Share

BR ~ 106

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

April menutup pintu mobil yang baru dibuka Wahyu dengan kasar. Menatap tajam, dengan amarah yang terpancar jelas dari sorot matanya. Ia tidak peduli, jika beberapa pasang mata sempat melirik pada mereka yang berada di area parkir pengadilan.

“Kata ke Mama ... kamu, kamu mau ceraikan aku?” tanya April dengan sesak yang sudah memenuhi dada. Perjuangannya bertahun-tahun agar bisa berada di sisi Wahyu dan menjadi satu-satunya wanita di samping pria itu ternyata berakhir seperti ini. “Kenapa?” April memukul dada Wahyu dengan putus asa. “Kenapa kamu mau cerai?”

“Kita sudah nggak bisa sejalan,” ucap Wahyu tenang, tanpa menunjukkan emosi apa pun.

“Apa ini karena kecelakaan Sabda?” tanya April sedang memikirkan semua kemungkinan yang ada. “Apa karena papaku diduga—”

“Sebelum masalah itu muncul, aku juga sudah berencana cerai dari kamu.” Wahyu bergeser. Menyandarkan punggungnya pada sisi mobil, lalu menenggelamkan satu tangannya pada saku celana. “Kita nggak pernah bisa sejalan, Pril. Kamu terl
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (34)
goodnovel comment avatar
Angela
Pokoknya aku gak rela kalau Anggun sama Wahyu, harus tetap Anggun Sabda🥹
goodnovel comment avatar
Asaratun Komariyah
Nungguin Anggun tayang
goodnovel comment avatar
Siti Juli
q masih di tim anggun sabda. pokonya sabda anggun harus happy ending mba beb. biarlah Wahyu cerai dri April tapi jodohkan dgn perempuan lain
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 107

    “Pagi,” sapa Wahyu segera melipir ke kamar Anggun, ketika jarum jam tepat menunjukkan pukul enam pagi. “Ken baru bisa ke sini jam sembilan, karena ada yang harus dia urus. Jadi, setelah itu baru dia urus administrasinya.”“Nggak biasanya kamu ke sini pagi begini.” Anggun sedang melatih kekuatan kakinya dengan berjalan-jalan di dalam ruangan. Hanya langkah ringan dan pelan, agar kakinya kembali terbiasa untuk berjalan kembali.“Karena setelah ini kita mungkin jarang ketemu,” ucap Wahyu kembali duduk di sofa seperti tadi malam. Melihat Anggun yang berjalan pelan, guna melatih otot kakinya. “Kita mungkin cuma ketemu di pengadilan, atau di rumah sakit.”“Ah ... iya.” Anggun berhenti melangkah. Menatap Wahyu sejenak, lalu bergeser menghampiri kursi rodanya dan duduk di sana.“Pak Krisna ke sini jam delapan,” ujar Wahyu memberi informasi. “Dan aku minta om Budiman untuk nemani kamu, karena aku harus ke Kalingga Tower.”“Apa kabar Kalingga sekarang, Mas?” tanya Anggun hampir tidak pernah lagi

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 108

    Sejak Anggun keluar dari rumah sakit, ia benar-benar tidak lagi bertemu dan berhubungan dengan Wahyu. Meskipun Syifa sudah memberikannya sebuah ponsel baru, tetapi Anggun merasa tidak perlu bertanya tentang nomor pria itu. Daftar kontak di ponsel barunya pun hanya berisi beberapa nama, kurang dari sepuluh orang.Ada sesuatu tentang Wahyu, yang membuat Anggun merasa lebih baik jika ia menjaga jarak. Karena sudah jelas, mereka tidak seharusnya lagi terhubung. Semua itu hanya akan menambah keruh permasalahan di antara Wahyu dan April. Lebih baik menjauh, agar Anggun tidak disalahkan atas retaknya hubungan mereka berdua.Hubungan mereka sudah cukup rumit, dan kehadirannya hanya akan memperburuk keadaan. Anggun tahu, keputusan ini bukan karena ia menghindar dari masalah, melainkan demi menjaga batas yang seharusnya tidak pernah dilewati. Bagaimanapun juga, Wahyu sudah memiliki kehidupan sendiri bersama April dan Anggun tidak ingin menjadi alasan kehancuran itu.Walaupun, dahulu kala Anggun

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 109

    “Pak Kris, terima kasih banyak.” Anggun berdiri dari kursi rodanya, lalu menyalami Krisna.“Sama-sama.” Krisna menyambut uluran tangan Anggun dengan formal. “Ini semua belum berakhir, jadi, kita masih akan bertemu di sidang selanjutnya.”“Yah ...” Anggun menghela panjang, karena proses sidang memang tidak sesimpel yang dibayangkan. “Yang penting, semua bukti dan saksi kita sudah kuat. Om Regan sudah nggak bisa berkutik karena kita sudah awasi semuanya.”“Benar,” ucap Krisna. “Farhat dan keluarganya juga masih dalam perlindungan dan kita juga masih mengawasi Regan.”Anggun mengangguk dan berterima kasih sekali lagi. Namun, ada satu hal yang terasa janggal bagi Anggun, yakni Wahyu. Pria itu tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali di pengadilan. Sejak Anggun menginjakkan kaki di pelataran gedung sampai sesi sidang berakhir, ia tidak melihat pria itu sama sekali.“Kalau begitu, saya permisi dulu,” pamit Krisna karena harus segera kembali ke Firma. “Saya hubungi kalau terjadi sesuat

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 110

    "Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Syifa dengan suara bergetar, matanya tidak bisa menyembunyikan kecemasan.Baik Syifa, Desty, dan Anggun, sedang harap-harap cemas menunggu jawaban sang dokter tentang kondisi Sabda.Dokter menarik napas dalam sebelum berbicara, mencoba menyiapkan berita yang pastinya tidak mudah. "Kondisi pasien saat ini sangat kritis," katanya, suaranya datar, tetapi tegas. "Kami sudah melakukan segala yang kami bisa untuk menstabilkan keadaannya, tapi respon tubuhnya terhadap perawatan sangat minim."Syifa menggenggam tangan Desty erat, matanya tidak lepas dari wajah dokter yang tampak lelah. "Tolong, Dok, masih ada harapan, kan?" Suaranya bergetar, berusaha menggenggam sisa-sisa keyakinan yang mulai memudar.Anggun membeku. Matanya terpaku pada pintu ruang ICU tanpa bisa berkata-kata. Bibirnya sedikit terbuka, tetapi hanya napas pendek dan berat yang mengalir, sementara hatinya berteriak tanpa suara. Kepalan tangannya gemetar, jemarinya memutih karena terla

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 111

    Anggun berdiri mematung di depan ranjang rumah sakit, pandangannya tertuju pada tubuh Sabda yang terbujur kaku. Selimut putih membalut tubuh itu dengan tenang, dingin, dan tidak bergerak. Keheningan di dalam ruangan terasa asing, tanpa ada suara alat medis yang biasa menyertai.Perlahan, tangan Anggun terulur, menyentuh jemari Sabda yang terasa dingin dan tidak bernyawa. Sentuhan itu menyalurkan rasa pahit yang menyelinap ke dalam dada. Anggun menggigit bibir, menahan desakan tangis yang tidak kunjung datang. Air mata seolah enggan menyapa karena kesedihan yang dirasakannya begitu dalam.Anggun hanya bisa menatap hampa, pada sosok beku yang kini hanya meninggalkan sebuah kenangan. Berharap ada keajaiban, yang mungkin bisa membangkitkan gerak sekecil apa pun dari pria yang mencintainya.Namun ... tidak ada.Hanya ketenangan yang memekakkan, membungkus ruang itu dengan kepastian bahwa Sabda telah pergi, tidak akan pernah kembali.“Kenapa?” Dengan suara yang nyaris tidak terdengar, Anggun

  • Bittersweet Revenge   Free Chapter ~ 112

    Anggun menatap lelah ke arah Elsa yang berdiri di halaman kediaman Wisesa. Tatapannya kosong, enggan untuk mendekat atau sekadar menyapa. Luka hatinya masih terlalu dalam, karena baru kehilangan Sabda. Untuk itulah, ia lebih baik menjauh daripada harus merasakan kepahitan yang semakin dalam.Kehadiran Elsa di rumah duka tidaklah salah. Namun, bagi Anggun, wanita itu adalah pengingat dari pahitnya semua tindakan kejam yang dilakukan Regan. Membuat rasa sakit di hatinya seolah bertambah tiap kali ia memandang wajah Elsa. Pun dengan April.“Anggun.” Elsa segera menghampiri dan menyapa, meskipun serba salah menyelimuti dada. “Tan–”“Jangan sekarang, Tante.” Anggun terus berjalan melewati ruang tamu dengan kursi rodanya. “Langsung ke kamarku, Sus,” pinta Anggun pada suster yang berada di belakangnya.Elsa tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak hanya Anggun yang tidak mau bicara dengannya, tetapi Syifa pun juga enggan menemuinya. Wanita itu masih berada di kamar, setelah pingsan karena tidak kuas

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 113

    “Yang sabar ya ...” Kimmy memeluk Anggun dengan erat dan mengusap punggung wanita itu sebentar. Ketika mengurai pelukannya, Kimmy segera menarik kursi teras di samping rumah agar bisa duduk di sebelah Anggun. “Hari pertama aku ke sini, tapi rumah pak Bud penuh sama pelayat. Aku nunggu sepi, biar bisa bicara sama kamu.”“Makasih.” Anggun tersenyum kecil. “Tamu pak Budiman sama Bu Syifa memang banyak banget. Aku malah khawatir mereka kecapekan.”Hingga tujuh hari kepergian Sabda, kediaman Wisesa masih saja dikunjungi oleh rekan dan para sahabat Budiman, maupun Syifa. Namun, di antara semua orang yang datang, Regan sama sekali tidak berani menampakkan diri. Hanya pengacaranya saja yang datang dan menyampaikan rasa dukanya yang mendalam.“Moga mereka sehat-sehat aja,” ujar Kimmy sambil menatap taman di samping rumah yang begitu asri. Ia sedikit canggung, karena situasi duka yang meliputi wajah Anggun masih begitu ketara.Meskipun Anggun mencoba menyematkan senyum, tetapi wajah sembabnya m

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 114

    Di dalam ruang rapat yang terasa tegang, mayoritas pemegang saham duduk dengan wajah penuh keraguan. Suara bisik-bisik memenuhi ruangan, membicarakan segala sesuatu tentang citra Regan yang rusak akibat kasus hukumnya. Tidak hanya citra Regan yang rusak, tetapi perusahaan juga terkena imbasnya.Sementara di sudut meja rapat yang berbentuk persegi panjang, Wahyu duduk tegap. Menyaksikan dan memperhatikan reaksi semua orang dengan seksama. April duduk di sampingnya, berusaha tenang meskipun jelas terlihat ketegangan di wajahnya.“Dengar.” Wahyu membuka suara, mencoba menguasai ruangan dengan nada yang tegas. “Saya paham dengan kekhawatiran semua orang yang hadir di sini. Pak Regan memang sedang menjadi sorotan negatif, tapi kita harus melihat kemampuan yang dimiliki bu April. Dia sudah menunjukkan kapasitasnya dalam beberapa proyek besar perusahaan. Jadi, apa lagi yang harus diragukan?”“Tapi bu April, anak pak Regan,” sahut Steve. Pria yang sebagian sahamnya pernah dibeli oleh Wahyu. “

Bab terbaru

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 166

    “Sepertinya, kasur di kamar atas harus dibawa ke kamarmu,” ujar Wahyu setelah memberi kecupan pada bahu terbuka Anggun. Ia memeluk sang istri dari belakang, setelah melewati momen yang membuat keduanya lelah dalam kehangatan.“Hm.” Anggun menarik napas panjang. Masih menenangkan detak jantungnya yang berpacu kencang. Menunggu dengan sabar, hingga tubuhnya kembali tenang dari luapan dopamin yang baru saja menyergap.“Tapi, aku rasa kita harus cepat-cepat pindah dari sini.” Wahyu menyandarkan dagunya pada bahu Anggun dan semakin memeluk erat. “Kamar Putra ini terlalu kecil. Apalagi tempat tidurnya cuma ukuran single. Terlalu sempit.”“Hm.” Anggun kembali menggumam, masih sibuk menenangkan gejolak yang baru saja menguasai tubuhnya. Sesaat, ia menutup mata, merasakan dekapan Wahyu yang hangat dan nyaman di punggungnya.“Aku serius, tapi cuma dijawab ham hem ham hem.” Wahyu berdecak lalu menggigit pelan daun telinga Anggun dan wanita itu langsung menyikut pelan perutnya.“Mas,” desis Anggu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 165

    “Pagi Papa Wahyu,” sapa Anggun ketika melihat pria itu membuka mata. “Gimana tidurnya? Nyenyak?” tanyanya dengan nada meledek.Wahyu hanya membuka mata. Melihat Anggun yang tampak sudah segar dan baru saja duduk di depan meja rias. Ia masih mengumpulkan kesadaran dan tidak bergerak karena kedua kaki Putra melintang di dadanya.Tidak hanya itu, Wahyu bahkan beberapa kali merasakan tendangan dari kaki mungil itu ketika tidur tadi malam. Putranya itu, ternyata tidak bisa tidur dengan anteng dan terus bergerak ke mana-mana.Jadi, bagaimana bisa Wahyu tidur nyenyak tadi malam, jika wajah, dada, perut, dan bagian tubuh lain kerap mendapatkan tendangan dengan tiba-tiba.“Apa dia selalu mutar-mutar begini kalau tidur?” tanya Wahyu dengan suara berat.“Sudah ngerasain tendangan Putra belum.” Anggun terkekeh sembari memakai pelembabnya. “Pasti sudah, kan?”Wahyu ikut terkekeh. Menyingkirkan kedua kaki mungil itu dengan perlahan, lalu meregangkan tubuh dan menatap langit-langit kamar Anggun.“Har

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 164

    “Mas! Kamu itu nggak ada kerjaan apa?” desis Anggun melotot pada Wahyu yang selalu mengekorinya sejak tadi.“Nggak ada,” jawab Wahyu cuek dan terus berada di sisi Anggun yang sedang membuka lemari pendingin.Ia memang sengaja mengikuti sang istri sejak tadi, karena masih saja kesal dengan ulah Anggun yang menutup pintu pintu kamar dan mengunci Wahyu dari dalam.“Apa kamu lupa kalau aku lagi cuti, jadi memang nggak ada kerjaan,” lanjut Wahyu menambahkan. “Maunya ngerjain kamu. Apalagi Putra lagi sama oma opanya. Sepertinya, mereka memang ngasih kita waktu buat berdua.”Setelah meletakkan kantung ASI-nya di freezer dan menutup pintunya, Anggun bersedekap. “Apa kamu lupa, aku juga lagi ‘cuti’?” ucap Anggun mengingatkan perkataannya siang tadi. “Jadi—”“Banyak jalan menuju Roma,” putus Wahyu tetap tenang. “Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Setiap ada masalah, pasti ada solusinya. Masa’ yang begitu aja nggak tahu. Apa perlu aku ajari? Kalau perlu bilang, karena aku bisa jadi gu

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 163

    Sah.Akhirnya, penantian Wahyu selama ini berbuah manis. Setelah melewati berbagai rintangan terutama ketidakpastian, akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana ia mengucapkan ikrar suci pernikahan, dengan wanita yang selama ini telah menjadi ratu di hatinya.“Sekarang, manggilnya juga harus mama sama papa,” ucap Desty ketika mereka sudah berada di parkiran Lembaga Pemasyarakatan. “Nggak usah sungkan. Kalau Wahyu macam-macam, kamu tinggal adukan sama Mama.”“Makasih, Ma.” Anggun mengangguk. Merasa sedikit aneh, karena panggilannya pada Desty harus berubah.“Sekali lagi selamat, ya,” ujar Darwin menepuk bahu Anggun dua kali. “Semoga Wahyu nggak bikin ulah lagi. Dan tolong sabar ngadapin dia yang suka seenaknya. Tapi kalau dia sampai kelewatan, langsung telpon Papa.”“Iya, Pa.” Anggun kembali mengangguk. “Makasih juga.”“Kami balik duluan, ya,” pamit Desty sembari memeluk Anggun dengan singkat, pun dengan Wahyu. “Jaga Anggun dan nggak usah lagi macam-macam.”“Memangnya kapan aku pernah

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 162

    “Mau apa kamu ke sini?” Regan hanya bisa diam di kursi roda. Menatap mantan menantu yang tiba-tiba datang menjenguknya di penjara. “Kita sudah nggak punya urusan lagi.”Wahyu bersandar pada kursi besi lalu menyilang kaki. Mereka tidak bertemu di tempat para pengunjung biasa bertemu, karena itu ia bisa dengan bebas menatap dan menelisik penampilan Regan yang sangat jauh berbeda.Tubuh Regan tampak semakin kurus dengan cekungan mata hitam yang semakin membuat raganya terlihat renta. Rambut putih yang sudah menghiasi kepala, semakin menegaskan tanda-tanda penuaan yang tidak lagi bisa disembunyikan.Semua sudah berubah. Tidak ada lagi Regan yang selalu tampil rapi dan bugar di setiap kesempatan. Semua telah musnah, termakan usia dan karma yang didapat di dalam penjara.“Aku mau menikah dengan Anggun,” jawab Wahyu tidak mau berputar-putar. “Dan aku butuh pak Regan untuk jadi walinya,” ucapnya berusaha menjaga kesopanan di depan Regan.Regan menghela pelan dan memejam sejenak. “Apa kamu ngg

  • Bittersweet Revenge   BR~161

    “Lamaran apa ini!” Anggun melihat cincin yang tersemat di jari manisnya dengan mencebik. Mengingat kembali, momen tidak terduga yang terjadi sore tadi. Yakni ketika Wahyu melamarnya di sela-sela ulang tahun Putra yang terjeda. “Ck! Ada orang ngelamar mode maksa begitu.”“Ada,” jawab Wahyu santai, sekaligus lega karena sudah menyematkan sebuah cincin di jari wanita itu.Mungkin caranya tidak biasa dan jauh dari kata romantis. Namun, hal itu akan menjadi momen yang tidak akan terlupakan dalam perjalanan mereka di masa depan nanti.“Ah!” Anggun masih saja kesal karena lamaran Wahyu sungguh berada di luar ekspektasinya. Meskipun begitu, ia tetap menerima lamaran tersebut karena tidak bisa memungkiri rasa nyaman yang ada ketika berada bersama Wahyu.Entah apa itu cinta dan bagaimana cara menjelaskannya. Yang Anggun tahu hanyalah, ada perasaan hangat yang tidak biasa jika pria itu ada bersamanya. Terlebih ketika melihat interaksi Wahyu dengan Putra. Semua itu mampu meruntuhkan kebekuan yang

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 160

    Sebenarnya, sejak kepindahannya ke Bali, Anggun sudah dua kali pergi ke Jakarta bersama Syifa dan Budiman. Mereka bergantian mengunjungi makam Sabda, lalu kembali lagi ke Bali.Namun, kali ini berbeda. Seluruh keluarga besar pergi ke Jakarta karena Budiman dan Darwin akan menghadiri rapat pemegang saham di Warta. Satu-satunya perusahaan keluarga yang tersisa dan Budiman masih menjadi pemegang saham mayoritas di sana.“Harusnya Ken juga disuruh ke Jakarta,” ujar Anggun sembari menempelkan balon-balon yang sudah diberi double-tape ke dinding. Ia sedang membuat dekorasi sederhana, di salah satu dinding ruang keluarga untuk merayakan hari ulang tahun Putra yang pertama.“Dia lagi sibuk ngurusin resor,” ucap Wahyu yang hanya berbaring di karpet menemani Putra bermain dengan balon-balon kecil yang baru ditiupnya. “Memangnya kenapa Ken disuruh ke Jakarta juga?” tanya Desty yang juga ikut sibuk menempel bendera kertas berbentuk segitiga warna warni di dinding.“Anggun dari dulu mau jodohin

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 159

    “Masih panas?” tanya Wahyu ketika Anggun baru saja membuka pintu kamar. Belum sempat Anggun menjawab, ia langsung merangsek masuk dan mendapati Putra masih terlelap di tempat tidur. “Rewel nggak?”“Nggak terlalu.” Anggun berbalik dan berjalan lesu menuju tempat tidurnya. “Titip bentar, ya, Mas. Aku mau mandi.”“Mandilah dulu.” Melihat Putra masih anteng di tempatnya, Wahyu mematikan pendingin ruangan dan beralih menuju jendela. Menarik tirainya, lalu membuka daun jendela lebar-lebar. Membiarkan udara pagi nan segar masuk ke dalam kamar.Sembari menunggu Anggun, Wahyu duduk bersandar pada bingkai jendela, menekuk satu kakinya. Menikmati embusan udara pagi dengan senyum lebar yang tersemat bahagia. Hati Anggun yang selama ini membatu, akhirnya menunjukkan retakan-retakan kecil yang memberi harapan. Wahyu tahu, semua itu bukanlah proses yang mudah. Namun, ini adalah sebuah langkah kecil yang membawa mereka lebih dekat pada kebahagiaan yang baru.“Udah gila, Mas?” tanya Anggun sembari kel

  • Bittersweet Revenge   BR ~ 158

    “Mama, bisa bicara sebentar,” pinta Anggun mendatangi Syifa yang berada di kamar, ketika keluarga Sadhana sudah kembali ke rumahnya. Hanya Wahyu yang menetap dan akan menginap, karena ingin memantau perkembangan Putra.“Masuk sini,” ucap Syifa pada Anggun yang berdiri di bibir pintu. Ia tahu, Anggun pasti sedang mengalami kegundahan, akibat pertemuan keluarga yang terjadi beberapa waktu lalu. “Putra sama Wahyu?”“Iya.” Anggun mengangguk sembari melangkah masuk. Ia duduk pada sofa panjang yang baru ditunjuk Syifa. Sementara, wanita itu sedang duduk di depan meja rias dan melakukan ritual malamnya sebelum tidur. “Mereka di kamar.”“Sebentar, ya.” Syifa buru-buru meratakan pelembab di wajahnya dengan gerakan cepat, lalu beranjak menghampiri Anggun. Setelah duduk di samping sang menantu, barulah Syifa mempersilakan Anggun bicara lebih dulu dengan lembut. “Silakan, kamu pasti mau bicara masalah pertemuan tadi, kan?”Lagi-lagi Anggun mengangguk. Tanpa mau membuang waktu, ia lantas mengeluar

DMCA.com Protection Status