Menyambut jumlah view tembus 1K, othor akan UP 3 bab hari ini. Di tunggu(◠‿・)—☆
Malam itu, di Paviliun Moon Lake, Klein sedang bersiap untuk kepulangannya ke Riverdale. Chester, Lina, Sarah, dan Olivia berkumpul di ruang tamu, mata mereka tak lepas dari sosok Klein yang berdiri di hadapan mereka. Namun, Klein yang mereka lihat kini sangat berbeda dari yang mereka kenal selama ini."Jadi ... kau adalah pewaris tunggal keluarga Lionheart?" tanya Chester, suaranya masih dipenuhi ketidakpercayaan.Klein mengangguk pelan. "Ya, itu benar.""Dan ... wajahmu yang selama ini ..." Lina tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, matanya masih terpaku pada wajah asli Klein yang kini terlihat tanpa cacat dan luar biasa tampan."Hanya penyamaran," jawab Klein singkat.Olivia, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Sebenarnya, ini semua mulai masuk akal sekarang. Semua rencanamu, setiap langkah yang kau ambil ... semuanya terlalu sempurna untuk dilakukan oleh orang biasa."Sarah mengangguk setuju. "Be
Setelah sekitar 20 menit penerbangan, pesawat akhirnya mendarat di Riverdale International Airport. Begitu keluar dari pesawat, Bella dan Ella kembali terkagum-kagum. Bandara Riverdale jauh lebih besar dan mewah dibandingkan bandara di Zephir. Lantai marmernya berkilau, layar-layar digital besar menampilkan jadwal penerbangan, dan robot-robot pemandu tersebar di berbagai sudut. "Wow," gumam Ella, matanya melebar melihat sekeliling. "Kak Klein, apa ini benar-benar bandara?" Klein mengangguk. "Ya, Ella. Selamat datang di Riverdale." "Lihat robot itu!" seru Bella, menunjuk ke arah robot pemandu terdekat. "Bisakah kita bicara dengannya?" Klein mengangguk, senyum tipis tersungging di bibirnya melihat antusiasme Bella. Mereka keluar dari bandara dan langsung disambut oleh sebuah limousine mewah. Sopir berseragam rapi membukakan pintu untuk mereka. Selama perjalanan menuju kediaman Lionheart, Bella dan Ella tak henti-hentinya berdecak kagum melihat pemandangan kota Riverdale. Gedun
Suasana tegang menyelimuti kediaman Lionheart. Para pelayan berlarian panik, sementara Cornelius berdiri tegang di depan kamar Klein. Bella dan Ella menangis tersedu-sedu, dipeluk erat oleh Helda yang berusaha menenangkan mereka."Kakek, apa Kak Klein akan baik-baik saja?" tanya Bella di sela isak tangisnya.Cornelius menghela napas berat. "Tenang, sayang. Kakek yakin Klein akan baik-baik saja." Meski berkata demikian, kekhawatiran jelas terpancar di wajahnya yang keriput.Tak lama kemudian, suara deru helikopter terdengar mendekat. Cornelius bergegas ke arah landasan helikopter pribadi keluarga Lionheart. Dari sana, turunlah sosok yang ditunggu-tunggu–Dokter Sun."Sun Simiao, terima kasih sudah datang secepat ini," sambut Cornelius dengan wajah lega.Dokter Sun mengangguk singkat. "Di mana Klein?"Tanpa basa-basi lebih lanjut, Cornelius mengantar Dokter Sun ke kamar Klein. Begitu memasuki ruangan, Dokter Sun langsung terkejut melihat kondisi Klein.Tubuh Klein terbaring kaku di atas
Klein menatap pecahan gelas di tangannya dengan tatapan bingung. Ia hanya merasa sedikit sakit meski beberapa pecahan kaca melukai telapak tangannya. Yang lebih mengejutkan, dalam waktu singkat, luka-luka kecil itu menutup dengan cepat, tidak meninggalkan bekas sedikit pun. "Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Klein, matanya tak lepas dari tangannya yang kini mulus tanpa luka. Ia mencoba mencubit kulitnya, dan ia merasa sedikit sakit, yang artinya ini bukan mimpi. Klein mengerutkan kening, kebingungan dengan perubahan drastis yang terjadi pada tubuhnya. Mengapa ia memiliki kekuatan sebesar ini? Dan bagaimana mungkin lukanya bisa sembuh secepat itu? Saat itulah Klein merasakan sesuatu yang hangat di dadanya. Ia menyentuh kalung giok naga pemberian kakeknya, merasakan energi aneh yang mengalir darinya. "Apakah ... apakah ini karena kau?" bisiknya pada kalung itu. Seolah menjawab pertanyaannya, kalung giok itu bersinar redup selama beberapa detik sebelum kembali normal. Klein t
"Lion's Roar Entertainment," jawab Cornelius. "Sebuah perusahaan besar di bidang hiburan. Perusahaan itu mengelola manajemen artis, produksi film, sinetron, iklan, show, dan juga memiliki stasiun televisi sendiri."Klein terdiam sejenak, mempertimbangkan tawaran kakeknya. Ia tahu ini bukan tugas mudah, tapi juga sebuah kesempatan untuk membuktikan diri."Baik, Kakek. Saya akan melakukannya," jawab Klein akhirnya.Cornelius mengangguk puas. "Bagus. Setelah sarapan, pergilah ke gedung Lion's Roar Entertainment. Temui CEO Lex, dia yang selama ini mengelola perusahaan itu."Selesai sarapan, Klein bersiap-siap untuk pergi ke kantor Lion's Roar Entertainment. Ia mengenakan setelan jas hitam yang elegan, membuatnya terlihat semakin menawan. Klein melangkah keluar kediaman Lionheart, di mana sebuah Ferrari merah yang familiar terparkir di halaman. Ia tersenyum tipis, mengingat bagaimana Victor memberikannya mobil ini di Zephir. Semalam
Klein mengikuti CEO Lex menuju ruangannya, meninggalkan Reo dan Manajer Park yang masih terpaku di lobi. Sepanjang perjalanan, Klein bisa merasakan tatapan kagum dan penasaran dari para karyawan yang mereka lewati. "Sekali lagi, saya minta maaf atas insiden tadi, Tuan Muda Lionheart," ujar CEO Lex sambil membuka pintu ruangannya. "Saya akan memastikan Reo dan Manajer Park mendapat sanksi yang setimpal." Klein menggeleng pelan. "Tidak perlu, CEO Lex. Kita punya hal yang lebih penting untuk dibicarakan." Ruangan CEO Lex luas dan mewah, dengan pemandangan kota yang menakjubkan dari jendela besar di belakang meja kerja. Klein duduk di kursi CEO, sementara Lex mengambil posisi di hadapannya, siap untuk memulai presentasi. "Baik, Tuan Muda. Saya sudah menyiapkan laporan kinerja perusahaan dalam beberapa bulan terakhir," ujar CEO Lex, menyalakan proyektor. "Dan juga rencana ke depan yang sudah kami siapkan." Klein mengangguk. "Silakan mulai, CEO Lex." CEO Lex memulai presentasinya,
Di sebuah asrama wanita Universitas Seni Nexopolis, seorang wanita berambut pendek coklat sedang menghela napas panjang sambil melihat layar ponselnya. Saldo rekeningnya menunjukkan angka yang membuat perutnya mulas–hanya tersisa 50 ribu. Padahal, deadline pembayaran SPP tinggal seminggu lagi. Lily White, gadis berusia 20 tahun ini, memiliki wajah yang cantik alami tanpa polesan make-up berlebihan. Matanya yang besar dan berwarna hazel memancarkan kepolosan yang memikat. Hidungnya mancung sempurna, bibirnya mungil dan merah alami. Kulitnya putih bersih, tampak lembut bagai sutra. Meski hanya mengenakan kaus longgar dan celana pendek, kecantikannya tetap terpancar. "Ayo dong TeckTock, jangan mengecewakanku malam ini," gumamnya, menggigit bibir dengan cemas. "Lily, kau masih hidup?" Cindy, teman sekamar berambut pirang, melongok dari balik buku tebalnya. "Atau jangan-jangan kau sudah menjadi hantu karena kelaparan?" Lily melempar bantal ke arah Cindy, yang dengan mudah menghi
Ruang chat langsung riuh: [SuperFan99]: WOAH! BRO TAMPAN&BERANI GILA! [LuckyCharm]: Crazy rich detected! Bro, tolong bayarin SPP-ku juga dong! [DancingQueen]: Bro Tampan&Berani, adopt me please! Aku bisa jadi anak yang baik! [CoffeeAddict]: Tampan&Berani is the new king! All hail King T&B! [SmileyFace]: Berlutut 1000 kali di hadapan Bro Tampan&Berani! *sujud* Lily sendiri terkejut dengan kejadian ini. Matanya melebar, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "A-astaga, Tampan&Berani... terima kasih banyak! Ini... ini terlalu berlebihan!" seru Lily, masih shock. Lily mengucek matanya, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "A-astaga, Tampan&Berani... ini beneran? Bukan mimpi kan?" Ia mencubit pipinya sendiri. "Aduh! Oke, bukan mimpi. Terima kasih banyak! Tapi ini ... ini terlalu berlebihan!" Berita tentang kemunculan 'Crazy Rich' di ruang live stream Lily menyebar dengan cepat. Para pengguna TeckTock berbondong-bondong masuk ke ruangan Lily, penasaran dengan apa yang terjadi.