Tiga hari berlalu sejak Klein berjanji akan membawa Bella dan Ella ke konser Raven Whitefeather.
Pagi itu, Klein duduk di ruang kerjanya, matanya terfokus pada laporan yang baru saja diserahkan oleh Helda.
"Maafkan saya, Tuan Muda," ujar Helda dengan nada menyesal. "Saya sudah berusaha mencari informasi tentang Luther Brownbear atau Mr. Brown di Riverdale seperti yang Anda minta tiga hari lalu, tapi hasilnya nihil. Seolah-olah Mr. Brown tidak pernah ada di kota ini."
Klein mengangguk pelan, ekspresinya tetap datar meski ada kilatan keingintahuan di matanya. "Tidak apa-apa, Bibi Helda. Terima kasih atas usahamu."
Setelah Helda undur diri, Klein menatap ke luar jendela, pikirannya menerawang.
Misteri tentang Mr. Bro
Tepuk tangan riuh memenuhi Nexopolis Hall saat Raven Whitefeather mengakhiri lagu terakhirnya.Penyanyi berambut hitam itu membungkuk anggun, senyum lebar menghiasi wajahnya yang cantik. "Terima kasih, Riverdale! Kalian luar biasa!" serunya sebelum melangkah ke belakang panggung.Di ruangan VVIP, Bella dan Ella masih melompat-lompat kegirangan, wajah mereka berseri-seri penuh kegembiraan.Klein berdiri, menatap kedua gadis kecil itu dengan senyum tipis. "Sudah puas menonton konsernya?" tanyanya."Puas sekali, Kak!" seru Bella.Ella mengangguk cepat. "Kak Raven keren banget! Suaranya bagus, penampilannya juga keren!"Klein mengangguk. "Bagus kalau begitu. Sekarang, ayo
Klein tetap tenang, tidak menunjukkan reaksi apa pun terhadap kata-kata Killian. Bella dan Ella, merasakan ketegangan di udara, secara naluriah mendekat ke arah Klein. "Killian," ujar Raven dengan nada memperingatkan. "Jangan kasar. Mereka tamuku." Killian mendengus. "Ayolah, Raven. Lihat mereka. Mana mungkin orang seperti ini bisa membeli tiket Platinum VVIP? Satu tiket harganya 100 juta, ingat?" "Itu benar," jawab Raven tegas. "Dan mereka membelinya. Tiga tiket, total 300 juta." Mata Killian melebar sejenak, sebelum kembali menyipit dengan tatapan tidak percaya. Ia berjalan mendekati Klein, berdiri tepat di hadapannya dengan sikap mengintimidasi. "Hei, kau," ujar Killian kasar. "Bagaimana bisa orang sepertimu punya uang sebanyak itu? Apa kau mencurinya?" Klein menatap Killian tanpa ekspresi. "Itu bukan urusanmu." Jawaban singkat Klein membuat wajah Killian memerah karena marah. "Kau! Berani-beraninya kau bicara seperti itu padaku! Apa kau tahu siapa aku?" "Killian, hentikan,"
Keesokan paginya setelah konser Raven Whitefeather, Klein duduk di ruang kerjanya di kediaman Lionheart. Wajahnya tetap tenang, namun ada kilatan serius di matanya saat ia memanggil Helda. "Bibi Helda," ujarnya dengan nada datar, "aku ingin kau menyelidiki Raven Whitefeather. Cari tahu semua yang bisa kau temukan tentangnya, terutama hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya." Helda mengangguk patuh. "Baik, Tuan Muda. Ada hal khusus yang harus saya perhatikan?" Klein terdiam sejenak, mengingat kembali insiden semalam. "Ya, cari tahu tentang hubungannya dengan pria bernama Killian. Aku curiga ada sesuatu yang tidak beres di sana." "Saya mengerti, Tuan Muda. Akan saya laksanakan segera," jawab Helda. Namun, sebelum ia undur diri, wanita paruh baya itu teringat sesuatu. "Oh, dan ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan, Tuan Muda." Klein mengangkat alisnya sedikit, menunggu Helda melanjutkan. "Anda mendapat undangan untuk menghadiri pesta makan malam di atas kapal pesiar mewah
"Halo, Raven," sapa Klein dengan suara tenang. "Ada yang bisa kubantu?" Suara merdu Raven terdengar dari seberang telepon, sedikit gugup namun tetap ceria. "Oh, Klein! Aku ... aku hanya ingin berterima kasih lagi atas donasimu kemarin. Itu sangat berarti bagi banyak anak-anak yang tidak mampu bersekolah." Klein tersenyum tipis. "Sama-sama, Raven. Aku senang bisa membantu." Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan perkataannya. "Ngomong-ngomong, apa kau ada acara malam ini?" "Malam ini?" Raven terdengar sedikit terkejut. "Tidak, aku tidak ada acara. Kenapa?" "Aku mendapat undangan ke pesta makan malam di atas kapal pesiar Morrow's Sea. Apa kau mau menemaniku?" Hening sejenak di seberang telepon. Klein bisa membayangkan ekspresi terkejut Raven saat ini. Memang, ini tidak seperti biasanya Klein berinisiatif mengajak seorang wanita pergi ke pesta, apalagi wanita yang belum terlalu dikenalnya. Namun, Klein membutuhkan teman. Ia sangat jarang mengikuti pesta-pesta seperti ini, yang membua
Klein dan Raven menoleh, mendapati seorang pria berambut pira dengan tindik di hidungnya, berjalan cepat ke arah mereka. Wajahnya tampak merah padam, penuh amarah."K-Killian?" Raven tergagap, secara naluriah melangkah mundur.Killian berhenti tepat di hadapan mereka, matanya menatap nyalang ke arah Raven. "Kau bilang kau sakit dan tidak bisa datang ke pesta ini bersamaku. Tapi lihat sekarang, kau malah datang dengan pria lain!"Keributan ini menarik perhatian para tamu lain. Bisik-bisik mulai terdengar di sekeliling mereka, suara-suara penuh keingintahuan dan spekulasi memenuhi udara."Siapa pasangan yang berselisih tengan Tuan Muda Killian itu?" "Bukankah itu Raven Whitefeather, penyanyi terkenal itu?""Apa yang sebenarnya terjadi?""Kau tidak tahu? Killian menaruh hati pada Nona Raven. Dan kini, wanita itu sedang bersama pria lain!""Lihat pria di samping Raven itu. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya, tapi dia tampan sekali."Klein tetap tenang, matanya menatap lurus ke arah K
"Eric, kau sudah tua, mengapa mencari ribut dengan yang lebih muda?" Suara berat dan penuh wibawa itu memecah ketegangan yang menyelimuti ruangan.Semua mata tertuju pada seorang pria paruh baya dengan kepala pelontos yang baru saja bergabung dalam kerumunan.Meski wajahnya sudah dipenuhi keriput, namun kewibawaannya masih terpancar kuat. Matanya yang tajam memancarkan aura intimidasi, seakan dia adalah seorang jenderal yang baru saja kembali dari medan perang.Eric Longbottom menoleh cepat, matanya menyipit saat melihat sosok yang baru saja berbicara. "Charles Steele! Mengapa kau ikut campur dalam urusanku?!" geramnya. "Apakah kau memilih untuk melawan Longbottom?"Charles Steele hanya tersenyum tipis, seolah ancaman Eric tak lebih dari lelucon baginya. Ia melangkah maju dengan tenang, matanya melirik sekilas ke arah Klein yang masih berdiri tegak di depan Raven."Apa kau yakin akan tetap melawannya setelah tahu identitas pemuda ini?" tanya Charles, senyum usil tersungging di bibirny
"Bangunlah," ujar Klein singkat, suaranya dingin dan tegas. "Saya harap kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi." Ia menatap Eric dan Killian dengan tatapan tajam. "Dan saya rasa kalian berhutang permintaan maaf pada Nona Raven." Eric dan Killian saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya berpaling ke arah Raven yang masih berdiri di belakang Klein. "Kami ... minta maaf atas perilaku kami, Nona Raven," ujar Eric dengan suara bergetar, diikuti anggukan kaku dari Killian. Setelah meminta maaf, Eric dan Killian segera menegakkan tubuh mereka. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, keduanya langsung berbalik dan bergegas meninggalkan ruangan, diikuti oleh tatapan heran dan kasihan dari para tamu lainnya. Setelah kepergian Eric dan Killian, suasana pesta perlahan kembali normal. Para tamu mulai kembali pada percakapan mereka, meski sesekali masih melirik ke arah Klein dengan penuh rasa ingin tahu. Klein berbalik menghadap Raven yang masih berdiri terpaku di belakangnya. "
Charles Steele tersenyum misterius, matanya berkilat penuh arti. "Nah, Klein, ada hal lain yang ingin kusampaikan padamu."Klein mengangguk singkat, ekspresinya tetap datar meski ada kilatan rasa ingin tahu di matanya. "Apa itu, Tuan Steele?"Charles menyandarkan tubuhnya ke kursi, jemarinya mengetuk-ngetuk lengan kursi dengan irama pelan. "Kau tahu, Klein, dunia bisnis di Riverdale ini penuh dengan intrik dan persaingan. Tidak semua orang senang dengan kembalinya pewaris Lionheart."Klein mendengarkan dengan seksama, wajahnya tak menunjukkan emosi apa pun. Namun, di dalam hatinya, ia merasakan kewaspadaan yang meningkat."Apa maksud Anda, Tuan Steele?" tanya Klein, suaranya tetap tenang.Charles menghela napas panjang. "Maksudku, kau harus berhati-hati, anak muda. Ada beberapa pihak yang mungkin akan mencoba menjatuhkanmu. Tapi," ia tersenyum lagi, "kau juga punya sekutu. Salah satunya adalah putraku, Xavier."Klein mengangkat alisnya sedikit. "Putra Anda?""Ya," Charles mengangguk. "