Semua Bab Kebangkitan Sang Pewaris Tunggal: Bab 51 - Bab 60

167 Bab

Bab 51 - Pengalih

Klein mengangkat alisnya. "Masalah apa?" "Hutang," jawab Felix. "Hutang yang sangat besar. Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Windy dengan Rudy kemarin. Sepertinya keluarga Windy terjerat hutang besar, dan Windy mengancam akan membocorkan rahasia mereka jika Rudy tidak membantunya. Tapi sepertinya, Rudy tidak ingin membantunya, dan terus mengulur waktu." Klein terdiam, mencerna informasi baru ini. Meski ia sudah tidak memiliki perasaan apa pun pada Windy, tapi mendengar wanita itu dan keluarganya dalam kesulitan tetap membuatnya merasa ... tidak nyaman. "Lalu, tentang hubungan Rudy dengan Mr. Brown," lanjut Felix. "Sejauh yang aku tahu, Rudy hanya menjual alat-alat medis kepada Mr. Brown. Pisau operasi, peralatan operasi, dan sejenisnya. Aku tidak tahu apakah ada keterlibatan lebih jauh dari itu." Klein mengangguk, matanya menyipit. "Begitu. Menarik sekali. Terima kasih atas informasinya, Felix." "Jadi, apa rencanamu selanjutnya, Klein?" tanya Felix. Klein tersenyum dingin.
Baca selengkapnya

Bab 52 - Bayangan Yang Mengintai

Malam telah larut di kota Zephir, namun kegelapan yang menyelimuti kota tak sebanding dengan kegelapan yang kini bersemayam di hati Klein. Ia berdiri di depan jendela besar Paviliun Moon Lake, matanya menatap jauh ke kegelapan malam, namun pikirannya berada di tempat lain.Bella dan Ella, dua gadis kecil yang telah mengisi kekosongan hatinya, kini entah berada di mana. Klein mengepalkan tangannya erat, berusaha mengendalikan amarah yang bergejolak di dadanya. Ia tak pernah merasakan emosi sekuat ini sejak kembali ke masa lalu."Tuan Muda," suara Helda memecah keheningan. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"Klein berbalik, menatap Helda dengan mata yang dingin namun penuh tekad. "Hubungi Victor Downey. Katakan padanya aku perlu bicara sekarang juga."Helda mengangguk dan segera melaksanakan perintah. Tak lama kemudian, suara Victor terdengar dari speaker ponsel."Klein? Ada apa menelepon tengah malam begini?"
Baca selengkapnya

Bab 53 - Jebakan

"Jadi kau mengakui bahwa Damien yang memerintahkanmu untuk menculik Bella dan Ella?" tanya Klein dengan suara semakin dingin dan dalam. Sirius mengangkat bahunya dengan santai. "Ya, memang dia yang memerintahkanku. Kenapa? Apa kau pikir informasi itu akan membantumu? Jangan lupa, Klein. Meski Damien bukan siapa-siapa di keluarganya, tapi dia tetap punya cukup uang untuk menyewa orang sepertiku." Klein tersenyum dingin. "Kau yakin tentang itu, Sirius?" Sebelum Sirius bisa menjawab, suara sirine polisi terdengar mendekat. Wajah Sirius berubah pucat. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya pada Klein. Klein hanya tersenyum, mengeluarkan alat perekam dari sakunya. "Terima kasih atas pengakuanmu, Sirius. Ini akan sangat berguna." Sirius, menyadari bahwa ia telah dijebak, berusaha kabur. Namun, mobil-mobil polisi telah mengepung area tersebut. Dalam sekejap, Sirius Blood telah diborgol dan digiring ke mobil polisi. Klein berdiri diam, menatap Sirius yang meronta dan mengumpat. Ia kemudia
Baca selengkapnya

Bab 54 - Penyelamatan

Malam samakin larut di kota Zephir. Di sebuah kamar hotel mewah, Damien Downey berdiri di dekat jendela, memandang kota yang berkilauan di bawah. Segelas wiski di tangannya, ia sesekali meneguknya sambil melirik ke arah Bella dan Ella yang terikat di atas tempat tidur. Damien meletakkan gelasnya dan melangkah perlahan mendekati kedua gadis kecil itu. Senyum dingin tersungging di bibirnya saat ia melihat ketakutan di mata mereka. "Kalian tahu," ujarnya pelan, "aku selalu penasaran bagaimana bisa Klein memiliki dua adik kecil seimut kalian." Ia berhenti sejenak, matanya menerawang. "Pria itu selalu menjadi misteri. Tapi sekarang, aku punya kalian. Dan aku akan memastikan dia merasakan apa artinya kehilangan." Bella, berusaha melindungi Ella dengan tubuh kecilnya, memberanikan diri untuk berbicara. "K-Kak Klein pasti akan menemukan kami. D-dia akan menyelamatkan kami!" Tawa Damien memenuhi ruangan, membuat bulu kuduk merinding. "Oh, tentu saja dia akan mencoba. Tapi apakah dia a
Baca selengkapnya

Bab 55 - Malam Amal

Satu minggu telah berlalu sejak insiden penculikan Bella dan Ella oleh Damien Downey. Pagi itu, Klein berdiri di ambang pintu kamar kedua gadis kecil itu di Paviliun Moon Lake, mengamati mereka yang masih tertidur pulas. Meski wajahnya tetap tanpa ekspresi, ada kilatan lembut di matanya saat memandang Bella dan Ella.Klein melangkah masuk perlahan, duduk di tepi tempat tidur. Bella membuka matanya, menyadari kehadiran Klein. "Kak Klein?" panggilnya dengan suara mengantuk."Selamat pagi," sapa Klein, nada suaranya sedikit lebih lembut dari biasanya. "Bagaimana tidur kalian?""Nyenyak, Kak," jawab Bella sambil mengucek matanya. Ella pun mulai terbangun, menguap lebar.Klein mengangguk. "Bagus. Hari ini akan menjadi hari yang penting. Kalian ingat apa yang harus dilakukan?"Bella dan Ella saling pandang, lalu mengangguk serius. "Kami ingat, Kak. Kami akan bersikap sopan dan tidak mengatakan apa-apa tentang siapa Kakak seb
Baca selengkapnya

Bab 56 - Malam Amal (II)

Dari sudut matanya, Klein bisa melihat Felix tersenyum puas. Namun, Klein tetap mempertahankan ekspresi datarnya, seolah-olah ini semua bukan bagian dari rencananya.Rudy dapat merasakan tatapan Felix dari kejauhan. Seketika, ia sadar bahwa Felix lah dalang di balik semua kekacauan ini. Amarah mulai membakar dadanya, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa di tengah situasi ini.Rian Lee, yang berdiri di dekat panggung, menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa. "Oh, Rudy," gumamnya pelan.Dokter Sun, yang masih berdiri di panggung, menatap Rudy dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia mundur perlahan, menjauh dari Rudy yang masih terpaku."Hentikan video itu!" Rudy akhirnya berteriak, suaranya bergetar. "Ini ... ini fitnah! Seseorang telah memanipulasi video ini!"Namun, tidak ada yang bergerak untuk menghentikan video tersebut. Para tamu mulai berbisik lebih keras, beberapa bahkan mulai meninggalkan
Baca selengkapnya

Bab 57 - Rudy Tertekan

Klein mengangguk singkat, tetap mempertahankan ekspresi dinginnya. "Ada yang bisa saya bantu, Mr. Brown?" Mr. Brown mendekatkan dirinya, berbisik pelan di telinga Klein. "Kau tahu, Tuan Muda Lionheart, kota ini mulai terasa terlalu kecil untuk kita berdua." Klein merasakan tubuhnya menegang. Matanya melebar sedikit, satu-satunya tanda bahwa ia terkejut mendengar identitas aslinya disebut. Namun, ia dengan cepat menguasai diri, kembali ke ekspresi datarnya. "Saya rasa Anda salah orang, Mr. Brown," ujar Klein dengan suara tenang, meski di dalam hatinya berbagai pertanyaan berkecamuk. Mr. Brown hanya tersenyum misterius. "Oh, saya yakin saya tidak salah orang. Tapi jangan khawatir, rahasiamu aman bersamaku... untuk saat ini." Klein tetap diam, matanya menatap tajam ke arah Mr. Brown. "Nah," lanjut Mr. Brown, "nikmati sisa malammu, Tuan Muda Lionheart. Kita akan bertemu lagi... di tempat yang lebih menarik." Dengan itu, Mr. Brown melangkah pergi, meninggalkan Klein yang tetap berdi
Baca selengkapnya

Bab 58 - Undangan Reuni

Sore itu, langit Zephir berwarna jingga keemasan, matahari perlahan tenggelam di balik gedung-gedung pencakar langit. Klein baru saja keluar dari gedung Heaven Medical Corp, langkahnya tenang namun pasti. Ia berhenti di sebuah food truck yang menjual hot dog di dekat kantornya. "Satu hot dog jumbo, tanpa saus," ujar Klein pada penjual dengan nada datar. Sementara menunggu pesanannya, Klein mengamati keadaan sekitar. Jalanan mulai ramai dengan orang-orang yang baru pulang kerja. Beberapa tampak terburu-buru, sementara yang lain berjalan santai sambil mengobrol dengan rekan kerja mereka. Tiba-tiba, suara decitan ban yang keras memecah kebisingan jalanan. Sebuah mobil Mazda CX 5 Elite berwarna merah mengilap berhenti mendadak di depan food truck. Klein tidak menunjukkan reaksi apa pun, hanya melirik sekilas ke arah mobil tersebut. Jendela mobil terbuka, menampakkan seorang pria berambut pirang dengan anting di telinga kirinya. Pria itu tersenyum lebar, matanya berbinar saat me
Baca selengkapnya

Bab 59 - Reuni

Malam itu, Lionheart Palace bersinar terang. Klein melangkah masuk dengan tenang, mengenakan setelan jas hitam yang tampak sederhana namun elegan. Tanpa sepengetahuan orang-orang di sekitarnya, jas tersebut merupakan edisi terbatas yang dibuat khusus oleh desainer ternama, dengan harga fantastis.Ruangan reuni sudah dipenuhi oleh lebih dari 30 orang, semuanya mantan mahasiswa Universitas Negeri Zephir. Klein memasuki ruangan tanpa ekspresi, mengabaikan bisik-bisik dan tatapan yang tertuju padanya.Dominic Vance menghampiri Klein dengan senyum lebar. "Klein! Akhirnya kau datang juga, sobat!"Klein mengangguk sopan. "Halo, Dominic."Dominic mengamati penampilan Klein. "Wah, Klein. Jasmu ... bagus juga. Imitasi ya? Mirip sekali dengan koleksi terbaru dari designer ternama itu."Klein hanya tersenyum tipis, tidak mengomentari asumsi Dominic.Maia Croft, teman dekat Klein semasa kuliah, menerobos kerumunan. "Klein!
Baca selengkapnya

Bab 60 - Anggur Merah

Suasana di ruangan reuni semakin memanas. Dominic berdiri di tengah ruangan dengan senyum puas, merasa telah berhasil mempermalukan Klein di hadapan semua orang. Namun, di tengah keributan itu, Maia tetap berdiri di samping Klein, wajahnya menunjukkan tekad yang kuat meski ada keraguan yang terpancar dari matanya.Maia tahu bahwa membela Klein mungkin akan membahayakan bisnisnya. Usaha kosmetik yang ia bangun dengan susah payah sedang berada di ambang kehancuran. Ia membutuhkan dana segar untuk bertahan, dan pinjaman dari Dominic mungkin adalah satu-satunya harapannya. Namun, melihat Klein yang berdiri tenang di tengah cemoohan dan hinaan, Maia merasakan sesuatu bergejolak dalam dirinya.'Tidak,' pikir Maia, menggertakkan giginya. 'Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi.'"Hentikan!" seru Maia tiba-tiba, suaranya memecah keheningan yang sempat tercipta. "Kalian semua benar-benar sudah keterlaluan! Klein adalah teman kita. Bagaimana bisa kalian memperlakukannya seperti ini?"Dominic
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
17
DMCA.com Protection Status