Home / Rumah Tangga / Istri Tawanan CEO Kejam / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Istri Tawanan CEO Kejam: Chapter 101 - Chapter 110

133 Chapters

Bab 101: Mencintai Revana Berkali-kali Lipat

Jay duduk di samping Gave di sofa ruang tengah, napasnya berat, seperti membawa beban yang tak kasat mata. Matanya menatap langit-langit, seakan mencari jawaban di sana sebelum akhirnya berbicara.“Aku baru saja bicara dengan adikmu agar memaafkan Tristan. Tapi, dia hanya diam, tanpa reaksi, seolah setiap kata yang kuucapkan terhempas oleh dinding perasaan yang dingin dan tebal,” ujarnya pelan, nyaris seperti bisikan yang hilang bersama angin.Gave menganggukkan kepalanya dengan pelan, menghela napas panjang. "Ya. Tapi, meskipun Tristan kembali, aku yakin, Revana sudah siap menyambutnya dengan tatapan yang tak lagi sama, mungkin serupa embun pagi yang beku, seperti keteguhan es di tengah musim salju." Suara Gave terdengar seperti kenangan yang nyaris pudar, namun tetap terasa pedih.Jay mengangguk pelan, matanya menyipit dengan sorot perenungan yang dalam. "Kamu benar, Gave. By the way, selama ini, Tristan... dia ditipu oleh Aluna."Alis Gave terangkat tinggi, matanya menyiratkan kein
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

Bab 102: Bukan Wanita Gila Sepertimu!

Satu minggu kemudian...Sudah dua minggu lamanya Tristan tidak pernah kembali ke rumah, seolah dia meninggalkan sebagian dirinya di sana, tetapi jiwanya enggan untuk kembali. Bahkan bujukan dari Gave pun tak lagi memiliki daya.Dalam hatinya yang penuh luka dan ego yang terasa teriris, Tristan bertekad—dia tidak akan pulang sampai bisa membuktikan bahwa dirinya benar, meskipun dunia menganggapnya salah."Tristan, aku menemukan keberadaan Aluna!" Jay tiba-tiba datang, suaranya sedikit tergesa, namun penuh dengan ketegasan.Di sana, di ruang kerjanya, Tristan berdiri diam seperti patung yang kehilangan cahaya, matanya menatap kosong pada pemandangan kota yang terbentang di balik jendela kaca, seakan menyembunyikan segala badai di hatinya.Mendengar nama itu, Tristan menoleh cepat ke arah Jay. Ekspresinya datar, namun sorot matanya tajam bak pisau yang siap menusuk."Beritahu aku di mana wanita jalang itu berada," ucapnya, suaranya datar namun sarat dengan dingin yang mencekam, seperti m
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

Bab 103: Belanja Keperluan Bayi

Jam dinding menunjuk angka sembilan pagi ketika Revana berjalan mendekat ke arah Hendri, yang tengah duduk di mini bar, menyesap kopi hitamnya yang masih hangat. Ruangan itu dipenuhi aroma kopi yang pekat, menghangatkan suasana pagi yang tenang."Hendri, Kak Gave ke mana?" tanyanya dengan suara lembut, ada nada keingintahuan di matanya yang teduh.Hendri menatap Revana dan tersenyum kecil. "Gave dipanggil ke kantor sama suami kamu, Revana. Ada apa?" tanyanya dengan nada ingin tahu.Revana mengangguk pelan, bibirnya melengkungkan senyum tipis. "Oh, jadi lagi di kantor Mas Tristan," ucapnya, suaranya hampir seperti bisikan yang tenggelam dalam pikirannya sendiri.Hendri menatapnya, melihat ada sesuatu yang lain di balik senyumnya. "Ada apa?" tanyanya sekali lagi, penuh perhatian.Revana mengusap perutnya dengan lembut, matanya menatap penuh kasih pada kehidupan yang tumbuh di dalamnya. "Usia kandunganku sudah tujuh bulan, Hendri. Tapi, aku belum membeli apa pun untuk anakku," katanya, s
last updateLast Updated : 2024-11-02
Read more

Bab 104: Kecelakaan

Setelah hampir tiga jam di mal, Hendri dan Revana memutuskan untuk pulang, membawa tas-tas berisi baju dan perlengkapan mungil yang penuh warna-warni, siap menyambut bayi yang segera lahir ke dunia.Di dalam mobil, Revana duduk sambil merapikan kantung belanja mereka, dan tiba-tiba, ia teringat sesuatu yang selama ini membuatnya penasaran."Hendri?" panggil Revana lembut.Hendri menoleh dari kursi kemudi, tersenyum ramah. "Ada apa, Revana?""Kamu betah, kerja dengan Mas Tristan?" tanyanya, matanya memancarkan ketulusan yang ingin benar-benar memahami sosok yang selama ini berdiri di sisi suaminya.Hendri tersenyum, mengangguk penuh keyakinan. "Tentu saja. Tuan Tristan sudah seperti kakakku sendiri, Revana. Dia sangat baik meskipun kadang… menyebalkan juga. Apalagi kalau sudah memerintah," candanya dengan nada santai.Revana terkekeh pelan, ada kehangatan dalam tawa ringannya. "Kalau sudah mau, harus cepat-cepat dituruti, ya?" tanyanya, nada suaranya seperti memahami betul apa yang dik
last updateLast Updated : 2024-11-02
Read more

Bab 105: Pilihan Sulit untuk Tristan

Rasa tak nyaman yang menggulung di dada Tristan telah berubah menjadi badai. Setiap detik terasa lambat, membekukan hatinya dalam gelisah yang tak berkesudahan.Kabar kecelakaan itu datang bagai badai mendadak, membawa ketakutan yang tak pernah ia bayangkan. Revana, istrinya yang sedang mengandung, terlibat kecelakaan bersama Hendri yang kini sedang menjalani perawatan di ruang yang berbeda dengan Revana.Mereka dirawat di rumah sakit, dan Tristan kini berdiri di sana, dilanda ketakutan yang semakin menguat tiap detiknya.Setelah berlari melewati koridor, Tristan akhirnya mencapai ruang tunggu darurat. Pemandangan di sekelilingnya samar, seolah dunia di sekitar telah menjadi kabur, meninggalkan satu fokus: Revana."Di mana istriku? Di mana Revana?" Suaranya pecah, disertai air mata yang menetes tanpa bisa ia tahan.Wajahnya berantakan, tak lagi peduli bagaimana ia terlihat. Yang ada hanyalah rasa panik, cemas, dan ketakutan yang tak terkendali.Perawat yang berjaga berusaha menenangka
last updateLast Updated : 2024-11-02
Read more

Bab 106: Tidak akan Membiarkan Hidup Tenang

Operasi telah usai, dan seketika dokter keluar dari ruang operasi, Tristan yang telah menunggu dengan perasaan tak menentu langsung mendekatinya, matanya penuh dengan kecemasan yang membara."Bagaimana operasinya, Dok?" tanyanya dengan suara yang bergetar, penuh ketakutan yang tak mampu ia sembunyikan.Dokter menghela napas dalam sebelum menjawab, "Operasinya berjalan lancar. Namun, istri Anda mengalami koma akibat luka parah di kepala dan kekurangan darah. Dia bersikeras pada kami untuk menyelamatkan anak kalian."Seketika, hati Tristan serasa tercabik. “Lantas?” Ia bertanya lagi, nyaris tak mampu menahan debaran keras di dadanya yang seolah menuntut jawaban."Kami berhasil menyelamatkan keduanya," ucap dokter dengan nada yang pelan, namun penuh harap. "Bayi Anda berjenis kelamin perempuan. Tetapi, kondisinya sangat lemah, sehingga harus segera dirawat di ruang inkubator."Sebuah senyum tipis terbentuk di wajah Tristan yang penuh air mata. Ia menatap bayi mungil itu dari balik kaca s
last updateLast Updated : 2024-11-03
Read more

Bab 107: Menemukan si Pelaku

"Pelaku sabotase telah ditemukan. Ini, alamatnya." Anak buah Tristan menyerahkan sebuah iPad, menampilkan gambar yang menohok tajam di matanya—pelaku tampak begitu tenang, seolah tanpa hati, saat dengan cermat mencabut kabel rem dari mobil yang ditumpangi Revana dan Hendri.“Berengsek!” Tristan menggeram, nada suaranya dipenuhi racun amarah. Wajahnya memucat seketika, lalu memerah oleh luapan dendam yang tak tertahankan.“Aku akan membunuh kalian, sialan!” Suaranya terdengar rendah, hampir serupa bisikan penuh murka, namun cukup dingin untuk membekukan siapa pun yang mendengarnya.Anak buahnya yang bernama Erick menatap Tristan dengan khawatir. “Tuan, jangan gegabah. Kami akan menemani dan menghabisinya untuk Anda. Tetaplah di sini, di samping Nyonya Revana.”Tristan menggeleng, tatapannya berubah keras, tidak bisa dibantah. "Tidak! Aku ingin melihat mereka merangkak di bawah kakiku, memohon ampun, dan memberi tahu siapa yang memberi mereka perintah," ucapnya, tiap katanya terdengar s
last updateLast Updated : 2024-11-03
Read more

Bab 108: Pelaku Sebenarnya

“Masih belum mau memberitahu siapa yang sudah membayarmu untuk mencelakai istriku?” suara Tristan menusuk udara, tenang namun berbahaya, menggambarkan kesabaran yang tinggal setipis benang.Bimo menelan ludah, mengepalkan tangannya dengan keras. Di dalam hati, ia berjuang melawan desakan ketakutan yang mengiris keyakinannya.Ia sudah bersumpah untuk menjaga rahasia ini sampai mati, namun tatapan dingin Tristan menusuk pertahanannya, seolah mampu menggali sampai dasar ketakutannya.Tristan menatapnya sejenak, lalu menghela napas, wajahnya datar tapi penuh ancaman terselubung. “Baiklah,” ucapnya dengan nada tenang yang tak menyembunyikan niat kejam di baliknya.Dia memberi isyarat pada anak buahnya untuk segera menyebarkan rekaman CCTV yang menunjukkan Bimo sedang mencabut kabel rem mobil Revana.“Alfrod!” suara Bimo terdengar putus asa, seolah kekuatannya telah hilang seketika.“Alfrod yang sudah menyuruhku membunuh istrimu. Dia juga yang memerintahkan untuk menabrak mobilnya sebelum k
last updateLast Updated : 2024-11-04
Read more

Bab 109: Menghancurkan Markas Alfrod

Tristan melangkah perlahan mendekati tabung inkubator, tempat bayi mungilnya tertidur dengan damai, seolah terlelap dalam dunia kecilnya yang penuh ketenangan.Wajahnya yang lembut dan polos dipagari tabung kaca, memberikan Tristan pandangan pertama pada keajaiban yang kini menjadi bagian dari hidupnya.Dengan hati yang penuh haru, Tristan mengulas senyum lirih, menyadari bahwa dirinya kini seorang ayah.“Hai, Nak,” bisiknya lembut, suaranya nyaris serak oleh emosi yang meluap. “Ini Papi… Ayah yang selalu menunggumu sejak tahu kamu hadir di perut mamimu.”Kata-katanya mengalir pelan, penuh kehangatan dan kasih sayang yang mendalam. Ia menatap buah hatinya dengan sorot penuh kelembutan, mengagumi setiap detail wajah mungil itu—wajah yang begitu mirip dirinya.Di sampingnya, Gave tersenyum lebar sambil melihat lebih dekat keponakan kecilnya. “Wajahnya mirip sekali denganmu, Tristan. Sepertinya Revana hanya mengandung saja,” canda Gave, tertawa pelan.Tristan tersenyum, teringat betapa b
last updateLast Updated : 2024-11-04
Read more

Bab 110: Tidak Perlu Meminta Maaf

“Siapa yang berani menghancurkan markasku!” pekik Alfrod, suaranya bergemuruh bak badai menggelegar, mengguncang dunia di bawah cakrawala yang muram.Matanya menatap kosong pada pemandangan yang menyayat hati; markas yang selama ini menjadi simbol kejayaannya kini hanya menyisakan puing-puing berdebu, sisa-sisa dari ledakan yang menyapu semalam, meninggalkan kehampaan yang dingin dan mematikan.Empat nyawa turut lenyap dalam kobaran tanpa sisa—hanya debu dan kenangan yang tinggal mengambang di udara yang pekat.“Berengsek! Barang-barang berhargaku hancur lebur! Arghh!!” teriaknya lagi.Amarah menyelubunginya, merambat seperti api liar dalam gurun kering, sampai-sampai tangan kasarnya tak segan-segan menjambak rambutnya sendiri, seolah merobek sebagian dari dirinya yang tak mampu menerima kenyataan pahit ini.Michael, dengan ketenangan yang kontras, menatap Alfrod. “Siapa lagi kalau bukan Tristan,” ujarnya ringan, suaranya seperti angin yang mengalir lembut di tengah badai.Ia sangat y
last updateLast Updated : 2024-11-05
Read more
PREV
1
...
91011121314
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status