Terima kasih Kak Ma Tibun dan Kak KP - Agus atas dukungan Gem-nya. oleh karena itu, besok saya UP 3 bab lagi Terima Kasih. (◠‿・)—☆
Di sebuah asrama wanita Universitas Seni Nexopolis, seorang wanita berambut pendek coklat sedang menghela napas panjang sambil melihat layar ponselnya. Saldo rekeningnya menunjukkan angka yang membuat perutnya mulas–hanya tersisa 50 ribu. Padahal, deadline pembayaran SPP tinggal seminggu lagi. Lily White, gadis berusia 20 tahun ini, memiliki wajah yang cantik alami tanpa polesan make-up berlebihan. Matanya yang besar dan berwarna hazel memancarkan kepolosan yang memikat. Hidungnya mancung sempurna, bibirnya mungil dan merah alami. Kulitnya putih bersih, tampak lembut bagai sutra. Meski hanya mengenakan kaus longgar dan celana pendek, kecantikannya tetap terpancar. "Ayo dong TeckTock, jangan mengecewakanku malam ini," gumamnya, menggigit bibir dengan cemas. "Lily, kau masih hidup?" Cindy, teman sekamar berambut pirang, melongok dari balik buku tebalnya. "Atau jangan-jangan kau sudah menjadi hantu karena kelaparan?" Lily melempar bantal ke arah Cindy, yang dengan mudah menghi
Ruang chat langsung riuh: [SuperFan99]: WOAH! BRO TAMPAN&BERANI GILA! [LuckyCharm]: Crazy rich detected! Bro, tolong bayarin SPP-ku juga dong! [DancingQueen]: Bro Tampan&Berani, adopt me please! Aku bisa jadi anak yang baik! [CoffeeAddict]: Tampan&Berani is the new king! All hail King T&B! [SmileyFace]: Berlutut 1000 kali di hadapan Bro Tampan&Berani! *sujud* Lily sendiri terkejut dengan kejadian ini. Matanya melebar, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "A-astaga, Tampan&Berani... terima kasih banyak! Ini... ini terlalu berlebihan!" seru Lily, masih shock. Lily mengucek matanya, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "A-astaga, Tampan&Berani... ini beneran? Bukan mimpi kan?" Ia mencubit pipinya sendiri. "Aduh! Oke, bukan mimpi. Terima kasih banyak! Tapi ini ... ini terlalu berlebihan!" Berita tentang kemunculan 'Crazy Rich' di ruang live stream Lily menyebar dengan cepat. Para pengguna TeckTock berbondong-bondong masuk ke ruangan Lily, penasaran dengan apa yang terjadi.
Pagi itu, Klein mengenakan setelan jas hitam elegan yang membuatnya terlihat semakin menawan. Ia berdiri di depan cermin besar di kamarnya, memastikan penampilannya sempurna. Hari ini, ia akan mengunjungi kediaman keluarga Lee untuk menemui Rina, tunangannya, sesuai yang ia janjikan padanya ketika di Zephir."Tuan Muda," panggil Helda dari balik pintu. "Mobil sudah siap."Klein mengangguk, meski Helda tidak bisa melihatnya. "Terima kasih, Bibi Helda. Aku akan segera turun."Sebelum meninggalkan kamar, Klein menatap kalung giok naga di lehernya. Batu itu berkilau lembut, seolah memberikan dukungan padanya. Klein tersenyum tipis, lalu melangkah keluar.Sepanjang perjalanan menuju kediaman Lee, Klein memikirkan strategi untuk menghadapi situasi yang mungkin terjadi. Ia tahu bahwa Rudy, adik Rina, akan berada di sana. Dan mengingat apa yang telah terjadi di Zephir, pertemuan mereka pasti akan penuh ketegangan.Mobil mewah Klein akhirnya tiba di depan gerbang megah kediaman Lee. Di sana,
Klein terdiam sejenak, pikirannya melayang ke kehidupan sebelumnya. Ia teringat bagaimana setelah ia menolak perjodohan dengan Rina, keluarga Lee akhirnya menjodohkan Rina dengan Richard Longbottom. Awalnya, pernikahan mereka tampak bahagia. Namun, tak lama kemudian, sifat asli Richard terungkap. Richard adalah playboy kelas kakap, gemar bermain wanita, menghabiskan uang untuk foya-foya dan hobi mengumpulkan barang seni. Lebih buruk lagi, dia suka mengasari Rina, baik secara fisik maupun mental. Puncaknya, Rina memergoki Richard berselingkuh dengan artis dari agensi milik keluarganya sendiri. Tak tahan dengan perlakuan suaminya, Rina akhirnya memutuskan untuk bunuh diri, meninggalkan dunia yang kejam ini di usia yang masih tergolong muda. Mengingat hal itu, Klein semakin yakin dengan keputusannya untuk menghentikan lamaran Richard. Ia tidak akan membiarkan Rina mengalami nasib yang sama di kehidupan ini. "Maaf," ujar Klein dengan suara tenang namun tegas. "Tapi saya tidak
Sore itu, Lily berdiri dengan gugup di pintu timur Universitas Seni Nexopolis. Gedung-gedung bergaya modern dengan sentuhan artistik menjulang di sekelilingnya. Lukisan-lukisan besar dan patung-patung unik menghiasi taman kampus, mencerminkan kreativitas mahasiswa seni yang belajar di sana. Udara dipenuhi aroma cat dan kayu dari studio-studio yang masih aktif meski hari sudah sore. Suara musik samar-samar terdengar dari gedung fakultas musik di kejauhan. Lily mengenakan dress putih selutut dengan detail renda di kerah dan lengan, menonjolkan lekuk tubuhnya yang indah namun tetap elegan. Riasan naturalnya menyempurnakan penampilannya yang sudah cantik. Rambut pendek coklatnya dibiarkan terurai, sesekali tertiup angin lembut. "Wow, Lily! Kau benar-benar serius dengan pertemuan ini ya?" komentar Cindy yang berdiri di sampingnya, mengenakan pakaian kasual–jeans biru dan kemeja putih polos. Lily tersenyum malu-malu, pipinya merona merah. "Tentu saja, Cin. Aku cukup penasaran dengan
Tepat saat Lily hendak menjawab tawaran Klein, sebuah truk pengangkut barang tiba-tiba menyalip Ferrari mereka dengan kecepatan tinggi, nyaris menyerempet sisi kanan mobil. Klein dengan sigap mengendalikan mobilnya, menghindari tabrakan yang hampir terjadi."Astaga!" Lily menjerit kaget, refleks mencengkeram dashboard mobil.Cindy di kursi belakang juga terlonjak. "Ya ampun, apa-apaan supir truk itu?!"Klein tetap tenang, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun meski jelas situasi tadi sangat berbahaya. Ia hanya melirik sekilas ke arah truk yang kini sudah melaju jauh di depan mereka."Kalian tidak apa-apa?" tanya Klein dengan nada datar, seolah kejadian tadi hanyalah hal sepele.Lily, masih dengan napas terengah, berusaha menenangkan diri. "Y-ya, kami baik-baik saja. Terima kasih, Kak Klein. Refleksmu luar biasa!""Benar," tambah Cindy, meski masih dengan nada skeptis. "Kau mengendalikan mobil ini seperti pembalap
Malam itu, ruang keluarga kediaman Lionheart dipenuhi suara tawa riang Bella dan Ella. Klein duduk di sofa besar, diapit oleh kedua gadis kecil itu. Mereka sedang menonton acara musik di televisi layar lebar."Lihat, Kak Klein! Itu Raven Whitefeather!" seru Bella dengan mata berbinar, menunjuk ke arah penyanyi wanita berambut hitam panjang yang sedang bernyanyi di panggung.Ella mengangguk antusias. "Dia cantik sekali! Dan suaranya merdu!"Klein menatap layar televisi dengan ekspresi datar, namun matanya menyiratkan ketertarikan. Raven Whitefeather memang memiliki suara yang indah dan penampilan yang memukau. Tidak heran jika Bella dan Ella terpesona padanya."Kak Klein," Ella menarik lengan baju Klein, "apa menurutmu kami bisa menjadi penyanyi seperti Raven suatu hari nanti?"Klein menoleh, menatap Ella dengan lembut. "Tentu saja bisa, jika kalian berusaha keras dan berlatih.""Benarkah?" Bella ikut antusias. "Tapi... apa Kakek akan mengizinkan?"Klein tersenyum tipis. "Kita bicarakan
Klein berdiri tenang di depan gerbang Lion's Pride Elementary School, menghadapi tatapan mencemooh dari wanita paruh baya berpenampilan glamor. Bella dan Ella, masih duduk di kursi belakang sepeda, saling berpandangan dengan bingung. "Apa kau tidak dengar apa yang kukatakan?" wanita itu berkata dengan nada tinggi. "Sekolah ini hanya untuk kalangan elit. Orang sepertimu tidak boleh masuk ke sini!" Wanita itu, yang kemudian diketahui bernama Nyonya Veronica, adalah istri seorang kepala polisi di Riverdale. Ia juga dikenal sebagai salah satu donatur tetap sekolah tersebut. Bisik-bisik mulai terdengar dari orang tua murid lain yang berkumpul di sekitar gerbang. Mereka melirik Klein dengan pandangan menilai dan merendahkan. "Lihat pakaiannya," bisik seorang ibu pada temannya. "Pasti dia orang miskin yang ingin menyusup." "Berani sekali dia membawa anak-anak ke sini," sahut yang lain. "Apa dia tidak tahu ini sekolah terbaik di Riverdale?" "Ssst, itu Nyonya Veronica," bisik seorang pr