"Maaf, ya, Nak Nadia. Alana memang seperti itu, dia keras kepala." Brata merasa tidak enak, apalagi melihat wajah pias Nadia. "Ayo kita ke ruang makan."Nadia mengangguk, membawa langkah tertatih menuju ruang makan."Jangan kapok mau ke sini, ya. Ini masih terlalu awal bagi Alana, mungkin dia kemarin terlalu berharap. Jadi, move on-nya lama," sambung Brata.Nadia tersenyum tipis. "Aku ngerasa nggak enak, Kek. Maafkan aku, ya.""Bukan salahmu, dia memang seperti itu. Nanti Kakek yang akan kasih pengertian ke orang tuanya."Pria senja itu melemparkan senyum hangat, berharap Nadia tidak lagi salah paham.Sementara Darren fokus pada ponselnya, wajahnya menegang membaca pesan teks dari Anton. Koleganya itu mengatakan baru saja tiba di Jakarta bersama istri, anak serta calon menantunya.Anton mengajak Darren bertemu di restoran yang terletak di depan apartemennya dulu, jelas saja hal itu membuatnya panik. "Nad, aku ada urusan pekerjaan. Bagaimana ini?" bisiknya."Sekarang hari minggu, Kak.
Read more