"Eric, kau sudah tua, mengapa mencari ribut dengan yang lebih muda?" Suara berat dan penuh wibawa itu memecah ketegangan yang menyelimuti ruangan.Semua mata tertuju pada seorang pria paruh baya dengan kepala pelontos yang baru saja bergabung dalam kerumunan.Meski wajahnya sudah dipenuhi keriput, namun kewibawaannya masih terpancar kuat. Matanya yang tajam memancarkan aura intimidasi, seakan dia adalah seorang jenderal yang baru saja kembali dari medan perang.Eric Longbottom menoleh cepat, matanya menyipit saat melihat sosok yang baru saja berbicara. "Charles Steele! Mengapa kau ikut campur dalam urusanku?!" geramnya. "Apakah kau memilih untuk melawan Longbottom?"Charles Steele hanya tersenyum tipis, seolah ancaman Eric tak lebih dari lelucon baginya. Ia melangkah maju dengan tenang, matanya melirik sekilas ke arah Klein yang masih berdiri tegak di depan Raven."Apa kau yakin akan tetap melawannya setelah tahu identitas pemuda ini?" tanya Charles, senyum usil tersungging di bibirny
"Bangunlah," ujar Klein singkat, suaranya dingin dan tegas. "Saya harap kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi." Ia menatap Eric dan Killian dengan tatapan tajam. "Dan saya rasa kalian berhutang permintaan maaf pada Nona Raven." Eric dan Killian saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya berpaling ke arah Raven yang masih berdiri di belakang Klein. "Kami ... minta maaf atas perilaku kami, Nona Raven," ujar Eric dengan suara bergetar, diikuti anggukan kaku dari Killian. Setelah meminta maaf, Eric dan Killian segera menegakkan tubuh mereka. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, keduanya langsung berbalik dan bergegas meninggalkan ruangan, diikuti oleh tatapan heran dan kasihan dari para tamu lainnya. Setelah kepergian Eric dan Killian, suasana pesta perlahan kembali normal. Para tamu mulai kembali pada percakapan mereka, meski sesekali masih melirik ke arah Klein dengan penuh rasa ingin tahu. Klein berbalik menghadap Raven yang masih berdiri terpaku di belakangnya. "
Charles Steele tersenyum misterius, matanya berkilat penuh arti. "Nah, Klein, ada hal lain yang ingin kusampaikan padamu."Klein mengangguk singkat, ekspresinya tetap datar meski ada kilatan rasa ingin tahu di matanya. "Apa itu, Tuan Steele?"Charles menyandarkan tubuhnya ke kursi, jemarinya mengetuk-ngetuk lengan kursi dengan irama pelan. "Kau tahu, Klein, dunia bisnis di Riverdale ini penuh dengan intrik dan persaingan. Tidak semua orang senang dengan kembalinya pewaris Lionheart."Klein mendengarkan dengan seksama, wajahnya tak menunjukkan emosi apa pun. Namun, di dalam hatinya, ia merasakan kewaspadaan yang meningkat."Apa maksud Anda, Tuan Steele?" tanya Klein, suaranya tetap tenang.Charles menghela napas panjang. "Maksudku, kau harus berhati-hati, anak muda. Ada beberapa pihak yang mungkin akan mencoba menjatuhkanmu. Tapi," ia tersenyum lagi, "kau juga punya sekutu. Salah satunya adalah putraku, Xavier."Klein mengangkat alisnya sedikit. "Putra Anda?""Ya," Charles mengangguk. "
"Bagaimana menurutmu, Tuan Muda Lionheart? Apakah kau bersedia mengikuti permainanku?" Suara berat seorang pria tiba-tiba menggantikan isak tangis wanita yang sebelumnya terdengar di telepon.Klein merasakan darahnya berdesir. Suara itu, meski hanya pernah didengarnya beberapa kali, masih terngiang jelas dalam ingatannya."Mr. Brown ..." ujarnya dingin, berusaha menjaga nada suaranya tetap datar meski amarah mulai bergejolak dalam dadanya. "Apa yang kau lakukan pada Lina?"Tawa rendah Mr. Brown terdengar dari seberang telepon. "Wow, hebat sekali kau bisa menebak siapa dia hanya dari suaranya. Tidak heran kau bisa menghancurkan bisniku di Zephir dengan begitu mudah."Klein tetap diam, menunggu Mr. Brown melanjutkan kata-katanya. Ia tahu, setiap detik berharga untuk
Senja mulai turun saat rombongan Klein tiba di depan gedung apartemen terbengkalai. Bangunan lima lantai itu menjulang seperti monster batu yang siap menelan mereka bulat-bulat. Cat kusam yang mengelupas dan jendela-jendela pecah memberikan kesan angker yang mencekam. Angin dingin berhembus, membawa aroma bahaya yang pekat. Klein turun dari mobilnya yang terparkir di barisan paling belakang. Matanya yang tajam memindai area sekitar, merasakan ancaman yang mengintai dari setiap sudut gedung. Di belakangnya, ada seratus pengawal Lionheart, dan seratus pengawal dari perusahaan Sentinel Prime Service milik Charles. Kedua ratus pengawal itu berbaris rapi, waspada dan siap bertempur. Tidak hanya pengawal, Klein juga telah mempersiapkan tim medis dan beberapa ambulan, berjaga-jaga jika ada korban jiwa. Sonny, kepala pengawal Klein, menghampiri dengan wajah serius. "Tuan Muda, area sudah diamankan. Tapi ada yang aneh. Semua akses langsung ke lantai atas telah diblokir. Hanya ada sat
"Bagaimana Tuan Muda?" Sonny melihat ke arah Klein. "Apa kita tetap maju bersama-sama?""Kita akan masuk bersama," ujar Klein tegas. "Mr. Brown ingin memecah belah kita, tapi kita lebih kuat saat bersatu."Mereka melangkah masuk ke labirin. Di tiap belokan, jebakan mematikan menanti. Lantai yang tiba-tiba menghilang, dinding yang bergerak menghimpit, gas beracun yang menyembur tiba-tiba. Satu per satu anggota tim mereka gugur dalam jeritan memilukan.Klein yang awalnya berdiri di tengah formasi, kini lambat laun berdiri mendekati tim paling depan. Ia terus berjalan penuh waspada, matanya tajam mengawasi setiap detail. Ia tahu nyawa timnya ada di tangannya. Setiap kematian terasa seperti belati yang menusuk jantungnya, namun ia tetap mempertahankan wajah dinginnya.Setelah perjuangan berdarah, mereka akhirnya mencapai akhir labirin. Di sana, sebuah pintu besi menghadang dengan tulisan:"Selamat, Tuan Muda. Kau telah mem
Lantai empat menyambut Klein dengan pemandangan yang lebih mengerikan. Ruangan itu dipenuhi dengan berbagai alat penyiksaan. Di ujung ruangan, seorang pria terikat di sebuah kursi."Ah, Tuan Muda," sapa pria itu dengan suara gemetar. "Akhirnya kau datang."Klein mengenali pria itu. Dia adalah salah satu pengawal senior Lionheart Group, Alex."Apa yang terjadi?" tanya Klein, suaranya tetap tenang meski jantungnya berdegup kencang."Mereka … mereka semua menangkapku dan menyiksaku," jawab Alex. "Dia ingin informasi tentangmu dan keluarga Lionheart. Tapi aku tidak memberitahunya apa pun."Klein mengangguk pelan. "Kau sudah melakukan tugasmu dengan baik.""Ah, sungguh mengharukan," suara Mr. Brown kembali terdengar. "Tapi Tuan Muda, permainan belum selesai. Kau punya dua pilihan sekarang. Bunuh pengawal setiamu ini dan kau bisa langsung naik ke lantai lima. Atau... kau bisa mencoba menyelamatkannya. Tapi ingat, setiap keput
Dengan refleks yang luar biasa, Klein berhasil mempertahankan keseimbangannya. Ia menarik napas dalam, menenangkan detak jantungnya yang berpacu. "Wah, wah, hampir saja," komentar Mr. Brown. "Sayang sekali kau tidak jatuh. Itu pasti akan menjadi tontonan yang menarik." Klein mengabaikan komentar itu dan melanjutkan langkahnya. Dua langkah... satu langkah... Akhirnya, ia berhasil mencapai Lina. Tanpa membuang waktu, Klein segera melepaskan ikatan Lina. "Klein, syukurlah kau berhasil," isak Lina, memeluk Klein erat begitu ikatannya terlepas. Klein membalas pelukan itu singkat sebelum melepaskannya. "Kita harus segera pergi dari sini," ujarnya tenang. Namun, baru beberapa langkah mereka meninggalkan area lantai yang retak, suara tepuk tangan terdengar. Dari balik bayangan, muncul sosok pria berjanggut dengan kacamata gelap. Pria itu memancarkan aura penuh wibawa, seakan dia seorang presiden. "Bravo, Tuan Muda Lionheart," ujar pria itu, senyum kejam tersungging di bibirnya