bab kedua hari ini. bab 77 mungkin siang atau sore, sementara bab 78 mungkin malam.
Pagi itu, Klein mengenakan setelan jas hitam elegan yang membuatnya terlihat semakin menawan. Ia berdiri di depan cermin besar di kamarnya, memastikan penampilannya sempurna. Hari ini, ia akan mengunjungi kediaman keluarga Lee untuk menemui Rina, tunangannya, sesuai yang ia janjikan padanya ketika di Zephir."Tuan Muda," panggil Helda dari balik pintu. "Mobil sudah siap."Klein mengangguk, meski Helda tidak bisa melihatnya. "Terima kasih, Bibi Helda. Aku akan segera turun."Sebelum meninggalkan kamar, Klein menatap kalung giok naga di lehernya. Batu itu berkilau lembut, seolah memberikan dukungan padanya. Klein tersenyum tipis, lalu melangkah keluar.Sepanjang perjalanan menuju kediaman Lee, Klein memikirkan strategi untuk menghadapi situasi yang mungkin terjadi. Ia tahu bahwa Rudy, adik Rina, akan berada di sana. Dan mengingat apa yang telah terjadi di Zephir, pertemuan mereka pasti akan penuh ketegangan.Mobil mewah Klein akhirnya tiba di depan gerbang megah kediaman Lee. Di sana,
Klein terdiam sejenak, pikirannya melayang ke kehidupan sebelumnya. Ia teringat bagaimana setelah ia menolak perjodohan dengan Rina, keluarga Lee akhirnya menjodohkan Rina dengan Richard Longbottom. Awalnya, pernikahan mereka tampak bahagia. Namun, tak lama kemudian, sifat asli Richard terungkap. Richard adalah playboy kelas kakap, gemar bermain wanita, menghabiskan uang untuk foya-foya dan hobi mengumpulkan barang seni. Lebih buruk lagi, dia suka mengasari Rina, baik secara fisik maupun mental. Puncaknya, Rina memergoki Richard berselingkuh dengan artis dari agensi milik keluarganya sendiri. Tak tahan dengan perlakuan suaminya, Rina akhirnya memutuskan untuk bunuh diri, meninggalkan dunia yang kejam ini di usia yang masih tergolong muda. Mengingat hal itu, Klein semakin yakin dengan keputusannya untuk menghentikan lamaran Richard. Ia tidak akan membiarkan Rina mengalami nasib yang sama di kehidupan ini. "Maaf," ujar Klein dengan suara tenang namun tegas. "Tapi saya tidak
Sore itu, Lily berdiri dengan gugup di pintu timur Universitas Seni Nexopolis. Gedung-gedung bergaya modern dengan sentuhan artistik menjulang di sekelilingnya. Lukisan-lukisan besar dan patung-patung unik menghiasi taman kampus, mencerminkan kreativitas mahasiswa seni yang belajar di sana. Udara dipenuhi aroma cat dan kayu dari studio-studio yang masih aktif meski hari sudah sore. Suara musik samar-samar terdengar dari gedung fakultas musik di kejauhan. Lily mengenakan dress putih selutut dengan detail renda di kerah dan lengan, menonjolkan lekuk tubuhnya yang indah namun tetap elegan. Riasan naturalnya menyempurnakan penampilannya yang sudah cantik. Rambut pendek coklatnya dibiarkan terurai, sesekali tertiup angin lembut. "Wow, Lily! Kau benar-benar serius dengan pertemuan ini ya?" komentar Cindy yang berdiri di sampingnya, mengenakan pakaian kasual–jeans biru dan kemeja putih polos. Lily tersenyum malu-malu, pipinya merona merah. "Tentu saja, Cin. Aku cukup penasaran dengan
Tepat saat Lily hendak menjawab tawaran Klein, sebuah truk pengangkut barang tiba-tiba menyalip Ferrari mereka dengan kecepatan tinggi, nyaris menyerempet sisi kanan mobil. Klein dengan sigap mengendalikan mobilnya, menghindari tabrakan yang hampir terjadi."Astaga!" Lily menjerit kaget, refleks mencengkeram dashboard mobil.Cindy di kursi belakang juga terlonjak. "Ya ampun, apa-apaan supir truk itu?!"Klein tetap tenang, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun meski jelas situasi tadi sangat berbahaya. Ia hanya melirik sekilas ke arah truk yang kini sudah melaju jauh di depan mereka."Kalian tidak apa-apa?" tanya Klein dengan nada datar, seolah kejadian tadi hanyalah hal sepele.Lily, masih dengan napas terengah, berusaha menenangkan diri. "Y-ya, kami baik-baik saja. Terima kasih, Kak Klein. Refleksmu luar biasa!""Benar," tambah Cindy, meski masih dengan nada skeptis. "Kau mengendalikan mobil ini seperti pembalap
Malam itu, ruang keluarga kediaman Lionheart dipenuhi suara tawa riang Bella dan Ella. Klein duduk di sofa besar, diapit oleh kedua gadis kecil itu. Mereka sedang menonton acara musik di televisi layar lebar."Lihat, Kak Klein! Itu Raven Whitefeather!" seru Bella dengan mata berbinar, menunjuk ke arah penyanyi wanita berambut hitam panjang yang sedang bernyanyi di panggung.Ella mengangguk antusias. "Dia cantik sekali! Dan suaranya merdu!"Klein menatap layar televisi dengan ekspresi datar, namun matanya menyiratkan ketertarikan. Raven Whitefeather memang memiliki suara yang indah dan penampilan yang memukau. Tidak heran jika Bella dan Ella terpesona padanya."Kak Klein," Ella menarik lengan baju Klein, "apa menurutmu kami bisa menjadi penyanyi seperti Raven suatu hari nanti?"Klein menoleh, menatap Ella dengan lembut. "Tentu saja bisa, jika kalian berusaha keras dan berlatih.""Benarkah?" Bella ikut antusias. "Tapi... apa Kakek akan mengizinkan?"Klein tersenyum tipis. "Kita bicarakan
Klein berdiri tenang di depan gerbang Lion's Pride Elementary School, menghadapi tatapan mencemooh dari wanita paruh baya berpenampilan glamor. Bella dan Ella, masih duduk di kursi belakang sepeda, saling berpandangan dengan bingung. "Apa kau tidak dengar apa yang kukatakan?" wanita itu berkata dengan nada tinggi. "Sekolah ini hanya untuk kalangan elit. Orang sepertimu tidak boleh masuk ke sini!" Wanita itu, yang kemudian diketahui bernama Nyonya Veronica, adalah istri seorang kepala polisi di Riverdale. Ia juga dikenal sebagai salah satu donatur tetap sekolah tersebut. Bisik-bisik mulai terdengar dari orang tua murid lain yang berkumpul di sekitar gerbang. Mereka melirik Klein dengan pandangan menilai dan merendahkan. "Lihat pakaiannya," bisik seorang ibu pada temannya. "Pasti dia orang miskin yang ingin menyusup." "Berani sekali dia membawa anak-anak ke sini," sahut yang lain. "Apa dia tidak tahu ini sekolah terbaik di Riverdale?" "Ssst, itu Nyonya Veronica," bisik seorang pr
Setelah insiden di depan gerbang Lion's Pride Elementary School, suasana di sekitar area sekolah masih dipenuhi bisik-bisik dan spekulasi. Klein, yang baru saja mengantar Bella dan Ella ke kelas mereka bersama Bu Evans, berjalan kembali menuju gerbang dengan langkah tenang. Ekspresinya tetap datar, seolah kejadian barusan hanyalah hal sepele baginya.Saat langkah Klein dan Bu Evans tiba di halaman depan sekolah, ia menoleh ke arah Bu Evans yang berjalan di sebelahnya.Guru muda itu tampak gelisah, matanya sesekali melirik ke arah Klein.Klein tersenyum tipis. "Bu Evans," panggilnya dengan suara datar.Bu Evans tersentak kaget. "Oh, Tuan Muda! A-ada yang bisa saya bantu?"Klein menggeleng pelan. "Tidak ada. Saya hanya ingin berterima kasih."Bu Evans menatap Klein dengan bingung. "Berterima kasih? Untuk apa, Tuan Muda?""Karena tetap bersikap baik dan profesional, meski mendapat tekanan seperti tadi," jawab Klein. Meski nada suaranya tetap datar, ada kilatan apresiasi di matanya.Bu E
Pria tua itu hanya tersenyum misterius sebelum berbalik dan berjalan pergi, seolah-olah tidak mendengar pertanyaan Klein. "Tunggu," ujar Klein, suaranya tetap tenang namun ada ketegasan di dalamnya. Namun pria tua itu terus berjalan, hingga akhirnya menghilang di balik gedung sekolah. Klein berdiri diam, matanya tetap tertuju pada tempat di mana pria tua itu menghilang. Meski dari luar ia terlihat tenang, di dalam benaknya berbagai pertanyaan mulai bermunculan. 'Leluhurku? Nama keluarga yang bukan Lionheart?' pikir Klein. 'Apa maksudnya?' Setelah beberapa saat, Klein akhirnya menggelengkan kepalanya pelan. Ia tahu, saat ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu. Ada banyak hal lain yang harus ia urus. Klein menaiki sepedanya dan mulai mengayuh keluar dari area sekolah. Sepanjang perjalanan pulang, pikirannya masih dipenuhi oleh perkataan misterius pria tua itu. Setibanya di kediaman Lionheart, Klein segera berganti pakaian. Ia mengenakan setelan jas hitam elegan yang
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte