Malam itu, Lionheart Palace bersinar terang. Klein melangkah masuk dengan tenang, mengenakan setelan jas hitam yang tampak sederhana namun elegan.
Tanpa sepengetahuan orang-orang di sekitarnya, jas tersebut merupakan edisi terbatas yang dibuat khusus oleh desainer ternama, dengan harga fantastis.Ruangan reuni sudah dipenuhi oleh lebih dari 30 orang, semuanya mantan mahasiswa Universitas Negeri Zephir.Klein memasuki ruangan tanpa ekspresi, mengabaikan bisik-bisik dan tatapan yang tertuju padanya.Dominic Vance menghampiri Klein dengan senyum lebar. "Klein! Akhirnya kau datang juga, sobat!"Klein mengangguk sopan. "Halo, Dominic."Dominic mengamati penampilan Klein. "Wah, Klein. Jasmu ... bagus juga. Imitasi ya? Mirip sekali dengan koleksi terbaru dari designer ternama itu."Klein hanya tersenyum tipis, tidak mengomentari asumsi Dominic.Maia Croft, teman dekat Klein semasa kuliah, menerobos kerumunan. "Klein!Suasana di ruangan reuni semakin memanas. Dominic berdiri di tengah ruangan dengan senyum puas, merasa telah berhasil mempermalukan Klein di hadapan semua orang. Namun, di tengah keributan itu, Maia tetap berdiri di samping Klein, wajahnya menunjukkan tekad yang kuat meski ada keraguan yang terpancar dari matanya.Maia tahu bahwa membela Klein mungkin akan membahayakan bisnisnya. Usaha kosmetik yang ia bangun dengan susah payah sedang berada di ambang kehancuran. Ia membutuhkan dana segar untuk bertahan, dan pinjaman dari Dominic mungkin adalah satu-satunya harapannya. Namun, melihat Klein yang berdiri tenang di tengah cemoohan dan hinaan, Maia merasakan sesuatu bergejolak dalam dirinya.'Tidak,' pikir Maia, menggertakkan giginya. 'Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi.'"Hentikan!" seru Maia tiba-tiba, suaranya memecah keheningan yang sempat tercipta. "Kalian semua benar-benar sudah keterlaluan! Klein adalah teman kita. Bagaimana bisa kalian memperlakukannya seperti ini?"Dominic
Malam telah larut di kota Zephir. Lionheart Palace berdiri megah di tengah kota, lampu-lampunya masih menyala terang meski sebagian besar tamu hotel telah terlelap. Di lantai teratas gedung mewah ini, tepatnya di ruang Direktur Utama, Klein duduk dengan tenang di balik meja besar yang menghadap ke jendela kaca besar.Pemandangan kota Zephir yang berkilauan di malam hari terbentang di hadapannya, namun mata Klein terfokus pada layar laptop di depannya. Jari-jarinya dengan cekatan mengetik beberapa perintah, membuka beberapa dokumen penting."Bibi Helda," panggil Klein dengan suara datar, matanya masih terpaku pada layar. "Bagaimana dengan Felix?"Helda, yang berdiri di samping Klein, menjawab dengan nada tenang, "Hari ini Rudy telah mengirim pembunuh bayaran untuk membunuhnya. Tapi kita telah berhasil menyelamatkannya, Tuan Muda."Klein mengangguk pelan, tidak menunjukkan emosi apa pun meski berita yang disampaikan Helda cukup m
Ruangan itu seketika dipenuhi oleh bisik-bisik. Rudy merasa seolah dunianya runtuh. Ia bangkit berdiri, wajahnya merah padam karena amarah."Apa-apaan ini?!" teriaknya, menunjuk ke arah Helda. "Kalian tidak bisa melakukan ini padaku! Aku yang membawa perusahaan ini ke puncak!"Rishia berdiri, suaranya tenang namun tegas. "Rudy, tenanglah. Ini bukan keputusan yang dibuat dengan terburu-buru. Ibu telah mempertimbangkan hal ini dengan matang.""Ibu?" Rudy tertawa getir. "Jadi ini semua rencana ibu? Dia ingin menyingkirkanku?""Bukan begitu," jawab Rishia. "Ini demi kebaikan perusahaan. Skandal yang kau timbulkan telah merusak reputasi Heaven Medical Corp. Saham kita jatuh, investor mulai menarik diri. Kita harus mengambil tindakan tegas."Rudy menggeleng keras, tangannya mengepal erat. "Tidak, aku tidak akan mundur! Kalian tidak bisa memaksaku!"Helda menghela napas. "Sayangnya, Tuan Rudy, kami bisa. Sebagai pemegang saham mayoritas
Pagi itu, suasana di kantor Heaven Medical Corp masih dipenuhi dengan bisik-bisik tentang pemecatan Rudy Lee. Klein duduk di ruang kerjanya yang baru, memeriksa beberapa dokumen dengan ekspresi datar. Tiba-tiba, pintu ruangannya diketuk. "Masuk," ujar Klein tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen di tangannya. Pintu terbuka, menampakkan sosok Windy yang melangkah masuk dengan ragu-ragu. Klein mengangkat wajahnya, menatap Windy dengan ekspresi dingin. "Ada apa, Windy?" tanya Klein, suaranya datar. Windy tersenyum canggung, "Klein, aku ... aku ingin berbicara denganmu sebentar. Apa kau punya waktu?" Klein mengangguk pelan, mempersilakan Windy duduk di kursi di hadapannya. Windy duduk, tangannya saling meremas di pangkuannya. "Jadi," Klein memulai, "apa yang ingin kau bicarakan?" Windy menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara, "Klein, aku... aku tahu ini mungkin tidak sopan, tapi... bisakah aku meminjam uang darimu?" Klein mengangkat alisnya sedikit, satu-satunya tanda ba
Klein berdiri dengan tenang, ekspresinya tetap datar meski matanya memancarkan ketegasan. Ia melangkah maju dengan langkah mantap, mengabaikan tatapan mengancam dari para preman.Semua mata tertuju pada Klein yang datang dengan ekspresi serius. Para preman, melihat kedatangan Klein sendirian, mulai tertawa dan mencemoohnya."Hei, lihat! Ada pahlawan kesiangan datang!" seru salah satu preman, diikuti tawa mengejek dari yang lain."Apa yang bisa dilakukan seorang pria buruk rupa sepertimu, hah?" ejek yang lain.Namun, reaksi berbeda ditunjukkan oleh Bos Preman. Kakinya bergetar, luka-luka di tubuhnya terasa berdenyut. Ingatan tentang kejadian hari itu kembali berputar. Bos Preman itu, yang bernama Rico, masih ingat dengan jelas bagaimana ia dikirim oleh Sirius Blood untuk mengintai Klein. Namun, misi itu berakhir dengan kegagalan total. Dirinya ditangkap, dan diintrogasi dengan tidak manusiawi. Ia dihajar habi
Cloud, yang masih berdiri di sampingnya, menatap putrinya dengan campuran rasa bersalah dan kelegaan. "Windy," ujarnya pelan. "Maafkan ayah. Ayah... ayah hampir saja..." Windy menoleh ke arah ayahnya, air mata kembali menggenang di matanya. "Ayah, sudahlah. Yang penting sekarang kita aman." Cloud mengangguk, matanya beralih ke arah Klein yang kini hampir menghilang dari pandangan. "Kita berutang banyak padanya, Windy. Dia... dia pria yang baik." Windy tersenyum lembut, matanya masih terpaku pada sosok Klein. "Ya, Ayah. Dia memang pria yang baik." Sementara itu, di dalam rumah, Bibi Meredith dan kedua anaknya masih bersembunyi, wajah mereka pucat pasi. Mereka tahu, mereka tidak bisa lari lagi. Utang yang mereka buat kini telah beralih pada Klein, dan mereka yakin, Klein tidak akan semudah itu memaafkan mereka. ** Belum lama Klein pergi, suara deru mesin yang keras memecah keheningan di halaman rumah keluarga Brown. Sebuah Hummer H3 hitam mengkilap berhenti tepat di depan pagar
Beberapa hari setelah insiden penagihan utang, hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ruang serba guna Heaven Medical Corp telah disulap menjadi tempat pernikahan yang megah. Bunga-bunga segar menghiasi setiap sudut, aroma mawar dan lily memenuhi udara. Para tamu undangan mulai berdatangan, mengenakan pakaian terbaik mereka.Klein berdiri di depan cermin besar, menatap pantulan dirinya dengan ekspresi datar. Ia mengenakan setelan jas putih yang elegan, rancangan desainer ternama yang harganya fantastis. Rambutnya ditata rapi, membuatnya tampak jauh lebih menarik dari biasanya."Tuan Klein," seorang wanita perwakilan EO pernikahan berkata dari belakangnya, "sudah waktunya."Klein mengangguk pelan, melangkah keluar dari ruang persiapan dengan langkah mantap. Begitu ia muncul, semua mata tertuju padanya. Bisik-bisik kagum terdengar dari para tamu."Wah, lihat Klein," bisik seorang pria pada temannya. "Siapa sangka dia bisa tampil sekeren ini?""Iya," balas temannya. "Tapi tetap saja
Ruang pernikahan yang tadinya dipenuhi bisik-bisik iri dan komentar sinis, kini berubah menjadi kekacauan. Para tamu memang tetap saling berbisik, tapi kali ini dengan nada terkejut dan jijik."Ya ampun, aku tidak percaya ini," seru seorang tamu. "Windy... dengan Rudy?""Kasihan sekali Klein," ujar yang lain. "Ternyata dia hanya dimanfaatkan."Olivia, yang tadinya merasa sedikit patah hati, kini menatap Klein dengan pandangan prihatin. "Klein," bisiknya pelan, "apa kau baik-baik saja?"Lina, yang berdiri tak jauh dari sana, tampak shock. Gelas sampanye di tangannya nyaris terjatuh. "Jadi ini alasan Windy mau menikah dengan Klein," gumamnya.Sementara itu, Rudy yang tadinya berdiri di sudut ruangan, kini berlari ke arah altar. "Siapa yang berani melakukan ini?!" teriaknya marah. Wajahnya merah padam, campuran antara malu dan marah.Rudy tidak menyangka rahasia terdalamnya akan terbongkar dengan cara seperti ini, di hadapan semua o
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte