Home / Pernikahan / Mendadak Jadi Istri Kesayangan / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Mendadak Jadi Istri Kesayangan : Chapter 41 - Chapter 50

60 Chapters

BAB 41 - HARI PERNIKAHAN

Satu minggu kemudian, tibalah hari yang sangat dinanti oleh Kalula dan Sagala‒ terutama bagi Sagala, karena hari ini adalah pernikahan mereka. Acara tersebut diadakan di sebuah gedung dengan dekorasi yang mewah dan elegan. Ruangan dipenuhi bunga-bunga putih dan pastel yang tertata indah, sementara lampu kristal menghiasi langit-langit, memancarkan cahaya lembut yang membuat suasana semakin megah.Para tamu sudah mulai berdatangan, sebagian besar dari mereka takjub melihat dekorasi acara yang luar biasa."Ini pertama kalinya aku melihat pernikahan semegah ini, Jeng." Bisik seorang tamu pada temannya."Iya, betul sekali! Pernikahan keluarga Bagaskara memang luar biasa," balas temannya, mengangguk kagum.Di sudut lain, seorang tamu menimpali, “Sudah, tidak usah heran. Ini kan pernikahan pewaris keluarga Bagaskara, tentu saja diselenggarakan dengan begitu mewah.”Sementara itu, di salah satu kamar persiapan, Kalula duduk di depan cermin‒ wajahnya sedang dirias oleh seorang perias terkenal
Read more

BAB 42 - AWAL YANG INDAH

Di tengah keramaian pesta, seorang pria paruh baya tiba-tiba menghampiri Erik yang sedang berdiri bersama Lia sambil mencicipi aneka cake yang disajikan."Erik! Papa cari-cari dari tadi, ternyata kamu di sini sama Lia," ujar pria paruh baya itu dengan senyum ramah."Pa... Ada apa Papa nyariin Erik?" tanya Erik dengan penasaran.Pria itu tersenyum dan menunjuk ke arah tempat mempelai, "Papa mau kesana, mau ucapin selamat sama Sagala dan Kalula. Kamu mau barengan atau gimana?"Erik mengangguk, "Boleh, Pa. Sekalian aja," sahutnya, "Tapi tunggu sebentar, ya. Aku ajak Lia dulu."Sang ayah hanya tersenyum sabar dan mengangguk, sementara Erik segera kembali ke arah Lia yang tampak masih asyik memilih cake."Lia, ayo kita kesana dulu," ajak Erik lembut.Lia mengerutkan kening, "Ayo kemana sih? Aku masih pengen nyobain semua cake di sini, Kak." Jawabnya, sedikit merengek.Erik hanya bisa tersenyum kecil, mencoba memahami kekesalan yang Lia sembunyikan di balik keinginannya mencicipi setiap mak
Read more

BAB 43 - TANGGUNG JAWAB YANG BESAR

“Mau ngomongin soal apa sih, Ma? Saga lihat kok Mama serius banget,” tanya Sagala penasaran, “Kakek nggak apa-apa, kan, di sana?” Elena menggeleng sambil tersenyum, “Kakek baik-baik saja, Sag. Kondisinya sudah membaik, tapi belum bisa pulang ke Indonesia karena kesehatannya masih sering naik turun,” jawabnya, “Tapi Mama bukan mau membahas itu. Ada hal lain yang Mama ingin sampaikan ke kalian.” Kalula dan Sagala saling berpandangan, semakin dibuat penasaran oleh Elena. “Apa sih, Ma? Langsung aja deh, jangan bikin kita bingung kayak gini,” ujar Sagala, mulai tidak sabar karena Mamanya terus bertele-tele. Elena menarik napas dalam sebelum berbicara lagi, “Jadi begini, kamu tahu sendiri kan kondisi Kakek kamu, Sag? Kakek belum bisa sepenuhnya pulih dan kembali ke sini—” Elena berhenti sejenak, lalu melanjut
Read more

BAB 44 - MALAM YANG INDAH

Setelah Kalula selesai mandi sore, dia memilih untuk duduk dan membaca buku sejenak di meja milik Sagala. Dia mengambil sebuah buku yang menurutnya sangat menarik, membuatnya tenggelam dalam halaman demi halaman. Gadis itu terlihat begitu serius membaca, sampai-sampai tidak menyadari bahwa Sagala telah berdiri di belakangnya dengan kedua tangan terlipat di depan dada, tersenyum tipis melihat keasyikan Kalula. Beberapa saat kemudian, Kalula melirik jam di sebelahnya, "Astaga... Ternyata udah jam segini!" serunya kaget begitu melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Dia buru-buru menutup bukunya dan bersiap untuk bangkit. Namun, saat baru saja berbalik, Kalula malah menabrak dada bidang Sagala. “Aduh,” serunya sambil mengusap hidung yang terasa sakit akibat benturan, "Sejak kapan sih Mas Saga berdiri di sini?" Sagala yang mendengar panggilan Kalula dengan sebutan "Mas" memb
Read more

BAB 45 - SARAPAN ISTIMEWA

Karena malam semakin larut dan udara di luar semakin dingin, Sagala mengajak Kalula untuk kembali masuk ke dalam rumah. “Kal, udaranya dingin sekali. Lebih baik kita masuk saja. Aku nggak mau kamu sampai sakit,” ucap Sagala penuh perhatian, merapatkan jaket di bahu Kalula. Kalula menatapnya dengan lembut, tapi tetap menggenggam tangannya, “Tapi aku masih ingin di sini, Mas. Aku suka sekali melihat bintang-bintang di atas sana—” Kalula berhenti sejenak, menatap langit berbintang dengan sorot mata yang penuh kerinduan, “Salah satu dari mereka pasti ada Bunda aku,” lanjutnya dengan suara pelan. Mendengar kalimat itu, Sagala terdiam sejenak. Perasaan haru menyelimuti dirinya, menyadari betapa dalam kerinduan Kalula kepada almarhum ibunya. Dia hanya bisa menggenggam tangan Kalula lebih erat, berharap bisa memberi kehangatan di tengah dinginnya malam dan juga kerinduan yang tidak teruc
Read more

BAB 46 - PERUBAHAN HIDUP KALULA

“Sudah semua kan, Ma? Tidak ada yang tertinggal?” tanya Sagala sambil membantu mengecek barang-barang milik sang Mama. “Seharusnya tidak ada yang tertinggal,” jawab Elena sambil tersenyum, memastikan kembali tasnya, “Kalau begitu, lebih baik kita berangkat sekarang saja. Kita kan mau mampir ke kafe dulu sebelum ke bandara.” “Baik, Ma. Ayo,” balas Sagala, seraya memberi isyarat pada Kalula. Ketiganya pun segera melangkah keluar rumah dan masuk ke dalam mobil, siap menuju kafe "ROMANIA" milik Elena. Suasana di dalam mobil terasa hangat dan penuh canda tawa sepanjang perjalanan. Elena tidak henti-hentinya mengungkapkan kebahagiaannya bisa menghabiskan waktu dengan Sagala dan Kalula. Setelah beberapa saat, mereka tiba di kafe. Elena keluar dari mobil sambil menarik napas dalam, menikmati suasana yang sudah lama tidak dirasakannya. Sagala dan Kalula mendampi
Read more

BAB 47 - HANGATNYA KASIH, DALAM SIBUKNYA HARI

“Mas, aku harus balik dulu ke kafe.” Ujar Kalula sambil beranjak dari duduknya, “Kamu jangan terlalu capek, ya. Jangan juga forsir tenaga, ingat kesehatan.” Sagala tersenyum hangat, merasa tersentuh oleh perhatian istrinya, “Iya, Kal. Seneng banget, sekarang udah ada yang perhatian kaya gini.” Candanya dengan nada ringan. Kalula menggelengkan kepala sambil tersenyum geli, menikmati ekspresi suaminya yang berbeda dari biasanya. Sagala yang di kantor dikenal tegas dan dingin, tampak selalu begitu hangat di hadapannya. Dia merasa beruntung bisa melihat sisi lain dari suaminya yang hanya diperlihatkan kepada orang-orang terdekat. “Kan sudah menjadi tugas Kalula untuk selalu memperhatikan Mas.” Ucap Kalula, lalu melambaikan tangan saat dia bersiap untuk pergi, “Aku pergi dulu‒ sampai nanti, Mas.” Sagala mengangguk, “Hati-hati di jalan, Kal.
Read more

BAB 48 - PESAN DI TENGAH KESIBUKAN

Setelah selesai sarapan, Kalula mengangkat piring-piring kotor dan membawanya ke dapur untuk dicuci. Sementara itu, Sagala bangkit dari kursinya, menepuk bahu Kalula dengan lembut sebelum menuju kamar mandi untuk bersiap ke kantor. Sambil mencuci piring, Kalula bergumam pelan, “Hmm... sepertinya nanti siang saja aku ke kafe.” Selesai mencuci, dia menata piring bersih ke rak, “Aku mau selesaikan dulu desain yang belum sempat selesai kemarin.” Lanjutnya. Setelah memastikan dapur rapi, Kalula kembali ke kamar‒ mengambil setelan kerja Sagala, dan meletakkannya rapi di tepi ranjang. Lalu, dia mengambil iPad-nya dan duduk di sudut favoritnya di kamar. Tidak lama, Sagala muncul dari kamar mandi, rambutnya masih basah. Dia tersenyum melihat setelan kerjanya sudah tertata rapi. “Terima kasih, Kal.” Ucapnya sambil mengenakan kemejanya. “Sama-sama,
Read more

BAB 49 - BATAS YANG SAMAR

Lia segera duduk di samping Erik, lalu mengeluarkan makanan yang ada di dalam paperbag, “Aku bawain makanan buat Kak Erik, biar Kakak lebih semangat lagi bekerja.” Ujarnya dengan antusias. “Gak usah repot-repot, Lia. Kakak bisa beli sendiri nanti.” Jawab Erik, sedikit canggung dengan situasi yang ada. Lia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala, “Nggak apa-apa, Kak. Lagipula aku tahu Kak Erik sering lupa makan kalau lagi sibuk. Jadi, aku pikir ini cara yang bagus buat ingetin Kakak.” Erik tersenyum tipis, merasa terenyuh dengan perhatian Lia. Meski dia tidak terbiasa mendapatkan perhatian seperti itu di tempat kerja, Erik tidak bisa menolak ketulusan yang terpancar dari raut wajah Lia. “Terima kasih, Lia. Kamu perhatian sekali,” ujarnya lembut, berusaha menormalkan situasi, “Tapi, kamu nggak perlu susah-susah. Aku nggak mau kamu merasa terbeba
Read more

BAB 50 - JEJAK KENANGAN

Setelah percakapan yang intens itu, Lia meninggalkan kafe tanpa berkata banyak‒ meninggalkan Kalula dalam perasaan campur aduk. Kalula menghela napas panjang sebelum kembali fokus melayani pelanggan yang tersisa. Meski sudah agak sepi, pekerjaannya tetap menyita banyak energi. Saat malam semakin larut, satu per satu pelanggan meninggalkan kafe. Jam hampir menunjukkan pukul sembilan malam, dan kini ‘ROMANIA’ benar-benar sepi. Para karyawan mulai merapikan meja dan kursi, membersihkan sisa-sisa minuman serta memastikan kafe siap dibuka kembali keesokan harinya. Selesai membereskan semuanya, Kalula dan Nimas pun bersiap pulang. Kalula memastikan pintu kafe terkunci, lalu menutup lampu kafe. Dengan tubuh yang letih, dia masuk ke dalam taksi yang sudah menunggunya di depan kafe. Udara malam yang sejuk memberinya sedikit ketenangan setelah hari yang panjang, meski pikirannya tetap terfokus pada kejadian tadi. Begit
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status