All Chapters of Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan: Chapter 141 - Chapter 150

208 Chapters

Bab 141

Wajah Isha terlihat semringah saat menerima panggilan video dari Baskoro. Pria paruh baya itu langsung menghubungi putri sulungnya begitu mendapat pesan kalau Isha sedang hamil. “Bapak senang dengar kamu hamil, Is. Bapak doakan semoga kehamilanmu lancar. Kamu dan calon anakmu juga sehat sampai melahirkan nanti,” ucap Baskoro dengan tulus. Wajah pria itu juga terlihat bahagia.“Aamiin. Bapak lagi di mana sekarang kok masih pakai seragam?” timpal Isha yang menatap lekat layar ponselnya.“Bapak masuk siang, Is. Ini lagi jaga di pos,” sahut Baskoro sambil menunjukkan ruangan pos jaga.“Sudah makan, Pak?” tanya Isha kemudian.“Belum. Nanti gantian sama teman,” jawab Baskoro.“Bapak bawa bekal apa nanti beli?” tanya Isha lagi.“Beli. Sejak kamu pindah, Bapak sudah tidak pernah bawa bekal lagi, Is. Sekarang apa-apa kalau masak selalu nuruti Vita jadi lebih boros,” ungkap Baskoro yang membuat Isha terkejut. “Bukannya kalau Bapak ga bawa bekal malah jadi lebih banyak pengeluaran?” tukas Isha
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 142

Baskoro menggeleng. “Siapa yang mau membandingkan, Bu? Bukannya selama ini yang selalu membanding-bandingkan mereka itu Ibu? Bapak sama sekali tidak pernah,” kilahnya.“Terus kenapa tiba-tiba ngomongin soal pengeluaran yang bertambah?” Lina masih menatap tajam suaminya.“Karena Bapak tidak bisa menambah jatah uang belanja lagi. Ibu ‘kan tahu gaji Bapak sudah dipotong setiap bulan untuk angsuran. Sisa gaji hampir semuanya dikasih ke Ibu. Bapak hanya pegang uang buat beli bensin saja. Bapak mau dapat uang dari mana lagi, Bu?” ujar Baskoro."Ya, Bapak lembur atau cari penghasilan tambahan dong," cetus Lina."Bapak sudah tua, Bu. Tenaga dan kesehatan Bapak tidak seperti dulu lagi. Kalau masih seusia Surya atau Satrio, Bapak mau-mau saja cari penghasilan tambahan. Kalaupun lembur 'kan juga tidak setiap hari," sahut Baskoro.Lina mendengkus. Dia kesal pada suaminya tapi apa yang dikatakan Baskoro juga benar. Pria paruh baya itu sudah tidak sekuat dahulu, kalau habis dapat shift malam sering
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 143

“Bang, masa Ibu ngomong kalau Bapak pengen makan di restoran yang kita ajak dulu itu.” Isha menunjukkan pesan Lina pada suaminya saat mereka tengah bersantai di ruang tengah.Satrio membaca pesan dari ibu mertuanya di gawai sang istri. “Coba tanya sama Bapak kapan liburnya, kita ajak ke sana lagi,” ucapnya.“Tapi aku ga yakin Bapak yang pengen, Bang. Ini pasti Ibu atau Vita yang pengen. Bapak mana pernah ngomong pengen apa.” Isha tak mau percaya begitu saja pada ibu tirinya.“Jangan suuzan dulu, Dek. Lebih baik konfirmasi sama Bapak. Kalau memang Bapak beneran pengen ke sana, ya kita agendakan pas Bapak libur. Kalau cuma kemauan Ibu atau Vita, kita ajak makan ke tempat lain,” sahut Satrio.“Bang Satrio, mau traktir Vita sama Surya?” Isha tampak tak suka dengan ide suaminya.“Ga ada salahnya berbagi rezeki, Dek. Anggap saja sekalian syukuran kehamilan Dek Isha. Kita ‘kan sudah makan malam bersama keluarga Abang. Besok gantian dengan keluarga Dek Isha,” tutur Satrio dengan bijak.“Kalau
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 144

“Kok di sini makannya, bukan di restoran yang kemarin Bapak sama Ibu pergi,” keluh Vita saat tiba di tempat makan yang sudah dipesan oleh Satrio. Sebenarnya restoran itu bukan restoran kecil dan biasa saja karena cabangnya ada di mana-mana. Namun karena tak seperti yang Vita inginkan, jadi dia merasa kecewa.“Kamu ga mau makan di sini?” Lina bertanya pada putrinya.“Ya, kalau dibayarin mau,” sahut Vita tak tanpa merasa malu.“Ya sudah, terima saja makan di sini. Nanti ‘kan dibayarin sama Isha dan Satrio,” tukas Lina yang lama-lama kesal juga dengan putrinya yang selalu ingin bermewah-mewahan tapi tak mau keluar uang.“Gapapa ya kita makan di sini dulu,” ucap Vita sambil mengelus perutnya yang sudah kelihatan sedikit membuncit.Kedatangan keempat orang itu disambut oleh karyawan resto. Setelah mengatakan kalau mereka diundang oleh Satrio, karyawan tersebut mengantarkan ke tempat di mana Satrio dan Isha berada.“Kamu beneran Isha?” Baskoro menatap putri sulungnya dengan saksama karena p
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 145

Malam ini keluarga inti Satrio bertandang ke rumah pengantin baru itu. Mereka makan malam bersama di sana sekaligus membahas resepsi pernikahan Satrio dan Isha yang rencananya akan digelar tak lama lagi.“Ini puding karamel buatan Dek Isha, ayo dicoba mumpung masih dingin.” Satrio membawa nampan yang berisi enam puding karamel dan disajikan di atas cawan putih. Isha kemudian memberikan satu cawan pada setiap orang.“Gila! Ini sih enak banget. Lembut dan manisnya pas.” Nila yang pertama kali berkomentar setelah mencoba puding buatan kakak iparnya.Laksmi mengangguk. Setuju dengan putri bungsunya. “Iya, benar-benar enak. Bisa ini kalau dijual. Apalagi bahannya premium, teman-teman mama pasti banyak yang mau,” ucapnya.“Tuh ‘kan benar apa yang Abang bilang. Dek Isha, itu bakat di bidang kuliner. Kalau mau, nanti Abang bikinkan toko yang khusus menjual dessert premium. Abang yakin bakal laris manis.” Satrio mengompori istrinya.“Mama dukung banget. Nanti mama bantu promosinya.” Laksmi jad
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 146

“Perkenalkan saya Krisna, papanya Bhumi, ehm maksud saya Satrio.” Krisna memperkenalkan diri saat bertemu dan berjabat tangan dengan Baskoro.“Salam kenal, Pak Krisna. Saya Baskoro, bapaknya Isha,” balas Baskoro tak kalah ramah.“Saya Laksmi, mamanya Satrio.” Gantian wanita paruh baya berpenampilan anggun yang memperkenalkan diri pada Baskoro. Selanjutnya disambung oleh Bisma dan Nila. Kedua keluarga itu akhirnya bertemu di ruangan privat salah satu restoran ternama setelah Satrio mengatur semuanya. Sebelum bertemu dengan keluarga Isha, pria berambut ikal itu memberi tahu keluarganya kalau selama ini dia dikenal sebagai Satrio, bukan Bhumi. Karena itu dia meminta keluarganya menyesuaikan panggilan padanya.Setelah kedua keluarga saling bersalaman dan memperkenalkan diri, mereka mengobrol sambil menyantap hidangan yang sudah disajikan di atas meja sesuai yang dipesan oleh Satrio. Dia sengaja memesan terlebih dahulu agar tidak terlalu lama menunggu, dan dimanfaatkan oleh Lina maupun Vi
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 147

“Kayanya keluarga Bang Satrio mau menyaingi resepsiku kemarin, Bu,” lontar Vita saat mereka dalam perjalanan pulang.“Menyaingi gimana maksudmu, Vit?” tanya Lina.“Ya, mau nunjukin kalau mereka bisa mengadakan resepsi yang lebih bagus dari kita, Bu. Tadi ‘kan mamanya Bang Satrio bilang mereka bikin acaranya dua sesi. Terus juga tempatnya di hotel bintang lima. Lihat ini undangannya aja mewah gini.” Vita menunjukkan undangan resepsi yang tadi diberikan oleh Laksmi.“Ibu belum pernah lihat undangan kaya gini,” cetus Lina.“Aku juga belum pernah, Bu. Desain dan temanya memang beda dari yang lain. Ini ada kartu buat masuk sama ambil suvenir. Kalau ga bawa kartu ini, ga boleh masuk. Undangannya juga berlaku buat dua orang saja.” Vita menyebutkan isi yang ada dalam undangan.“Kalau undangannya cuma berlaku buat dua orang, ga bisa ngajak yang lain dong. Perhitungan banget sih mereka batesin jumlah orang tiap undangan. Biasanya juga satu undangan itu, satu rumah yang datang,” protes Lina.“Di
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 148

Isha membelalakkan begitu mendengar tawaran dari suaminya. “Apa? Keliling Eropa, Bang?”Satrio mengangguk. “Iya. Mau ‘kan?”“Berapa hari itu?” tanya Isha kemudian.“Gimana kalau sebulan? Biar kita puas jalan-jalannya,” jawab Satrio dengan senyum di wajahnya.“Hah! Sebulan? Apa ga kelamaan, Bang?” tukas Isha.“Enggak. Banyak yang liburan lebih dari itu. Lagian Abang juga ga murni liburan, Dek. Sambil ngurus kerjaan dan ketemu sama orang di sana,” lontar Satrio.“Aku pikir-pikir dulu, Bang,” putus Isha.“Apa yang harus dipikirkan lagi, Dek? Biaya? Itu bukan masalah. Mau keliling dunia juga uang Abang masih cukup kok.” Satrio tak suka dengan keputusan istrinya.“Aku percaya Bang Satrio punya banyak uang. Tapi bukan itu yang aku pikirkan,” sanggah wanita yang sedang hamil itu.“Terus apa yang jadi beban pikiran, Dek Isha?” Satrio menyelipkan anak rambut Isha ke belakang telinga.“Aku ‘kan belum punya paspor, Bang. Lagian aku juga sedang hamil muda. Memangnya boleh pergi jauh?” Isha akhirn
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 149

“Bagaimana kabarnya, Pak?” sapa Krisna kala bersalaman dengan Baskoro di restoran.“Alhamdulillah baik. Terima kasih, Pak, kami sudah disewakan kamar yang bagus dan diajak makan malam di sini,” balas Baskoro.“Semoga Pak Baskoro dan keluarga, nyaman dengan kamarnya,” lontar Krisna.“Alhamdulillah kamarnya sangat nyaman, Pak. Kalau kelamaan menginap di sini, saya takut jadi betah,” seloroh Baskoro yang diikuti dengan tawa.“Pak Baskoro, bisa saja. Ayo duduk, Pak. Langsung saja pilih menu yang akan dipesan,” ujar Krisna.Begitu melihat buku menu, Baskoro malah bingung mau pesan apa. Apalagi harga makanannya tidak ada yang murah. “Is, tolong kamu pesankan yang menurutmu cocok untuk bapak,” pintanya pada Isha.“Ya, Pak,” sahut Isha yang langsung memilihkan makanan untuk sang bapak. Dia tahu bapaknya tidak akan memanfaatkan kesempatan seperti ibu dan adik tirinya. Selain itu Baskoro juga takut membuang-buang makanan karena tidak cocok dengan lidahnya.“Masa milih makanan sendiri ga bisa, P
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Bab 150

“Mbak, ini bagian perut terlalu sesak, bisa ‘kan dilonggarkan?” Vita berkata pada karyawan sang desainer yang malam itu bertugas mengepas pakaian keluarga Isha. “Bisa, Kak. Mau dilonggarkan seberapa?” tanya karyawan tersebut. “Satu senti kanan, satu senti kiri,” jawab Vita yang perutnya sudah mulai terlihat membesar. “Kamu tambah gemuk, Vit?” Lina bertanya pada putrinya tanpa basa-basi. “Aku ‘kan lagi hamil, Bu. Wajar dong perutku tambah besar,” sahut Vita. “Iya sih. Biasanya tiga bulan itu masih belum kelihatan loh, tapi punyamu kok udah ya, Vit.” Lina mengungkapkan rasa herannya. “Hamil tiap orang ‘kan beda-beda, Bu. Apalagi aku ‘kan ga ngalamin muntah kaya Mbak Isha.” Untung Vita langsung bisa mencari alasan yang masuk akal. “Kalau orangnya kurus biasanya memang lebih cepat kelihatan, Bu. Beda kalau gemuk, kadang ga kelihatan kalau sedang hamil muda.” Karyawan yang tadi ikut menimpali. “Nah, dengar tuh, Bu, apa yang dikatakan sama Mbaknya.” Vita merasa senang karena ada yan
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
21
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status