Tepuk tangan riuh memenuhi Nexopolis Hall saat Raven Whitefeather mengakhiri lagu terakhirnya.
Penyanyi berambut hitam itu membungkuk anggun, senyum lebar menghiasi wajahnya yang cantik. "Terima kasih, Riverdale! Kalian luar biasa!" serunya sebelum melangkah ke belakang panggung.
Di ruangan VVIP, Bella dan Ella masih melompat-lompat kegirangan, wajah mereka berseri-seri penuh kegembiraan.
Klein berdiri, menatap kedua gadis kecil itu dengan senyum tipis. "Sudah puas menonton konsernya?" tanyanya.
"Puas sekali, Kak!" seru Bella.
Ella mengangguk cepat. "Kak Raven keren banget! Suaranya bagus, penampilannya juga keren!"
Klein mengangguk. "Bagus kalau begitu. Sekarang, ayo
Klein tetap tenang, tidak menunjukkan reaksi apa pun terhadap kata-kata Killian. Bella dan Ella, merasakan ketegangan di udara, secara naluriah mendekat ke arah Klein. "Killian," ujar Raven dengan nada memperingatkan. "Jangan kasar. Mereka tamuku." Killian mendengus. "Ayolah, Raven. Lihat mereka. Mana mungkin orang seperti ini bisa membeli tiket Platinum VVIP? Satu tiket harganya 100 juta, ingat?" "Itu benar," jawab Raven tegas. "Dan mereka membelinya. Tiga tiket, total 300 juta." Mata Killian melebar sejenak, sebelum kembali menyipit dengan tatapan tidak percaya. Ia berjalan mendekati Klein, berdiri tepat di hadapannya dengan sikap mengintimidasi. "Hei, kau," ujar Killian kasar. "Bagaimana bisa orang sepertimu punya uang sebanyak itu? Apa kau mencurinya?" Klein menatap Killian tanpa ekspresi. "Itu bukan urusanmu." Jawaban singkat Klein membuat wajah Killian memerah karena marah. "Kau! Berani-beraninya kau bicara seperti itu padaku! Apa kau tahu siapa aku?" "Killian, hentikan,"
Keesokan paginya setelah konser Raven Whitefeather, Klein duduk di ruang kerjanya di kediaman Lionheart. Wajahnya tetap tenang, namun ada kilatan serius di matanya saat ia memanggil Helda. "Bibi Helda," ujarnya dengan nada datar, "aku ingin kau menyelidiki Raven Whitefeather. Cari tahu semua yang bisa kau temukan tentangnya, terutama hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya." Helda mengangguk patuh. "Baik, Tuan Muda. Ada hal khusus yang harus saya perhatikan?" Klein terdiam sejenak, mengingat kembali insiden semalam. "Ya, cari tahu tentang hubungannya dengan pria bernama Killian. Aku curiga ada sesuatu yang tidak beres di sana." "Saya mengerti, Tuan Muda. Akan saya laksanakan segera," jawab Helda. Namun, sebelum ia undur diri, wanita paruh baya itu teringat sesuatu. "Oh, dan ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan, Tuan Muda." Klein mengangkat alisnya sedikit, menunggu Helda melanjutkan. "Anda mendapat undangan untuk menghadiri pesta makan malam di atas kapal pesiar mewah
"Halo, Raven," sapa Klein dengan suara tenang. "Ada yang bisa kubantu?" Suara merdu Raven terdengar dari seberang telepon, sedikit gugup namun tetap ceria. "Oh, Klein! Aku ... aku hanya ingin berterima kasih lagi atas donasimu kemarin. Itu sangat berarti bagi banyak anak-anak yang tidak mampu bersekolah." Klein tersenyum tipis. "Sama-sama, Raven. Aku senang bisa membantu." Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan perkataannya. "Ngomong-ngomong, apa kau ada acara malam ini?" "Malam ini?" Raven terdengar sedikit terkejut. "Tidak, aku tidak ada acara. Kenapa?" "Aku mendapat undangan ke pesta makan malam di atas kapal pesiar Morrow's Sea. Apa kau mau menemaniku?" Hening sejenak di seberang telepon. Klein bisa membayangkan ekspresi terkejut Raven saat ini. Memang, ini tidak seperti biasanya Klein berinisiatif mengajak seorang wanita pergi ke pesta, apalagi wanita yang belum terlalu dikenalnya. Namun, Klein membutuhkan teman. Ia sangat jarang mengikuti pesta-pesta seperti ini, yang membua
Klein dan Raven menoleh, mendapati seorang pria berambut pira dengan tindik di hidungnya, berjalan cepat ke arah mereka. Wajahnya tampak merah padam, penuh amarah."K-Killian?" Raven tergagap, secara naluriah melangkah mundur.Killian berhenti tepat di hadapan mereka, matanya menatap nyalang ke arah Raven. "Kau bilang kau sakit dan tidak bisa datang ke pesta ini bersamaku. Tapi lihat sekarang, kau malah datang dengan pria lain!"Keributan ini menarik perhatian para tamu lain. Bisik-bisik mulai terdengar di sekeliling mereka, suara-suara penuh keingintahuan dan spekulasi memenuhi udara."Siapa pasangan yang berselisih tengan Tuan Muda Killian itu?" "Bukankah itu Raven Whitefeather, penyanyi terkenal itu?""Apa yang sebenarnya terjadi?""Kau tidak tahu? Killian menaruh hati pada Nona Raven. Dan kini, wanita itu sedang bersama pria lain!""Lihat pria di samping Raven itu. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya, tapi dia tampan sekali."Klein tetap tenang, matanya menatap lurus ke arah K
"Eric, kau sudah tua, mengapa mencari ribut dengan yang lebih muda?" Suara berat dan penuh wibawa itu memecah ketegangan yang menyelimuti ruangan.Semua mata tertuju pada seorang pria paruh baya dengan kepala pelontos yang baru saja bergabung dalam kerumunan.Meski wajahnya sudah dipenuhi keriput, namun kewibawaannya masih terpancar kuat. Matanya yang tajam memancarkan aura intimidasi, seakan dia adalah seorang jenderal yang baru saja kembali dari medan perang.Eric Longbottom menoleh cepat, matanya menyipit saat melihat sosok yang baru saja berbicara. "Charles Steele! Mengapa kau ikut campur dalam urusanku?!" geramnya. "Apakah kau memilih untuk melawan Longbottom?"Charles Steele hanya tersenyum tipis, seolah ancaman Eric tak lebih dari lelucon baginya. Ia melangkah maju dengan tenang, matanya melirik sekilas ke arah Klein yang masih berdiri tegak di depan Raven."Apa kau yakin akan tetap melawannya setelah tahu identitas pemuda ini?" tanya Charles, senyum usil tersungging di bibirny
"Bangunlah," ujar Klein singkat, suaranya dingin dan tegas. "Saya harap kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi." Ia menatap Eric dan Killian dengan tatapan tajam. "Dan saya rasa kalian berhutang permintaan maaf pada Nona Raven." Eric dan Killian saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya berpaling ke arah Raven yang masih berdiri di belakang Klein. "Kami ... minta maaf atas perilaku kami, Nona Raven," ujar Eric dengan suara bergetar, diikuti anggukan kaku dari Killian. Setelah meminta maaf, Eric dan Killian segera menegakkan tubuh mereka. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, keduanya langsung berbalik dan bergegas meninggalkan ruangan, diikuti oleh tatapan heran dan kasihan dari para tamu lainnya. Setelah kepergian Eric dan Killian, suasana pesta perlahan kembali normal. Para tamu mulai kembali pada percakapan mereka, meski sesekali masih melirik ke arah Klein dengan penuh rasa ingin tahu. Klein berbalik menghadap Raven yang masih berdiri terpaku di belakangnya. "
Charles Steele tersenyum misterius, matanya berkilat penuh arti. "Nah, Klein, ada hal lain yang ingin kusampaikan padamu."Klein mengangguk singkat, ekspresinya tetap datar meski ada kilatan rasa ingin tahu di matanya. "Apa itu, Tuan Steele?"Charles menyandarkan tubuhnya ke kursi, jemarinya mengetuk-ngetuk lengan kursi dengan irama pelan. "Kau tahu, Klein, dunia bisnis di Riverdale ini penuh dengan intrik dan persaingan. Tidak semua orang senang dengan kembalinya pewaris Lionheart."Klein mendengarkan dengan seksama, wajahnya tak menunjukkan emosi apa pun. Namun, di dalam hatinya, ia merasakan kewaspadaan yang meningkat."Apa maksud Anda, Tuan Steele?" tanya Klein, suaranya tetap tenang.Charles menghela napas panjang. "Maksudku, kau harus berhati-hati, anak muda. Ada beberapa pihak yang mungkin akan mencoba menjatuhkanmu. Tapi," ia tersenyum lagi, "kau juga punya sekutu. Salah satunya adalah putraku, Xavier."Klein mengangkat alisnya sedikit. "Putra Anda?""Ya," Charles mengangguk. "
"Bagaimana menurutmu, Tuan Muda Lionheart? Apakah kau bersedia mengikuti permainanku?" Suara berat seorang pria tiba-tiba menggantikan isak tangis wanita yang sebelumnya terdengar di telepon.Klein merasakan darahnya berdesir. Suara itu, meski hanya pernah didengarnya beberapa kali, masih terngiang jelas dalam ingatannya."Mr. Brown ..." ujarnya dingin, berusaha menjaga nada suaranya tetap datar meski amarah mulai bergejolak dalam dadanya. "Apa yang kau lakukan pada Lina?"Tawa rendah Mr. Brown terdengar dari seberang telepon. "Wow, hebat sekali kau bisa menebak siapa dia hanya dari suaranya. Tidak heran kau bisa menghancurkan bisniku di Zephir dengan begitu mudah."Klein tetap diam, menunggu Mr. Brown melanjutkan kata-katanya. Ia tahu, setiap detik berharga untuk
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte