Home / Rumah Tangga / Istri Tawanan CEO Kejam / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Istri Tawanan CEO Kejam: Chapter 111 - Chapter 120

133 Chapters

Bab 111: I Miss You, Revana

Dua minggu kemudian ...Langkah Tristan terdengar pelan namun penuh keteguhan ketika ia memasuki rumah sakit.Di tangannya, tergenggam sebuah paper bag besar berisi popok dan susu formula untuk putrinya yang mungil, yang hingga kini masih terlelap dalam ruang inkubator, seolah berselimut dalam kehangatan buatan yang melindunginya dari dunia yang masih terlalu keras.“Sus. Ini, susu dan popok untuk satu minggu ke depan.” Tristan menyerahkan tas itu kepada perawat, suaranya tenang namun terselip rasa sayang yang dalam.“Baik, Pak. Terima kasih,” jawab perawat itu, mengangguk hormat.Tristan menghela napas panjang, lalu sedikit membungkukkan tubuhnya, ingin menyapa sang buah hati yang belum sepenuhnya ia rangkul. Senyum tipis terlukis di bibirnya, menyiratkan kerinduan yang tak terkatakan.“Hei. Sebentar lagi kamu sudah bisa Papi gendong,” ucapnya dengan kelembutan yang menetes seperti embun pagi. Pandangannya melekat pada wajah mungil yang terbaring tenang, jiwanya berbisik penuh harapa
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

Bab 112: Perbaiki Semuanya

“Kenapa kamu menyelamatkanku?” tanya Revana, suaranya begitu lirih, seolah datang dari tempat yang jauh.Tatapan matanya yang masih redup menatap Tristan dengan penuh kebingungan dan rasa bersalah yang mengabur di kedalaman matanya.Tristan menggelengkan kepalanya pelan, senyum kecil namun penuh kasih sayang menghiasi wajahnya.“Aku tidak akan membiarkanmu meninggalkanku, Revana. Jangan pernah berpikir aku rela kehilanganmu,” bisiknya, seraya menggenggam tangan Revana dengan lembut namun erat, seolah memastikan bahwa ia tidak akan pernah terlepas lagi.Revana menutup matanya, tenggelam dalam keheningan yang begitu dalam. Rasa bersalah menggerogoti hatinya; ia terbayang kehilangan buah hatinya, menyalahkan dirinya sendiri yang tak mampu melindungi kehidupan yang pernah tumbuh dalam rahimnya.“Aku akan menjadi ibu yang jahat karena tidak melindungi anakku sendiri,” bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar, penuh kepedihan yang ia pendam sendirian.“Tidak, Sayang. Jangan berpikir seperti
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

Bab 113: Lebih Dominan Tristan

Sudah dua hari Revana dipindahkan ke ruang rawat. Ketika Tristan baru saja tiba di kamar, matanya langsung menangkap wajah Revana yang ditekuk, menunjukkan ekspresi memelas yang begitu menggemaskan, seolah memohon sesuatu dengan lirih dari balik sorot matanya yang teduh.“Sayang, ada apa? Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu, hm?” Tristan bertanya dengan senyum lembut yang terulas di bibirnya.Tanpa ragu, ia mendekat dan mencium kening istrinya dengan penuh kasih, memberikan kehangatan yang membuat Revana tersipu.“Mas… aku ingin melihat anak kita. Aku ingin melihat baby Naira. Aku sudah membaik lho, Mas.” Revana merajuk, nada suaranya manis seperti anak kecil yang merengek ingin hadiah, membuat Tristan tersenyum geli.Melihat Revana begitu menggemaskan, Tristan tak bisa menahan senyumnya. “Baiklah. Kita akan melihat anak kita hari ini,” ucapnya lembut, suaranya seperti angin sejuk yang membawa kebahagiaan di hati Revana.Seketika, senyum lebar menghiasi bibir Revana, matanya berbinar p
last updateLast Updated : 2024-11-07
Read more

Bab 114: Back Home

Satu minggu kemudian. Tepat hari ini, minggu ketiga Revana menjalani rawat inapnya di rumah sakit. Aroma disinfektan yang dulu membuatnya merasa gerah kini terasa seperti bagian dari napasnya, tapi hari ini, itu semua akan menjadi kenangan.Ruang perawatan yang dingin dan bernuansa steril akan ia tinggalkan, digantikan dengan kehangatan rumah yang sudah lama ia rindukan.“Namun, harus tetap cek rutin, ya. Luka dalam Anda masih dalam tahap penyembuhan. Jangan terlalu banyak melakukan aktivitas yang melelahkan,” kata dokter Pram, suaranya tegas namun hangat, menatap Revana yang tengah menggendong bayi kecilnya dengan hati-hati, seolah-olah dunia ini hanya berpusat pada mereka berdua.Baby Naira, sang buah hati yang mungil dan rapuh, sudah diperbolehkan pulang. Semakin hari, kesehatannya pun terus membaik, seperti embun yang makin bening saat sinar mentari mulai merayapi langit.Ada kelegaan mendalam yang terpancar di mata Revana, kelegaan yang hanya seorang ibu yang tahu, sebuah perasaa
last updateLast Updated : 2024-11-09
Read more

Bab 115: Mungkin Semakin Menggila

Usia Naira kini telah mencapai satu bulan. Bayi mungil itu, dengan pipi lembut bak kelopak mawar yang baru merekah, semakin aktif dan sehat setelah berhasil melewati masa-masa rapuhnya, di mana ia terlahir ke dunia dengan napas yang tertatih-tatih.Revana menghela napas panjang, baru saja selesai mandi, namun segera dihadapkan dengan tangis lembut Naira yang seolah memenuhi ruangan seperti melodi lembut."Sayang..." panggilan Tristan menggema, mendesak Revana keluar dari kamar mandi dengan langkah cepat namun penuh kelembutan seorang ibu."Sudah tahu, Mas." Dengan senyum yang menyiratkan kasih tak terbatas, Revana mengambil alih Naira dari dekapan sang suami. Bayi itu, yang sebelumnya tampak resah, perlahan tenang dalam kehangatan pelukannya.ASI Revana kini telah keluar, setelah minggu-minggu penuh ketekunan dan harapan. Ia ingin memberikan Naira bukan sekadar nutrisi, tetapi juga sepenggal jiwanya, sesuatu yang hanya seorang ibu bisa tawarkan pada darah dagingnya sendiri."Anteng ba
last updateLast Updated : 2024-11-11
Read more

Bab 116: Melamar Kerja

“Dengar kabar dari Alfrod?” tanya Tristan sambil menatap Gave yang baru saja menyerahkan dokumen-dokumen yang menuntut tanda tangannya.Nada suaranya tenang, tapi di balik ketenangan itu tersirat kewaspadaan, seperti badai yang sedang menanti waktu untuk meledak.Gave menggeleng perlahan, ekspresinya penuh kehati-hatian. “Belum ada kabar. Tapi sebaiknya kamu tetap waspada. Kemungkinan besar dia sedang menyusun strategi untuk balas dendam. Kamu tahu, Alfrod tak akan tinggal diam begitu saja setelah serangan itu.”Tristan membuka dokumen itu satu per satu, menelusuri kata-kata di dalamnya seakan setiap kata adalah butiran pasir waktu yang akan segera hilang.Pikirannya berkecamuk antara tugasnya sebagai pemimpin mafia dan permintaan Revana yang tak henti terngiang di kepalanya.“Revana memintaku berhenti jadi mafia, Gave. Tapi, aku bingung harus menyerahkan semuanya pada siapa. Tidak mungkin kalau aku memberikannya pada Alfrod—itu sama saja dengan menyerahkan harga diriku padanya.”Gave
last updateLast Updated : 2024-11-11
Read more

Bab 117: Serah Terima

Langit malam membentangkan jubah hitamnya, bertabur bintang yang gemerlap bagai luka-luka kecil yang menganga di dada langit.Tristan berdiri di tengah ruangan yang sepi, memegang berkas terakhir dari masa lalunya yang kelam. Matanya menatap Louis, sahabat lama yang menjadi saksi bisu keputusannya."Aku serahkan semuanya padamu," ucapnya, suaranya penuh kelelahan yang berat seperti batu yang diangkat dengan tangan telanjang. "Jangan pernah membawa namaku lagi dalam misi apa pun itu!"Louis menerima berkas itu dengan gerakan lambat, seperti menghormati akhir sebuah era. Senyumnya merekah samar di sudut bibirnya, sebuah ironi yang menggantung di udara."Aku tahu kamu masih memiliki urusan dengan Alfrod," ujarnya, nada bicaranya bagai belati yang menyentuh luka lama. "Dia sedang marah besar sebab kamu telah membombardir markas utamanya."Tristan mengangkat wajahnya, tatapannya yang gelap bertaut dengan mata Louis. Dalam diam itu ada badai yang berusaha ia redam. "Apakah dia sedang mencar
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 118: Malam yang Mencekam

Malam itu, suasana di markas Alfrod terasa mencekam. Denting jam dinding yang teratur mengiringi amarah yang berkobar di dadanya.Ia menghantam meja dengan telapak tangannya, membuat barang-barang di atasnya bergetar, bahkan lilin yang terpasang hampir jatuh.“Dia pikir menyerahkan kekuasaan itu akhir dari semuanya?!” serunya, penuh emosi.Sorot matanya tajam, wajahnya memerah karena amarah yang tak terbendung. Suara nafasnya memburu, seperti seekor predator yang sedang menunggu waktu untuk menerkam.Di sudut ruangan, Michael berdiri dengan ekspresi tenang. Ia mengamati Alfrod dengan tatapan penuh perhitungan.Ia membuka mulut, suaranya rendah namun penuh penekanan, “Dan apa yang akan kamu lakukan sekarang?”Alfrod mendongak, rahangnya mengeras. “Aku akan menyelesaikan semuanya. Malam ini dia tidak akan mampu melihat matahari terbit esok.” Suaranya bergetar, oleh amarah dan rasa tersinggung yang mendalam atas tindakan Tristan. Ia menggenggam erat senjata api yang terletak di atas mej
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

Bab 119: Luka Tembak

Basement malam itu, denting suara sepatu memantul di dinding, beton basement yang gelap dan sunyi, bercampur dengan desingan peluru yang sesekali terdengar dari kejauhan.Percikan api terlihat sesekali dari peluru yang melesat mengenai besi. Di sudut ruangan, seorang pria bertopeng hitam menendang pintu besi dengan kasar.Penjaga yang tadinya berdiri tegap kini tertunduk tak berdaya, tangan mereka terikat di belakang punggung."Jangan coba-coba melawan!" bentak salah satu anak buah Alfrod.Matanya menyipit dengan tajam saat senapan di tangannya mengarah lurus ke kepala seorang penjaga.Ketakutan menguar di udara, bercampur dengan aroma besi dari darah yang menetes di lantai meninggalkan bercak.Tangan kedua penjaga itu telah ke atas namun tanpa peringatan terlebih dulu dua tembakan mengakhiri nafas keduanya.Bruk! Dua tubuh penjaga rebah di lantai dengan nyawa terputus seketika. Cairan merah pekat membasahi lantai seketika.Anak buah Alfrod terus menyingkirkan siapa saja yang mereka t
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bab 120: Operasi Berjalan Lancar

Suara sirene ambulan membelah heningan malam melintasi jalanan kota yang sepi. Gave duduk di mobilnya mengikuti ambulan.Tristan yang terbaring di ambulan dikelilingi tim kesehatan yang memberikan pertolongan pertama. Cemas dan kekhawatiran terpancar jelas dari wajah Gave."Bertahanlah Tristan," ucap Gave lirih, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Tristan. Di belakang ambulan, sebuah mobil polisi mengawal membawa anak buah Alfrod yang berhasil ditangkap. Louis mengikuti dengan mobilnya sendiri, wajahnya juga penuh kekhawatiran.Setibanya di rumah sakit, Tristan segera dibawa ke ruang operasi. Para dokter dan perawat bergerak cepat mendorong brankar sambil memberikan instruksi satu sama lain.Gave dan Louis hanya bisa berdiri di luar ruang operasi, tak mampu berbuat apa-apa selain menunggu.Gave berjalan mondar mandir di depan ruang operasi dengan wajah tegang. Sesekali melirik pintu besar bertuliskan, "Ruang Operasi, dilarang masuk."Louis duduk di kursi panjang dengan tangan
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more
PREV
1
...
91011121314
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status