Home / Romansa / Kakak Ipar Rasa Pacar / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Kakak Ipar Rasa Pacar : Chapter 81 - Chapter 90

167 Chapters

81 || Kecewa

"Dengan hormat, sidang kasus pembunuhan berencana hari ini akan dibuka. Saya sebagai hakim akan memimpin sidang ini dengan adil dan berdasarkan hukum yang berlaku. Saya mengharapkan semua pihak untuk memberikan bukti dan argumen dengan jujur dan transparan agar kebenaran dapat terungkap dalam persidangan ini. Mari kita mulai sidang dengan penuh keadilan."Hakim menatap satu persatu orang yang hadir dalam persidangan ini, lantas mulai membacakan prosedur. "Dengan hormat, kuasa hukum dari pihak penggugat, saya meminta Anda untuk menyampaikan argumen dan bukti yang mendukung tuntutan Anda dalam kasus ini. Mohon jelaskan dengan jelas dan tegas mengenai alasan mengapa Anda menganggap tergugat terlibat dalam rencana yang disebutkan. Silakan mulai presentasi Anda."Nadia menatap ke arah Pak Hikam, berdoa agar pria paruh baya itu bisa menjabarkannya dengan baik."Yang Mulia, dengan hormat kami dari pihak penggugat ingin mempersembahkan bukti-bukti yang sangat vital dalam kasus ini. Kami memi
Read more

82 || Kritis

Kediaman Anton | Malam hari.Rumah mewah itu dihias dengan banyak bunga hidup dan lampu kristal, suara alunan musik mengalun lembut. Banyak tamu undangan yang telah hadir, terutama dari keluarga besar.Malam ini pertunangan Raka dan Embun, Dua insan itu sudah berkomitmen untuk menjalin hubungan yang lebih serius ke jenjang selanjutnya. Semua orang sudah menawarkan untuk melakukan perkenalan dulu, tetapi pasangan itu mengatakan kalau mereka sempat menjalin kasih selama tiga tahun dan ingin merangkainya sejak awal mulai hari ini."Dalam momen istimewa ini, di depan keluarga yang kita cintai, aku ingin berbagi sesuatu yang sangat penting. Sejak pertama kali kita bertemu, hidupku berubah menjadi lebih indah. Kamu adalah cahaya yang menerangi setiap hari dalam hidupku. Dengan cinta dan kesadaran penuh, aku ingin menanyakan padamu, Embun Alillea, apakah engkau mau berbagi sisa hidupmu denganku? Bersama-sama kita akan tertawa, bahagia, dan merayakan setiap momen kecil. Kita akan mengarungi
Read more

83 || Dilupakan

Nadia duduk sambil mencengkeram lembut bahu ayahnya, air matanya seolah tidak mau berhenti mengalir."Aku tahu Ayah pasti mendengar suaraku. Kata orang, saat seseorang koma alam bawah sadarnya masih bisa mendengar suara di sekitar. Dan aku ... a-aku hanya ingin mengatakan kalau aku sangat menyayangi Ayah. Jadi, tolong ... tolong bangunlah. Aku rindu suara Ayah, aku pengen peluk Ayah," rintih Nadia.Sementara Darren berdiri di dekat kaki Toni sambil menautkan tangannya ke depan.Denting alat medis yang berada di ruangan putih ini semakin membuat telinga berdengung, aroma obat menusuk indera penciuman.Nadia enggan beranjak, dia masih ingin menemani ayahnya. Menunggu pria paruh baya itu sampai sadar, meskipun tadi dokter mengatakan bahwa kemungkinannya sangat kecil."Kamu belum makan dari siang, Nad."Gadis itu menoleh, sekejap kemudian kepalanya menggeleng. "Aku nggak enak makan kalau Ayah masih seperti ini.""Dan Ayah akan sedih kalau kamu nggak mau makan," sahut Darren."Dokter tadi
Read more

84 || Diterima dengan Baik

"Nih, minumannya." Darren menaruh nampan besar berisi tiga cangkir dan dua piring buah potong.Brata tersenyum lebar, mengambil satu piring berisi anggur dan menyerahkannya kepada Nadia."Makanlah, Nak."Nadia mengangguk dengan senyum manisnya, menerima piring tersebut dan lantas memakan satu anggur. Manis sekali.Darren yang melihatnya hanya terdiam, menatap bergantian kakeknya yang meminum teh dan Nadia yang masih memakan anggur.Yang lebih menyebalkan, Brata duduk membelakangi Darren. Seolah benar-benar tidak menganggap cucunya."Kek, ini Nadia. Wanita yang aku bicarakan_""Kesibukanmu sekarang apa, Nad?" tanya Brata tanpa peduli Darren yang tengah berbicara padanya.Pria senja itu tidak peduli telah memotong ucapan cucunya, wajahnya bahkan tidak teralih dari Nadia."Aku lagi jalanin bisnis online, Kek. Jual beli baju sama aksesoris. Kalau dulu aku kerja di butik, setelah kecelakaan aku resign karena kata Dokter pemulihannya lama. Aku nggak mungkin kerja dalam kondisi seperti ini,"
Read more

85 || Mengintimidasi

"Nggak! Aku memang sempat dijodohkan sama Alana, tapi aku nolak." Darren menatap tajam ke arah Alana yang masih tampak santai saja. "Apa kamu lupa kalau aku telah menolak perjodohannya, Alana? Jadi, nggak ada lagi perjodohan antara kita, jangan seenaknya ngaku jadi calon istri. Sampai kapanpun, kamu nggak akan pernah jadi calon istriku!" Wajah Alana pias mendengar penolakan itu, tangannya mencengkram goodie bag yang dibawanya. "Aku sudah ada wanita lain, dan Kakek telah setuju. Jadi, berhentilah untuk merecokiku, Alana. Kita masih bisa jadi teman ataupun saudara, tapi jangan ganggu kenyamananku. Kata-katamu barusan ... telah membuat aku dan calon istriku nggak nyaman!" tegas Darren. Alana menyeringai, menatap remeh Nadia sambil bertanya, "wanita cacat ini calon istrimu?" "Jaga ucapanmu!" Darren menunjuk tepat di depan wajah Alana, membuat gadis itu langsung mundur. "Atau ku buat mulutmu nggak bisa ngomong lagi." Bukannya takut, Alana terkekeh mendengarnya. "Jangan keterlaluan, D
Read more

86 || Aksi Arabella

"Maaf, ya, Nak Nadia. Alana memang seperti itu, dia keras kepala." Brata merasa tidak enak, apalagi melihat wajah pias Nadia. "Ayo kita ke ruang makan."Nadia mengangguk, membawa langkah tertatih menuju ruang makan."Jangan kapok mau ke sini, ya. Ini masih terlalu awal bagi Alana, mungkin dia kemarin terlalu berharap. Jadi, move on-nya lama," sambung Brata.Nadia tersenyum tipis. "Aku ngerasa nggak enak, Kek. Maafkan aku, ya.""Bukan salahmu, dia memang seperti itu. Nanti Kakek yang akan kasih pengertian ke orang tuanya."Pria senja itu melemparkan senyum hangat, berharap Nadia tidak lagi salah paham.Sementara Darren fokus pada ponselnya, wajahnya menegang membaca pesan teks dari Anton. Koleganya itu mengatakan baru saja tiba di Jakarta bersama istri, anak serta calon menantunya.Anton mengajak Darren bertemu di restoran yang terletak di depan apartemennya dulu, jelas saja hal itu membuatnya panik. "Nad, aku ada urusan pekerjaan. Bagaimana ini?" bisiknya."Sekarang hari minggu, Kak.
Read more

Chapter 87

"Siapa tadi, Kak?" tanya Nadia dengan suara gemetar, Ara hanya menggeleng karena fokus mengemudi. "Nggak usah dipikirkan, nanti aku minta Darren buat cari tahu. Sekarang kita langsung balik ke rumah sakit saja, ya. Supirku butuh pertolongan," jawab Ara. "Iya, Kak." Nadia mengangguk pasrah, merasa bersalah telah membuat Ara dalam bahaya. Dia teringat kelas bela dirinya, lalu menunduk melihat kakinya. Sungguh, Nadia ingin segera sembuh agar tidak merepotkan banyak orang. "Mikir apa?" tanya Ara, sambil melirik Nadia melalui kaca kecil yang terletak di atasnya. "Nggak mikir apa-apa, Kak." Gadis itu menampilkan senyum manis, seolah dirinya baik-baik saja. "Nggak usah mikir macam-macam, Nad. Kakak nggak papa, tadi hanya luka kecil. Mereka itu iseng, suruhan orang jahat." "Makasih banyak, Kak," kata Nadia yang hanya diangguki oleh Ara. Dia tadi sempat mendengar dua pria tadi mengincarnya, Ara dan pak supir telah melindungi nyawanya. Ara juga menyembunyikan yang sebenarnya agar dia
Read more

Chapter 88

"Kenapa kita ke rumah sakit? Kamu mau menjenguk seseorang, Darren?" tanya Alana saat mobil itu berhenti di depan parkiran rumah sakit. Darren tidak menjawab, pria itu melepas sabuk pengaman dan langsung turun. Mau tidak mau Alana mengikutinya, melangkah menyusuri lorong hingga tiba di depan ruang rawat khusus. Alana menegang saat mendapati Nadia duduk bersama seorang perempuan di kursi panjang. Alana berdiri terpaku di belakang Darren dengan kedua tangan yang kembali terkepal menahan amarah. "Dia benar-benar selamat, bahkan nggak luka sedikitpun," batin Alana, menatap benci ke arah Nadia. "Kenapa diam di situ?" Darren mengernyit melihat Alana yang terpaku di belakangnya, sejurus kemudian wanita itu memasang senyum terpaksa di bibir merahnya. "Ah, nggak papa. Aku kaget aja kenapa kita ke sini," sahut Alana. Darren menatap ke arah Ara yang juga memandangnya, lantas kembali menoleh ke belakang. "Kamu lihat wanita yang duduk di samping Nadia? Dia adalah wanita yang telah menghaja
Read more

89 || Halusinasi

"N-Nadia ...." Nadia terdiam terpaku, berdiri di samping ranjang ayahnya sambil menatap sendu pria baru baya itu.Ayahnya tidak dapat menggerakkan kepala, lehernya di sangga alat khusus dan hanya bola matanya saja yang bisa digerakkan. Kalau orang yang tidak tahu penyakit sebenarnya, pasti mengira Toni kecelakaan parah sampai menyebabkan ada saraf yang putus. Padahal, kondisi itu efek dari virus yang disebabkan oleh kapsul pelemah saraf."Nadia." Toni kembali menyebut nama putrinya, membuat Darren meminta Nadia untuk mendekat.Nadia perlahan menggerakkan kakinya mendekat, dia dibantu Darren untuk duduk."Aku di sini, Yah. Setiap hari aku di sini, aku nggak pernah meninggalkan Ayah sedetikpun. Bagaimana rasanya? Apa masih ada yang sakit?" bisik Nadia."Nggak ada yang sakit. Ayah ... Ayah melihat Mamamu."Jantung Nadia serasa merosot turun, apa maksudnya? Apakah Ayahnya berhalusinasi?"Jangan sedih, Ayah nggak sakit lagi. Semuanya senyum lihatin Ayah, ada Kakekmu juga," sambung pria p
Read more

90 || Pernikahan

Brata berjalan tertatih dengan digandeng oleh Jacob, kening keriput itu terlihat semakin mengerut. "Darren ...." Suaranya terdengar sangat parau, membuat Darren langsung menghampiri Kakeknya. "Ayo, Kek," ucapnya sambil meraih tangan kiri Brata, menuntun menuju ke dekat ranjang. "Kek, ini ...." Darren tidak sanggup melanjutkan ucapannya, helaan napasnya terdengar sangat berat saat melirik wajah pria senja itu menegang. Kedua netra rapuh itu terbelalak, tangan keriputnya semakin menguatkan cengkraman pada walking frame. Darren menyangga tubuh Kakeknya yang tampak menegang, khawatir pria senja itu ikut syok. "Toni? Kenapa bisa—" Brata tidak mampu melanjutkan kata-katanya, netra pria senja itu menatap tajam ke arah Darren seolah meminta penjelasan. "Iya, Kek. Pak Toni adalah ayahnya Nadia, ayah tirinya Tania. Mantan istriku itu ... kakak tirinya Nadia," jelas Darren yang membuat Brata terkesiap kaget. Pandangannya beralih kepada Nadia, membuat gadis itu khawatir Brata tidak a
Read more
PREV
1
...
7891011
...
17
DMCA.com Protection Status