Terima Kasih Kak Sofyan, Kak Rosli, Kak KP - Agus, yang telah menambahkan dukungan. Saya usahakan besok UP 3 bab. Terima Kasih <(^_^) Dan ditunggu juga bab 78 sore atau malam ini
Klein terdiam sejenak, pikirannya melayang ke kehidupan sebelumnya. Ia teringat bagaimana setelah ia menolak perjodohan dengan Rina, keluarga Lee akhirnya menjodohkan Rina dengan Richard Longbottom. Awalnya, pernikahan mereka tampak bahagia. Namun, tak lama kemudian, sifat asli Richard terungkap. Richard adalah playboy kelas kakap, gemar bermain wanita, menghabiskan uang untuk foya-foya dan hobi mengumpulkan barang seni. Lebih buruk lagi, dia suka mengasari Rina, baik secara fisik maupun mental. Puncaknya, Rina memergoki Richard berselingkuh dengan artis dari agensi milik keluarganya sendiri. Tak tahan dengan perlakuan suaminya, Rina akhirnya memutuskan untuk bunuh diri, meninggalkan dunia yang kejam ini di usia yang masih tergolong muda. Mengingat hal itu, Klein semakin yakin dengan keputusannya untuk menghentikan lamaran Richard. Ia tidak akan membiarkan Rina mengalami nasib yang sama di kehidupan ini. "Maaf," ujar Klein dengan suara tenang namun tegas. "Tapi saya tidak
Sore itu, Lily berdiri dengan gugup di pintu timur Universitas Seni Nexopolis. Gedung-gedung bergaya modern dengan sentuhan artistik menjulang di sekelilingnya. Lukisan-lukisan besar dan patung-patung unik menghiasi taman kampus, mencerminkan kreativitas mahasiswa seni yang belajar di sana. Udara dipenuhi aroma cat dan kayu dari studio-studio yang masih aktif meski hari sudah sore. Suara musik samar-samar terdengar dari gedung fakultas musik di kejauhan. Lily mengenakan dress putih selutut dengan detail renda di kerah dan lengan, menonjolkan lekuk tubuhnya yang indah namun tetap elegan. Riasan naturalnya menyempurnakan penampilannya yang sudah cantik. Rambut pendek coklatnya dibiarkan terurai, sesekali tertiup angin lembut. "Wow, Lily! Kau benar-benar serius dengan pertemuan ini ya?" komentar Cindy yang berdiri di sampingnya, mengenakan pakaian kasual–jeans biru dan kemeja putih polos. Lily tersenyum malu-malu, pipinya merona merah. "Tentu saja, Cin. Aku cukup penasaran dengan
Tepat saat Lily hendak menjawab tawaran Klein, sebuah truk pengangkut barang tiba-tiba menyalip Ferrari mereka dengan kecepatan tinggi, nyaris menyerempet sisi kanan mobil. Klein dengan sigap mengendalikan mobilnya, menghindari tabrakan yang hampir terjadi."Astaga!" Lily menjerit kaget, refleks mencengkeram dashboard mobil.Cindy di kursi belakang juga terlonjak. "Ya ampun, apa-apaan supir truk itu?!"Klein tetap tenang, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun meski jelas situasi tadi sangat berbahaya. Ia hanya melirik sekilas ke arah truk yang kini sudah melaju jauh di depan mereka."Kalian tidak apa-apa?" tanya Klein dengan nada datar, seolah kejadian tadi hanyalah hal sepele.Lily, masih dengan napas terengah, berusaha menenangkan diri. "Y-ya, kami baik-baik saja. Terima kasih, Kak Klein. Refleksmu luar biasa!""Benar," tambah Cindy, meski masih dengan nada skeptis. "Kau mengendalikan mobil ini seperti pembalap
Malam itu, ruang keluarga kediaman Lionheart dipenuhi suara tawa riang Bella dan Ella. Klein duduk di sofa besar, diapit oleh kedua gadis kecil itu. Mereka sedang menonton acara musik di televisi layar lebar."Lihat, Kak Klein! Itu Raven Whitefeather!" seru Bella dengan mata berbinar, menunjuk ke arah penyanyi wanita berambut hitam panjang yang sedang bernyanyi di panggung.Ella mengangguk antusias. "Dia cantik sekali! Dan suaranya merdu!"Klein menatap layar televisi dengan ekspresi datar, namun matanya menyiratkan ketertarikan. Raven Whitefeather memang memiliki suara yang indah dan penampilan yang memukau. Tidak heran jika Bella dan Ella terpesona padanya."Kak Klein," Ella menarik lengan baju Klein, "apa menurutmu kami bisa menjadi penyanyi seperti Raven suatu hari nanti?"Klein menoleh, menatap Ella dengan lembut. "Tentu saja bisa, jika kalian berusaha keras dan berlatih.""Benarkah?" Bella ikut antusias. "Tapi... apa Kakek akan mengizinkan?"Klein tersenyum tipis. "Kita bicarakan
Klein berdiri tenang di depan gerbang Lion's Pride Elementary School, menghadapi tatapan mencemooh dari wanita paruh baya berpenampilan glamor. Bella dan Ella, masih duduk di kursi belakang sepeda, saling berpandangan dengan bingung. "Apa kau tidak dengar apa yang kukatakan?" wanita itu berkata dengan nada tinggi. "Sekolah ini hanya untuk kalangan elit. Orang sepertimu tidak boleh masuk ke sini!" Wanita itu, yang kemudian diketahui bernama Nyonya Veronica, adalah istri seorang kepala polisi di Riverdale. Ia juga dikenal sebagai salah satu donatur tetap sekolah tersebut. Bisik-bisik mulai terdengar dari orang tua murid lain yang berkumpul di sekitar gerbang. Mereka melirik Klein dengan pandangan menilai dan merendahkan. "Lihat pakaiannya," bisik seorang ibu pada temannya. "Pasti dia orang miskin yang ingin menyusup." "Berani sekali dia membawa anak-anak ke sini," sahut yang lain. "Apa dia tidak tahu ini sekolah terbaik di Riverdale?" "Ssst, itu Nyonya Veronica," bisik seorang pr
Setelah insiden di depan gerbang Lion's Pride Elementary School, suasana di sekitar area sekolah masih dipenuhi bisik-bisik dan spekulasi. Klein, yang baru saja mengantar Bella dan Ella ke kelas mereka bersama Bu Evans, berjalan kembali menuju gerbang dengan langkah tenang. Ekspresinya tetap datar, seolah kejadian barusan hanyalah hal sepele baginya.Saat langkah Klein dan Bu Evans tiba di halaman depan sekolah, ia menoleh ke arah Bu Evans yang berjalan di sebelahnya.Guru muda itu tampak gelisah, matanya sesekali melirik ke arah Klein.Klein tersenyum tipis. "Bu Evans," panggilnya dengan suara datar.Bu Evans tersentak kaget. "Oh, Tuan Muda! A-ada yang bisa saya bantu?"Klein menggeleng pelan. "Tidak ada. Saya hanya ingin berterima kasih."Bu Evans menatap Klein dengan bingung. "Berterima kasih? Untuk apa, Tuan Muda?""Karena tetap bersikap baik dan profesional, meski mendapat tekanan seperti tadi," jawab Klein. Meski nada suaranya tetap datar, ada kilatan apresiasi di matanya.Bu E
Pria tua itu hanya tersenyum misterius sebelum berbalik dan berjalan pergi, seolah-olah tidak mendengar pertanyaan Klein. "Tunggu," ujar Klein, suaranya tetap tenang namun ada ketegasan di dalamnya. Namun pria tua itu terus berjalan, hingga akhirnya menghilang di balik gedung sekolah. Klein berdiri diam, matanya tetap tertuju pada tempat di mana pria tua itu menghilang. Meski dari luar ia terlihat tenang, di dalam benaknya berbagai pertanyaan mulai bermunculan. 'Leluhurku? Nama keluarga yang bukan Lionheart?' pikir Klein. 'Apa maksudnya?' Setelah beberapa saat, Klein akhirnya menggelengkan kepalanya pelan. Ia tahu, saat ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu. Ada banyak hal lain yang harus ia urus. Klein menaiki sepedanya dan mulai mengayuh keluar dari area sekolah. Sepanjang perjalanan pulang, pikirannya masih dipenuhi oleh perkataan misterius pria tua itu. Setibanya di kediaman Lionheart, Klein segera berganti pakaian. Ia mengenakan setelan jas hitam elegan yang
Tiga hari berlalu sejak Klein berjanji akan membawa Bella dan Ella ke konser Raven Whitefeather.Pagi itu, Klein duduk di ruang kerjanya, matanya terfokus pada laporan yang baru saja diserahkan oleh Helda."Maafkan saya, Tuan Muda," ujar Helda dengan nada menyesal. "Saya sudah berusaha mencari informasi tentang Luther Brownbear atau Mr. Brown di Riverdale seperti yang Anda minta tiga hari lalu, tapi hasilnya nihil. Seolah-olah Mr. Brown tidak pernah ada di kota ini."Klein mengangguk pelan, ekspresinya tetap datar meski ada kilatan keingintahuan di matanya. "Tidak apa-apa, Bibi Helda. Terima kasih atas usahamu."Setelah Helda undur diri, Klein menatap ke luar jendela, pikirannya menerawang.Misteri tentang Mr. Bro