Klein berdiri dengan tenang, ekspresinya tetap datar meski matanya memancarkan ketegasan.
Ia melangkah maju dengan langkah mantap, mengabaikan tatapan mengancam dari para preman.Semua mata tertuju pada Klein yang datang dengan ekspresi serius.Para preman, melihat kedatangan Klein sendirian, mulai tertawa dan mencemoohnya."Hei, lihat! Ada pahlawan kesiangan datang!" seru salah satu preman, diikuti tawa mengejek dari yang lain."Apa yang bisa dilakukan seorang pria buruk rupa sepertimu, hah?" ejek yang lain.Namun, reaksi berbeda ditunjukkan oleh Bos Preman. Kakinya bergetar, luka-luka di tubuhnya terasa berdenyut. Ingatan tentang kejadian hari itu kembali berputar.Bos Preman itu, yang bernama Rico, masih ingat dengan jelas bagaimana ia dikirim oleh Sirius Blood untuk mengintai Klein. Namun, misi itu berakhir dengan kegagalan total.Dirinya ditangkap, dan diintrogasi dengan tidak manusiawi. Ia dihajar habiCloud, yang masih berdiri di sampingnya, menatap putrinya dengan campuran rasa bersalah dan kelegaan. "Windy," ujarnya pelan. "Maafkan ayah. Ayah... ayah hampir saja..." Windy menoleh ke arah ayahnya, air mata kembali menggenang di matanya. "Ayah, sudahlah. Yang penting sekarang kita aman." Cloud mengangguk, matanya beralih ke arah Klein yang kini hampir menghilang dari pandangan. "Kita berutang banyak padanya, Windy. Dia... dia pria yang baik." Windy tersenyum lembut, matanya masih terpaku pada sosok Klein. "Ya, Ayah. Dia memang pria yang baik." Sementara itu, di dalam rumah, Bibi Meredith dan kedua anaknya masih bersembunyi, wajah mereka pucat pasi. Mereka tahu, mereka tidak bisa lari lagi. Utang yang mereka buat kini telah beralih pada Klein, dan mereka yakin, Klein tidak akan semudah itu memaafkan mereka. ** Belum lama Klein pergi, suara deru mesin yang keras memecah keheningan di halaman rumah keluarga Brown. Sebuah Hummer H3 hitam mengkilap berhenti tepat di depan pagar
Beberapa hari setelah insiden penagihan utang, hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ruang serba guna Heaven Medical Corp telah disulap menjadi tempat pernikahan yang megah. Bunga-bunga segar menghiasi setiap sudut, aroma mawar dan lily memenuhi udara. Para tamu undangan mulai berdatangan, mengenakan pakaian terbaik mereka.Klein berdiri di depan cermin besar, menatap pantulan dirinya dengan ekspresi datar. Ia mengenakan setelan jas putih yang elegan, rancangan desainer ternama yang harganya fantastis. Rambutnya ditata rapi, membuatnya tampak jauh lebih menarik dari biasanya."Tuan Klein," seorang wanita perwakilan EO pernikahan berkata dari belakangnya, "sudah waktunya."Klein mengangguk pelan, melangkah keluar dari ruang persiapan dengan langkah mantap. Begitu ia muncul, semua mata tertuju padanya. Bisik-bisik kagum terdengar dari para tamu."Wah, lihat Klein," bisik seorang pria pada temannya. "Siapa sangka dia bisa tampil sekeren ini?""Iya," balas temannya. "Tapi tetap saja
Ruang pernikahan yang tadinya dipenuhi bisik-bisik iri dan komentar sinis, kini berubah menjadi kekacauan. Para tamu memang tetap saling berbisik, tapi kali ini dengan nada terkejut dan jijik."Ya ampun, aku tidak percaya ini," seru seorang tamu. "Windy... dengan Rudy?""Kasihan sekali Klein," ujar yang lain. "Ternyata dia hanya dimanfaatkan."Olivia, yang tadinya merasa sedikit patah hati, kini menatap Klein dengan pandangan prihatin. "Klein," bisiknya pelan, "apa kau baik-baik saja?"Lina, yang berdiri tak jauh dari sana, tampak shock. Gelas sampanye di tangannya nyaris terjatuh. "Jadi ini alasan Windy mau menikah dengan Klein," gumamnya.Sementara itu, Rudy yang tadinya berdiri di sudut ruangan, kini berlari ke arah altar. "Siapa yang berani melakukan ini?!" teriaknya marah. Wajahnya merah padam, campuran antara malu dan marah.Rudy tidak menyangka rahasia terdalamnya akan terbongkar dengan cara seperti ini, di hadapan semua o
Dalam semalam, berita mengenai skandal Rudy dan Windy menyebar bagai api yang membakar padang rumput kering. Media sosial dipenuhi dengan tagar #RudyWindy dan #SkandalHeavenMedical. Video intim mereka, meski sudah dihapus dari berbagai platform, terus bermunculan di situs-situs alternatif. Keluarga Lee, yang selama ini menjunjung tinggi nama baik dan reputasi mereka, merasa terpukul dan dipermalukan. Tanpa menunggu lama, mereka mengambil tindakan tegas. Pagi-pagi sekali, sebuah limousine hitam berhenti di depan apartemen Rudy. Dari dalamnya, keluar seorang pria paruh baya dengan wajah tegas dan mata tajam. Albert Ramier, pelayan kepercayaan keluarga Lee selama puluhan tahun, melangkah mantap menuju pintu apartemen. TOK! TOK! TOK! "Tuan Muda Rudy, buka pintunya!" seru Albert dengan suara lantang. Rudy, yang masih tertidur pulas akibat mabuk semalaman, terbangun dengan kepala pusing. Ia membuka pintu dengan wajah kusut. "Albert? Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah masih tiga
Malam itu, di Paviliun Moon Lake, Klein sedang bersiap untuk kepulangannya ke Riverdale. Chester, Lina, Sarah, dan Olivia berkumpul di ruang tamu, mata mereka tak lepas dari sosok Klein yang berdiri di hadapan mereka. Namun, Klein yang mereka lihat kini sangat berbeda dari yang mereka kenal selama ini."Jadi ... kau adalah pewaris tunggal keluarga Lionheart?" tanya Chester, suaranya masih dipenuhi ketidakpercayaan.Klein mengangguk pelan. "Ya, itu benar.""Dan ... wajahmu yang selama ini ..." Lina tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, matanya masih terpaku pada wajah asli Klein yang kini terlihat tanpa cacat dan luar biasa tampan."Hanya penyamaran," jawab Klein singkat.Olivia, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Sebenarnya, ini semua mulai masuk akal sekarang. Semua rencanamu, setiap langkah yang kau ambil ... semuanya terlalu sempurna untuk dilakukan oleh orang biasa."Sarah mengangguk setuju. "Be
Setelah sekitar 20 menit penerbangan, pesawat akhirnya mendarat di Riverdale International Airport. Begitu keluar dari pesawat, Bella dan Ella kembali terkagum-kagum. Bandara Riverdale jauh lebih besar dan mewah dibandingkan bandara di Zephir. Lantai marmernya berkilau, layar-layar digital besar menampilkan jadwal penerbangan, dan robot-robot pemandu tersebar di berbagai sudut. "Wow," gumam Ella, matanya melebar melihat sekeliling. "Kak Klein, apa ini benar-benar bandara?" Klein mengangguk. "Ya, Ella. Selamat datang di Riverdale." "Lihat robot itu!" seru Bella, menunjuk ke arah robot pemandu terdekat. "Bisakah kita bicara dengannya?" Klein mengangguk, senyum tipis tersungging di bibirnya melihat antusiasme Bella. Mereka keluar dari bandara dan langsung disambut oleh sebuah limousine mewah. Sopir berseragam rapi membukakan pintu untuk mereka. Selama perjalanan menuju kediaman Lionheart, Bella dan Ella tak henti-hentinya berdecak kagum melihat pemandangan kota Riverdale. Gedun
Suasana tegang menyelimuti kediaman Lionheart. Para pelayan berlarian panik, sementara Cornelius berdiri tegang di depan kamar Klein. Bella dan Ella menangis tersedu-sedu, dipeluk erat oleh Helda yang berusaha menenangkan mereka."Kakek, apa Kak Klein akan baik-baik saja?" tanya Bella di sela isak tangisnya.Cornelius menghela napas berat. "Tenang, sayang. Kakek yakin Klein akan baik-baik saja." Meski berkata demikian, kekhawatiran jelas terpancar di wajahnya yang keriput.Tak lama kemudian, suara deru helikopter terdengar mendekat. Cornelius bergegas ke arah landasan helikopter pribadi keluarga Lionheart. Dari sana, turunlah sosok yang ditunggu-tunggu–Dokter Sun."Sun Simiao, terima kasih sudah datang secepat ini," sambut Cornelius dengan wajah lega.Dokter Sun mengangguk singkat. "Di mana Klein?"Tanpa basa-basi lebih lanjut, Cornelius mengantar Dokter Sun ke kamar Klein. Begitu memasuki ruangan, Dokter Sun langsung terkejut melihat kondisi Klein.Tubuh Klein terbaring kaku di atas
Klein menatap pecahan gelas di tangannya dengan tatapan bingung. Ia hanya merasa sedikit sakit meski beberapa pecahan kaca melukai telapak tangannya. Yang lebih mengejutkan, dalam waktu singkat, luka-luka kecil itu menutup dengan cepat, tidak meninggalkan bekas sedikit pun. "Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Klein, matanya tak lepas dari tangannya yang kini mulus tanpa luka. Ia mencoba mencubit kulitnya, dan ia merasa sedikit sakit, yang artinya ini bukan mimpi. Klein mengerutkan kening, kebingungan dengan perubahan drastis yang terjadi pada tubuhnya. Mengapa ia memiliki kekuatan sebesar ini? Dan bagaimana mungkin lukanya bisa sembuh secepat itu? Saat itulah Klein merasakan sesuatu yang hangat di dadanya. Ia menyentuh kalung giok naga pemberian kakeknya, merasakan energi aneh yang mengalir darinya. "Apakah ... apakah ini karena kau?" bisiknya pada kalung itu. Seolah menjawab pertanyaannya, kalung giok itu bersinar redup selama beberapa detik sebelum kembali normal. Klein t