Terima kasih Kak KP - Agus atas dukungan Gem-nya. Sesuai janji othor, kalau tidak hari Jum'at atau sabtu, Othor akan UP 3 bab. Di tunggu (◠‿・)—☆
Setelah insiden di depan gerbang Lion's Pride Elementary School, suasana di sekitar area sekolah masih dipenuhi bisik-bisik dan spekulasi. Klein, yang baru saja mengantar Bella dan Ella ke kelas mereka bersama Bu Evans, berjalan kembali menuju gerbang dengan langkah tenang. Ekspresinya tetap datar, seolah kejadian barusan hanyalah hal sepele baginya.Saat langkah Klein dan Bu Evans tiba di halaman depan sekolah, ia menoleh ke arah Bu Evans yang berjalan di sebelahnya.Guru muda itu tampak gelisah, matanya sesekali melirik ke arah Klein.Klein tersenyum tipis. "Bu Evans," panggilnya dengan suara datar.Bu Evans tersentak kaget. "Oh, Tuan Muda! A-ada yang bisa saya bantu?"Klein menggeleng pelan. "Tidak ada. Saya hanya ingin berterima kasih."Bu Evans menatap Klein dengan bingung. "Berterima kasih? Untuk apa, Tuan Muda?""Karena tetap bersikap baik dan profesional, meski mendapat tekanan seperti tadi," jawab Klein. Meski nada suaranya tetap datar, ada kilatan apresiasi di matanya.Bu E
Pria tua itu hanya tersenyum misterius sebelum berbalik dan berjalan pergi, seolah-olah tidak mendengar pertanyaan Klein. "Tunggu," ujar Klein, suaranya tetap tenang namun ada ketegasan di dalamnya. Namun pria tua itu terus berjalan, hingga akhirnya menghilang di balik gedung sekolah. Klein berdiri diam, matanya tetap tertuju pada tempat di mana pria tua itu menghilang. Meski dari luar ia terlihat tenang, di dalam benaknya berbagai pertanyaan mulai bermunculan. 'Leluhurku? Nama keluarga yang bukan Lionheart?' pikir Klein. 'Apa maksudnya?' Setelah beberapa saat, Klein akhirnya menggelengkan kepalanya pelan. Ia tahu, saat ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu. Ada banyak hal lain yang harus ia urus. Klein menaiki sepedanya dan mulai mengayuh keluar dari area sekolah. Sepanjang perjalanan pulang, pikirannya masih dipenuhi oleh perkataan misterius pria tua itu. Setibanya di kediaman Lionheart, Klein segera berganti pakaian. Ia mengenakan setelan jas hitam elegan yang
Tiga hari berlalu sejak Klein berjanji akan membawa Bella dan Ella ke konser Raven Whitefeather.Pagi itu, Klein duduk di ruang kerjanya, matanya terfokus pada laporan yang baru saja diserahkan oleh Helda."Maafkan saya, Tuan Muda," ujar Helda dengan nada menyesal. "Saya sudah berusaha mencari informasi tentang Luther Brownbear atau Mr. Brown di Riverdale seperti yang Anda minta tiga hari lalu, tapi hasilnya nihil. Seolah-olah Mr. Brown tidak pernah ada di kota ini."Klein mengangguk pelan, ekspresinya tetap datar meski ada kilatan keingintahuan di matanya. "Tidak apa-apa, Bibi Helda. Terima kasih atas usahamu."Setelah Helda undur diri, Klein menatap ke luar jendela, pikirannya menerawang.Misteri tentang Mr. Bro
Tepuk tangan riuh memenuhi Nexopolis Hall saat Raven Whitefeather mengakhiri lagu terakhirnya.Penyanyi berambut hitam itu membungkuk anggun, senyum lebar menghiasi wajahnya yang cantik. "Terima kasih, Riverdale! Kalian luar biasa!" serunya sebelum melangkah ke belakang panggung.Di ruangan VVIP, Bella dan Ella masih melompat-lompat kegirangan, wajah mereka berseri-seri penuh kegembiraan.Klein berdiri, menatap kedua gadis kecil itu dengan senyum tipis. "Sudah puas menonton konsernya?" tanyanya."Puas sekali, Kak!" seru Bella.Ella mengangguk cepat. "Kak Raven keren banget! Suaranya bagus, penampilannya juga keren!"Klein mengangguk. "Bagus kalau begitu. Sekarang, ayo
Klein tetap tenang, tidak menunjukkan reaksi apa pun terhadap kata-kata Killian. Bella dan Ella, merasakan ketegangan di udara, secara naluriah mendekat ke arah Klein. "Killian," ujar Raven dengan nada memperingatkan. "Jangan kasar. Mereka tamuku." Killian mendengus. "Ayolah, Raven. Lihat mereka. Mana mungkin orang seperti ini bisa membeli tiket Platinum VVIP? Satu tiket harganya 100 juta, ingat?" "Itu benar," jawab Raven tegas. "Dan mereka membelinya. Tiga tiket, total 300 juta." Mata Killian melebar sejenak, sebelum kembali menyipit dengan tatapan tidak percaya. Ia berjalan mendekati Klein, berdiri tepat di hadapannya dengan sikap mengintimidasi. "Hei, kau," ujar Killian kasar. "Bagaimana bisa orang sepertimu punya uang sebanyak itu? Apa kau mencurinya?" Klein menatap Killian tanpa ekspresi. "Itu bukan urusanmu." Jawaban singkat Klein membuat wajah Killian memerah karena marah. "Kau! Berani-beraninya kau bicara seperti itu padaku! Apa kau tahu siapa aku?" "Killian, hentikan,"
Keesokan paginya setelah konser Raven Whitefeather, Klein duduk di ruang kerjanya di kediaman Lionheart. Wajahnya tetap tenang, namun ada kilatan serius di matanya saat ia memanggil Helda. "Bibi Helda," ujarnya dengan nada datar, "aku ingin kau menyelidiki Raven Whitefeather. Cari tahu semua yang bisa kau temukan tentangnya, terutama hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya." Helda mengangguk patuh. "Baik, Tuan Muda. Ada hal khusus yang harus saya perhatikan?" Klein terdiam sejenak, mengingat kembali insiden semalam. "Ya, cari tahu tentang hubungannya dengan pria bernama Killian. Aku curiga ada sesuatu yang tidak beres di sana." "Saya mengerti, Tuan Muda. Akan saya laksanakan segera," jawab Helda. Namun, sebelum ia undur diri, wanita paruh baya itu teringat sesuatu. "Oh, dan ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan, Tuan Muda." Klein mengangkat alisnya sedikit, menunggu Helda melanjutkan. "Anda mendapat undangan untuk menghadiri pesta makan malam di atas kapal pesiar mewah
"Halo, Raven," sapa Klein dengan suara tenang. "Ada yang bisa kubantu?" Suara merdu Raven terdengar dari seberang telepon, sedikit gugup namun tetap ceria. "Oh, Klein! Aku ... aku hanya ingin berterima kasih lagi atas donasimu kemarin. Itu sangat berarti bagi banyak anak-anak yang tidak mampu bersekolah." Klein tersenyum tipis. "Sama-sama, Raven. Aku senang bisa membantu." Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan perkataannya. "Ngomong-ngomong, apa kau ada acara malam ini?" "Malam ini?" Raven terdengar sedikit terkejut. "Tidak, aku tidak ada acara. Kenapa?" "Aku mendapat undangan ke pesta makan malam di atas kapal pesiar Morrow's Sea. Apa kau mau menemaniku?" Hening sejenak di seberang telepon. Klein bisa membayangkan ekspresi terkejut Raven saat ini. Memang, ini tidak seperti biasanya Klein berinisiatif mengajak seorang wanita pergi ke pesta, apalagi wanita yang belum terlalu dikenalnya. Namun, Klein membutuhkan teman. Ia sangat jarang mengikuti pesta-pesta seperti ini, yang membua
Klein dan Raven menoleh, mendapati seorang pria berambut pira dengan tindik di hidungnya, berjalan cepat ke arah mereka. Wajahnya tampak merah padam, penuh amarah."K-Killian?" Raven tergagap, secara naluriah melangkah mundur.Killian berhenti tepat di hadapan mereka, matanya menatap nyalang ke arah Raven. "Kau bilang kau sakit dan tidak bisa datang ke pesta ini bersamaku. Tapi lihat sekarang, kau malah datang dengan pria lain!"Keributan ini menarik perhatian para tamu lain. Bisik-bisik mulai terdengar di sekeliling mereka, suara-suara penuh keingintahuan dan spekulasi memenuhi udara."Siapa pasangan yang berselisih tengan Tuan Muda Killian itu?" "Bukankah itu Raven Whitefeather, penyanyi terkenal itu?""Apa yang sebenarnya terjadi?""Kau tidak tahu? Killian menaruh hati pada Nona Raven. Dan kini, wanita itu sedang bersama pria lain!""Lihat pria di samping Raven itu. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya, tapi dia tampan sekali."Klein tetap tenang, matanya menatap lurus ke arah K