Home / Romansa / Bittersweet Revenge / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Bittersweet Revenge: Chapter 101 - Chapter 110

166 Chapters

BR ~ 101

“Saya, Wahyu Sadhana,” ujar Wahyu menjabat tangan pria yang terlihat seumuran papanya. Mungkin lebih muda beberapa tahun, tetapi ia juga tidak bisa memastikan hal tersebut.“Farhat,” balasnya gugup dan salah tingkah. Karena itu pulalah, tangannya terasa dingin dan sedikit tremor ketika menjabat tangan pria itu.Farhat juga tidak mungkin lupa dengan keluarga Sadhana, karena mereka adalah kuasa hukum dari keluarga Kalingga dahulu kala.“Silakan duduk,” ucap Wahyu mempersilakan pria itu duduk kembali di kursinya. “Sebelumnya, saya minta maaf kalau penjemputan Bapak di Bali agak sedikit memaksa. Tapi, kami tidak punya pilihan lain. Saya nggak tahu Bapak sering nonton tivi, atau baca berita, tapi, Bapak pasti tahu kalau semua ini ada kaitannya dengan keluarga kalingga.”Farhat menelan ludah karena sangat terintimidasi oleh sika Wahyu yang sangat tegas. “Kalingga ...”“Anggun Kalingga.” Wahyu mengangguk kecil sembari duduk di kursi yang berhadapan dengan Farhat. “Kenapa Bapak mendadak resig
Read more

BR ~ 102

“Apa ini!” Regan menggeram. Tangannya bergetar, sejurus kemudian ia meremat kertas yang baru dibacanya dan membuangnya dengan kasar. “Surat panggilan!”Napas Regan mulai memburu. Pihak berwenang memanggilnya untuk dimintai keterangan tentang kecelakaan Sabda dan kecelakaan 15 tahun yang lalu. Sebuah kecelakaan yang ia pikir sudah lama terkubur bersama waktu.Apa sebenarnya yang terjadi? Siapa yang membuat laporan tersebut? Apakah Anggun?Mengapa kejadian yang sudah lama terlewat, harus diselidiki lagi. Padahal, Regan baru saja memenuhi panggilan terkait kasus tes DNA beberapa waktu lalu, tetapi kini ada surat panggilan baru yang sama sekali tidak terduga dan untuk dua kejadian sekaligus.Jangan-jangan ...Regan segera meraih ponsel, lalu menelepon seseorang. Namun, nomor yang ditujunya ternyata tidak aktif. Berkali-kali Regan mencoba menghubungi, tetapi hasilnya nihil.Debaran jantug Regan berdebar kencang. Memikirkan kecelakaan Sabda dan orang suruhannya yang mendadak tidak bisa dihu
Read more

BR ~ 103

“Waktu Bu Anggun cuma 15 menit,” ujar suster yang mendorong kursi rodanya ke dalam ruangan Sabda dan berhenti di samping ranjang pasien. “Setelah itu, Ibu harus kembali ke kamar untuk istirahat. Saya permisi.”Anggun mengangguk. Belum-belum, air matanya sudah tumpah ketika melihat kondisi Sabda dengan semua alat yang menempel di tubuhnya.Kamar tersebut terasa sunyi, hanya terdengar suara mesin monitor yang berdetak pelan mengikuti denyut jantung Sabda. Anggun duduk diam di kursi roda, tepat di sisi ranjang Sabda. Tatapannya kosong, tetapi air mata tidak henti mengalir membasahi pipi penuh rasa bersalah.Sabda terbaring tidak bergerak. Tubuhnya diselimuti selang dan alat bantu. Wajahnya terlihat tenang, tetapi itu bukanlah ketenangan yang Anggun harapkan. Anggun menatap suaminya dengan hati yang tercabik pilu. Setiap napas yang keluar dari alat bantu, seakan mencuri satu per satu harapannya.Tangan Anggun gemetar saat berusaha menggapai tangan Sabda yang terbaring lemah. Kulit dingin
Read more

BR ~ 104

“Papa dipanggil karena kecelakaan Sabda dan orang tua Anggun?” April langsung menodong Regan, ketika masuk ke ruang kerja pria itu dengan terburu. Bersedekap dan menunggu sang papa menjawab pertanyaannya dengan tidak sabar.“Suamimu yang ngasih tahu?” tebak Regan tanpa ragu. Ia masih memikirkan beberapa hal, terkait dua kasus tersebut.Untuk kasus tes DNA, Regan sudah pasrah karena Budiman dan Darwin telah mengakui perbuatannya di masa lalu. Namun, ketika ia ditodong dengan dua kasus kecelakaan mobil, Regan mendadak sakit kepala. Terlebih dengan perihal kecelakaan 15 tahun yang lalu.Apa sebenarnya yang terjadi?“Bilang kalau itu nggak benar.” April berharap, Regan hanya akan dipanggil sebagai saksi. Papanya sama sekali tidak terlibat dalam kasus kecelakaan yang menimpa Sabda dan orang tua Anggun. “Papa nggak ada sangkut pautnya dengan kecelakaan Sabda dan om Alfian.”“Kembali ke ruanganmu,” titah Regan datar dan masih diselimuti kegelisahan yang tidak bisa digambarkan. Ia masih harus
Read more

BR ~ 105

“Wahyu.” Elsa menghampiri menantunya ketika melihat pria itu baru keluar dari salah satu lorong di gedung pengadilan. “Mama mau bicara sebentar.”Wahyu ingin berdecak, tetapi menahannya. Melihat ke sekeliling sebentar, untuk mencari keberadaan April tetapi ia tidak kunjung menemukan wanita itu.“Kita mau sidang, Ma,” ujar Wahyu memberi alasan.“Masih ada 10 menit.” Elsa benar-benar frustrasi dengan semua masalah yang menimpanya dalam satu waktu.“Apa yang mau Mama bicarakan?” Akhirnya, Wahyu mengalah karena melihat wajah lesu Elsa.“Mama tahu papa Regan sudah berbuat banyak hal, tapi itu nggak ada sangkut pautnya dengan April.” Elsa menarik napas panjang sejenak. “Kita belum tahu dia terlibat dalam dua kecelakaan itu atau nggak, tapi, tolong bersikap baiklah dengan April. Maksud Mama, pulanglah ke rumah. Bicara dengan April, karena rumah tangga kalian sebenarnya baik-baik aja.”Giliran Wahyu yang menarik napas panjang. Sejauh ini, ia masih menyimpan rasa hormatnya pada Elsa. “Dari awa
Read more

BR ~ 106

April menutup pintu mobil yang baru dibuka Wahyu dengan kasar. Menatap tajam, dengan amarah yang terpancar jelas dari sorot matanya. Ia tidak peduli, jika beberapa pasang mata sempat melirik pada mereka yang berada di area parkir pengadilan.“Kata ke Mama ... kamu, kamu mau ceraikan aku?” tanya April dengan sesak yang sudah memenuhi dada. Perjuangannya bertahun-tahun agar bisa berada di sisi Wahyu dan menjadi satu-satunya wanita di samping pria itu ternyata berakhir seperti ini. “Kenapa?” April memukul dada Wahyu dengan putus asa. “Kenapa kamu mau cerai?”“Kita sudah nggak bisa sejalan,” ucap Wahyu tenang, tanpa menunjukkan emosi apa pun.“Apa ini karena kecelakaan Sabda?” tanya April sedang memikirkan semua kemungkinan yang ada. “Apa karena papaku diduga—”“Sebelum masalah itu muncul, aku juga sudah berencana cerai dari kamu.” Wahyu bergeser. Menyandarkan punggungnya pada sisi mobil, lalu menenggelamkan satu tangannya pada saku celana. “Kita nggak pernah bisa sejalan, Pril. Kamu terl
Read more

BR ~ 107

“Pagi,” sapa Wahyu segera melipir ke kamar Anggun, ketika jarum jam tepat menunjukkan pukul enam pagi. “Ken baru bisa ke sini jam sembilan, karena ada yang harus dia urus. Jadi, setelah itu baru dia urus administrasinya.”“Nggak biasanya kamu ke sini pagi begini.” Anggun sedang melatih kekuatan kakinya dengan berjalan-jalan di dalam ruangan. Hanya langkah ringan dan pelan, agar kakinya kembali terbiasa untuk berjalan kembali.“Karena setelah ini kita mungkin jarang ketemu,” ucap Wahyu kembali duduk di sofa seperti tadi malam. Melihat Anggun yang berjalan pelan, guna melatih otot kakinya. “Kita mungkin cuma ketemu di pengadilan, atau di rumah sakit.”“Ah ... iya.” Anggun berhenti melangkah. Menatap Wahyu sejenak, lalu bergeser menghampiri kursi rodanya dan duduk di sana.“Pak Krisna ke sini jam delapan,” ujar Wahyu memberi informasi. “Dan aku minta om Budiman untuk nemani kamu, karena aku harus ke Kalingga Tower.”“Apa kabar Kalingga sekarang, Mas?” tanya Anggun hampir tidak pernah lagi
Read more

BR ~ 108

Sejak Anggun keluar dari rumah sakit, ia benar-benar tidak lagi bertemu dan berhubungan dengan Wahyu. Meskipun Syifa sudah memberikannya sebuah ponsel baru, tetapi Anggun merasa tidak perlu bertanya tentang nomor pria itu. Daftar kontak di ponsel barunya pun hanya berisi beberapa nama, kurang dari sepuluh orang.Ada sesuatu tentang Wahyu, yang membuat Anggun merasa lebih baik jika ia menjaga jarak. Karena sudah jelas, mereka tidak seharusnya lagi terhubung. Semua itu hanya akan menambah keruh permasalahan di antara Wahyu dan April. Lebih baik menjauh, agar Anggun tidak disalahkan atas retaknya hubungan mereka berdua.Hubungan mereka sudah cukup rumit, dan kehadirannya hanya akan memperburuk keadaan. Anggun tahu, keputusan ini bukan karena ia menghindar dari masalah, melainkan demi menjaga batas yang seharusnya tidak pernah dilewati. Bagaimanapun juga, Wahyu sudah memiliki kehidupan sendiri bersama April dan Anggun tidak ingin menjadi alasan kehancuran itu.Walaupun, dahulu kala Anggun
Read more

BR ~ 109

“Pak Kris, terima kasih banyak.” Anggun berdiri dari kursi rodanya, lalu menyalami Krisna.“Sama-sama.” Krisna menyambut uluran tangan Anggun dengan formal. “Ini semua belum berakhir, jadi, kita masih akan bertemu di sidang selanjutnya.”“Yah ...” Anggun menghela panjang, karena proses sidang memang tidak sesimpel yang dibayangkan. “Yang penting, semua bukti dan saksi kita sudah kuat. Om Regan sudah nggak bisa berkutik karena kita sudah awasi semuanya.”“Benar,” ucap Krisna. “Farhat dan keluarganya juga masih dalam perlindungan dan kita juga masih mengawasi Regan.”Anggun mengangguk dan berterima kasih sekali lagi. Namun, ada satu hal yang terasa janggal bagi Anggun, yakni Wahyu. Pria itu tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali di pengadilan. Sejak Anggun menginjakkan kaki di pelataran gedung sampai sesi sidang berakhir, ia tidak melihat pria itu sama sekali.“Kalau begitu, saya permisi dulu,” pamit Krisna karena harus segera kembali ke Firma. “Saya hubungi kalau terjadi sesuat
Read more

BR ~ 110

"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Syifa dengan suara bergetar, matanya tidak bisa menyembunyikan kecemasan.Baik Syifa, Desty, dan Anggun, sedang harap-harap cemas menunggu jawaban sang dokter tentang kondisi Sabda.Dokter menarik napas dalam sebelum berbicara, mencoba menyiapkan berita yang pastinya tidak mudah. "Kondisi pasien saat ini sangat kritis," katanya, suaranya datar, tetapi tegas. "Kami sudah melakukan segala yang kami bisa untuk menstabilkan keadaannya, tapi respon tubuhnya terhadap perawatan sangat minim."Syifa menggenggam tangan Desty erat, matanya tidak lepas dari wajah dokter yang tampak lelah. "Tolong, Dok, masih ada harapan, kan?" Suaranya bergetar, berusaha menggenggam sisa-sisa keyakinan yang mulai memudar.Anggun membeku. Matanya terpaku pada pintu ruang ICU tanpa bisa berkata-kata. Bibirnya sedikit terbuka, tetapi hanya napas pendek dan berat yang mengalir, sementara hatinya berteriak tanpa suara. Kepalan tangannya gemetar, jemarinya memutih karena terla
Read more
PREV
1
...
910111213
...
17
DMCA.com Protection Status