Ini rujaknya dianggurin, lebih baik kubawa pulang saja!" Celetukan Bu Romlah memecah keheningan. "Eh, jangan dong! Ayo kita nikmati rujaknya lagi. Jangan dengerin si Mira, dia kan memang biang rusuh di kampung kita." "Iya, orang dia juga lebih parah. Biasa dibawa pulang pergi sama laki-laki kampung sebelah. Padahal dia sudah punya suami dan anak." "Iya bener! Gara-gara si Mira acara rujakan jadi terganggu." Para ibu-ibu kembali duduk dan menikmati rujak. Mereka malah menyalahkan Mbak Mira karena membuat aktifitas rujakan mereka terganggu. Dari yang kudengar, Mbak Mira ini adalah perempuan yang suka bikin ulah. Semua tetangga hampir tidak akur dengannya, gara-gara sering dicemburukan sama suaminya. Menurut ibu-ibu, Mbak Mira juga perempuan gampangan dan tidak bisa menjaga diri. Mereka sering melihat laki-laki yang berbeda membawanya pergi, lalu pulang setelah seharian. Selain itu, dia juga jarang bersosialisasi dan berkumpul bersama ibu-ibu lainny
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-28
Baca selengkapnya

Bab 46

"Ini semuanya ada empat bungkus nasi rames, ditambah dengan lauk ayam goreng dan telur balado. Jadi semua totalnya berapa, Vin?" Bu Romlah duduk di depanku setelah memasukkan bungkusan makanan ke dalam plastik dan menghitungnya. "Tidak usah, Bu, hari pertama ini saya kasih gratis buat yang mau ke sini. Hitung-hitung sebagai rasa terima kasih atas bantuan warga di sini yang sudah meluangkan waktu membantu pengerjaan warung." Aku tersenyum dan merasa senang karena akhirnya bisa memiliki warung makan meski sederhana. "Lho, kok gitu? Apa nggak malah bikin kamu rugi nantinya? Ini banyak lho, Vin. Jangan deh, jangan dikasih gratis." Bu Romlah tetap memaksa memberikan selembar uang berwarna merah padaku. "Tidak usah, Bu, saya benaran menggratiskannya hari ini agar lebih berkah ke depannya." Aku berusaha menolak pemberian Bu Romlah. Namun, ibu ketua RT itu tetap memaksa. "Sama yang lain kamu boleh gratisin, tapi sama aku, jangan. Udah, ambil saja uang ini sebagai penglaris. Aku pulang du
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-29
Baca selengkapnya

Bab 47

Bu Hajah Rahmi tersenyum hangat saat aku menyapanya. Beliau juga menatap sekeliling warung ini, seraya mengangguk-angguk. Aku mempersilahkan beliau untuk duduk dan Andi membawakan minuman untuk tamu kami ini. "Silakan, Bu." Setelah beliau meminum air yang disuguhkan, aku pun menanyakan maksud kedatangannya, barang kali ada hal yang penting. Namun, Bu Hajah Rahmi hanya tersenyum dan berkata ingin bertemu dengan Lani. "Aku kangen sekali dengan Lani, sudah lama tidak melihatnya. Dia sehat, kan?" "Alhamdulillah Lani sehat, tadi sedang bermain dengan teman-temannya," jawabku. "Kamu hebat, Vina. Bisa memiliki usaha warung makan yang lumayan ramai seperti ini. Ternyata kamu memang kakak yang sangat bertanggung jawab meski usiamu masih sangat muda." Bu Hajah melihat-lihat sekitar. "Semua berkat kerja sama dengan adik-adik, serta Mbak Fika dan Kak Nur. Aku tidak mungkin bisa tanpa mereka." "Ya. Aku minta maaf dulu pernah meragukanmu. Oh ya, aku mau memberikan oleh-oleh untuk kalian
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-29
Baca selengkapnya

Bab 48

48 Aku merasakan sakit pada pinggang dan kepala juga terasa pusing. Samar-samar kudengar suara orang berbicara, dan juga ada aroma obat-obatan. Perlahan-lahan, kubuka mata yang rasanya begitu lengket. Ruangan bernuansa putih dengan gorden hijau di jendela dan tabung oksigen yang berada tak jauh dariku. Kulihat selang infus juga terpasang di tangan ini. Sepertinya aku di rumah sakit. Kuingat-ingat lagi apa yang terjadi, tetapi aku tidak mengingatnya. "Syukurlah kamu sudah sadar, aku khawatir sekali, Vin." Mbak Fika dan dari arah pintu, lalu memelukku. Wanita ini menangisiku, sesekali mengusap air matanya. "Mbak, aku kenapa? Ini di mana?" "Kamu pingsan dan aku membawamu ke rumah sakit. Aku takut sekali melihatmu pingsan seperti tadi." Mbak Fika masih saja menangis. "Sudah jangan menangis, kok cengeng banget! Orang yang sakit aja nggak nangis kok, malah kamu yang nangis." Kak Nur memegang bahu Mbak Fika. "Aku sedih, Din, kamu ngerti nggak sih! Orang lagi sedih kok di kata-kat
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-30
Baca selengkapnya

Bab 49

Pagi ini Andi datang dan membawakan baju ganti untukku. Dia juga membawa bubur sumsum yang dibelinya dari pasar, tepatnya dari penjual yang bersebelahan dengan lapak kami. Selain itu, dia juga membawa rantang berisi makanan yang dibawa dari rumah. Kata Andi, dia diminta Mbak Fika untuk menemaniku di rumah sakit, sedangkan Fajar ikut bersama Mbak Fika dan Kak Nur untuk mengantar Lani ke pertunjukan pentas seni. Sebenarnya aku ingin menemani Lani, tetapi kata dokter, kondisiku belum sehat karena mengalami anemia. Meski aku meminta pulang, dokter tidak mengizinkan. "Kamu sudah sarapan, Ndi?" tanyaku saat Andi membuka cup bubur. "Sudah, Kak, tadi aku beli buburnya banyak. Fajar juga sudah aku suapin bubur yang sama tadi, terus dibawakan baju ganti sama Mbak Fika. Katanya untuk jaga-jaga karena Fajar kadang ketumpahan air saat minum susu," papar Andi yang tampak bersemangat. "Makasih ya," ucapku saat ia membukakan tutup cup bubur sumsun itu. Aku duduk bersandar pada ranjang dengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-01
Baca selengkapnya

Bab 50

Alhamdulillah hari ini aku sudah bisa pulang ke rumah setelah lima hari dirawat di rumah sakit. Kak Nur dan Mbak Fika membawa mobil untuk mengantarku pulang, katanya agar tidak kepanasan. Padahal jarak dari rumah sakit tidak terlalu jauh, menggunakan motor pun aku masih bisa. Akan tetapi, Kak Nur tetap meminjam mobil dan ia menyetir sendiri. Katanya, itu mobil milik bos pemilik salon tempat ia bekerja. Aku begitu terharu dengan perubahan laki-laki yang selalu membantuku itu. Sungguh tidak ada yang menyangka jika laki-laki dengan rambut cepak ini adalah mantan waria. Masih teringat bagaimana saat pertama kali aku bertemu dengan Kak Nur, yang kala itu menggunakan pakaian perempuan dengan riasan tebal. Pertemuan pertama yang tidak akan pernah aku lupakan. Tingkahnya yang kocak dan tidak serius, malah menyelamatkan aku dan ketiga adikku dari preman yang hendak berbuat buruk padaku. Ya, bunyi sirene polisi yang ia bunyikan dari ponsel, membuat para preman itu kabur dan Kak Nur datang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status