Terima kasih kak Hfhp, Kak Ian, dan Kak Agus atas dukungan Gem-nya (≧▽≦) atas apresiasinya, mungkin selesa atau rabu othor UP 3 bab(✷‿✷) untuk hari ini, othor hanya bisa UP 1 bab saja karena ada kesibukan. Terima kasih(◠‿・)—☆
"Halo, Raven," sapa Klein dengan suara tenang. "Ada yang bisa kubantu?" Suara merdu Raven terdengar dari seberang telepon, sedikit gugup namun tetap ceria. "Oh, Klein! Aku ... aku hanya ingin berterima kasih lagi atas donasimu kemarin. Itu sangat berarti bagi banyak anak-anak yang tidak mampu bersekolah." Klein tersenyum tipis. "Sama-sama, Raven. Aku senang bisa membantu." Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan perkataannya. "Ngomong-ngomong, apa kau ada acara malam ini?" "Malam ini?" Raven terdengar sedikit terkejut. "Tidak, aku tidak ada acara. Kenapa?" "Aku mendapat undangan ke pesta makan malam di atas kapal pesiar Morrow's Sea. Apa kau mau menemaniku?" Hening sejenak di seberang telepon. Klein bisa membayangkan ekspresi terkejut Raven saat ini. Memang, ini tidak seperti biasanya Klein berinisiatif mengajak seorang wanita pergi ke pesta, apalagi wanita yang belum terlalu dikenalnya. Namun, Klein membutuhkan teman. Ia sangat jarang mengikuti pesta-pesta seperti ini, yang membua
Klein dan Raven menoleh, mendapati seorang pria berambut pira dengan tindik di hidungnya, berjalan cepat ke arah mereka. Wajahnya tampak merah padam, penuh amarah."K-Killian?" Raven tergagap, secara naluriah melangkah mundur.Killian berhenti tepat di hadapan mereka, matanya menatap nyalang ke arah Raven. "Kau bilang kau sakit dan tidak bisa datang ke pesta ini bersamaku. Tapi lihat sekarang, kau malah datang dengan pria lain!"Keributan ini menarik perhatian para tamu lain. Bisik-bisik mulai terdengar di sekeliling mereka, suara-suara penuh keingintahuan dan spekulasi memenuhi udara."Siapa pasangan yang berselisih tengan Tuan Muda Killian itu?" "Bukankah itu Raven Whitefeather, penyanyi terkenal itu?""Apa yang sebenarnya terjadi?""Kau tidak tahu? Killian menaruh hati pada Nona Raven. Dan kini, wanita itu sedang bersama pria lain!""Lihat pria di samping Raven itu. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya, tapi dia tampan sekali."Klein tetap tenang, matanya menatap lurus ke arah K
"Eric, kau sudah tua, mengapa mencari ribut dengan yang lebih muda?" Suara berat dan penuh wibawa itu memecah ketegangan yang menyelimuti ruangan.Semua mata tertuju pada seorang pria paruh baya dengan kepala pelontos yang baru saja bergabung dalam kerumunan.Meski wajahnya sudah dipenuhi keriput, namun kewibawaannya masih terpancar kuat. Matanya yang tajam memancarkan aura intimidasi, seakan dia adalah seorang jenderal yang baru saja kembali dari medan perang.Eric Longbottom menoleh cepat, matanya menyipit saat melihat sosok yang baru saja berbicara. "Charles Steele! Mengapa kau ikut campur dalam urusanku?!" geramnya. "Apakah kau memilih untuk melawan Longbottom?"Charles Steele hanya tersenyum tipis, seolah ancaman Eric tak lebih dari lelucon baginya. Ia melangkah maju dengan tenang, matanya melirik sekilas ke arah Klein yang masih berdiri tegak di depan Raven."Apa kau yakin akan tetap melawannya setelah tahu identitas pemuda ini?" tanya Charles, senyum usil tersungging di bibirny
"Bangunlah," ujar Klein singkat, suaranya dingin dan tegas. "Saya harap kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi." Ia menatap Eric dan Killian dengan tatapan tajam. "Dan saya rasa kalian berhutang permintaan maaf pada Nona Raven." Eric dan Killian saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya berpaling ke arah Raven yang masih berdiri di belakang Klein. "Kami ... minta maaf atas perilaku kami, Nona Raven," ujar Eric dengan suara bergetar, diikuti anggukan kaku dari Killian. Setelah meminta maaf, Eric dan Killian segera menegakkan tubuh mereka. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, keduanya langsung berbalik dan bergegas meninggalkan ruangan, diikuti oleh tatapan heran dan kasihan dari para tamu lainnya. Setelah kepergian Eric dan Killian, suasana pesta perlahan kembali normal. Para tamu mulai kembali pada percakapan mereka, meski sesekali masih melirik ke arah Klein dengan penuh rasa ingin tahu. Klein berbalik menghadap Raven yang masih berdiri terpaku di belakangnya. "
Charles Steele tersenyum misterius, matanya berkilat penuh arti. "Nah, Klein, ada hal lain yang ingin kusampaikan padamu."Klein mengangguk singkat, ekspresinya tetap datar meski ada kilatan rasa ingin tahu di matanya. "Apa itu, Tuan Steele?"Charles menyandarkan tubuhnya ke kursi, jemarinya mengetuk-ngetuk lengan kursi dengan irama pelan. "Kau tahu, Klein, dunia bisnis di Riverdale ini penuh dengan intrik dan persaingan. Tidak semua orang senang dengan kembalinya pewaris Lionheart."Klein mendengarkan dengan seksama, wajahnya tak menunjukkan emosi apa pun. Namun, di dalam hatinya, ia merasakan kewaspadaan yang meningkat."Apa maksud Anda, Tuan Steele?" tanya Klein, suaranya tetap tenang.Charles menghela napas panjang. "Maksudku, kau harus berhati-hati, anak muda. Ada beberapa pihak yang mungkin akan mencoba menjatuhkanmu. Tapi," ia tersenyum lagi, "kau juga punya sekutu. Salah satunya adalah putraku, Xavier."Klein mengangkat alisnya sedikit. "Putra Anda?""Ya," Charles mengangguk. "
"Bagaimana menurutmu, Tuan Muda Lionheart? Apakah kau bersedia mengikuti permainanku?" Suara berat seorang pria tiba-tiba menggantikan isak tangis wanita yang sebelumnya terdengar di telepon.Klein merasakan darahnya berdesir. Suara itu, meski hanya pernah didengarnya beberapa kali, masih terngiang jelas dalam ingatannya."Mr. Brown ..." ujarnya dingin, berusaha menjaga nada suaranya tetap datar meski amarah mulai bergejolak dalam dadanya. "Apa yang kau lakukan pada Lina?"Tawa rendah Mr. Brown terdengar dari seberang telepon. "Wow, hebat sekali kau bisa menebak siapa dia hanya dari suaranya. Tidak heran kau bisa menghancurkan bisniku di Zephir dengan begitu mudah."Klein tetap diam, menunggu Mr. Brown melanjutkan kata-katanya. Ia tahu, setiap detik berharga untuk
Senja mulai turun saat rombongan Klein tiba di depan gedung apartemen terbengkalai. Bangunan lima lantai itu menjulang seperti monster batu yang siap menelan mereka bulat-bulat. Cat kusam yang mengelupas dan jendela-jendela pecah memberikan kesan angker yang mencekam. Angin dingin berhembus, membawa aroma bahaya yang pekat. Klein turun dari mobilnya yang terparkir di barisan paling belakang. Matanya yang tajam memindai area sekitar, merasakan ancaman yang mengintai dari setiap sudut gedung. Di belakangnya, ada seratus pengawal Lionheart, dan seratus pengawal dari perusahaan Sentinel Prime Service milik Charles. Kedua ratus pengawal itu berbaris rapi, waspada dan siap bertempur. Tidak hanya pengawal, Klein juga telah mempersiapkan tim medis dan beberapa ambulan, berjaga-jaga jika ada korban jiwa. Sonny, kepala pengawal Klein, menghampiri dengan wajah serius. "Tuan Muda, area sudah diamankan. Tapi ada yang aneh. Semua akses langsung ke lantai atas telah diblokir. Hanya ada sat
"Bagaimana Tuan Muda?" Sonny melihat ke arah Klein. "Apa kita tetap maju bersama-sama?""Kita akan masuk bersama," ujar Klein tegas. "Mr. Brown ingin memecah belah kita, tapi kita lebih kuat saat bersatu."Mereka melangkah masuk ke labirin. Di tiap belokan, jebakan mematikan menanti. Lantai yang tiba-tiba menghilang, dinding yang bergerak menghimpit, gas beracun yang menyembur tiba-tiba. Satu per satu anggota tim mereka gugur dalam jeritan memilukan.Klein yang awalnya berdiri di tengah formasi, kini lambat laun berdiri mendekati tim paling depan. Ia terus berjalan penuh waspada, matanya tajam mengawasi setiap detail. Ia tahu nyawa timnya ada di tangannya. Setiap kematian terasa seperti belati yang menusuk jantungnya, namun ia tetap mempertahankan wajah dinginnya.Setelah perjuangan berdarah, mereka akhirnya mencapai akhir labirin. Di sana, sebuah pintu besi menghadang dengan tulisan:"Selamat, Tuan Muda. Kau telah mem