Semua Bab Bukan Sebab Cinta Ditolak: Bab 31 - Bab 40

43 Bab

Bab 31

Masih di malam yang sama, di rumah Maya ramai sanak saudara menginap. Keheningan malam terusik oleh suara jeritan melengking panjang, membangunkan seisi rumah. Suasana seketika menjadi panik kala semua orang yang terbangun melihat tubuh Maya mengambang di udara.Abangnya Maya yang lulusan pesantren langsung membacakan ayat-ayat suci, berharap gangguan yang dialami sang adik mereda atau hilang. Namun, yang terjadi kemudian tubuh Maya terangkat semakin tinggi dan berputar kuat bagai gasing.Seisi rumah menjerit ketakutan, suara jeritan mereka tumpang tindih dengan suara tawa Maya yang melengking seperti ringkik kuda. Ayah Maya berinisiatif membukakan pintu lalu berlari ke rumah tetangga, yang merupakan seorang ulama di kampung mereka. Sang tetangga rupanya sudah terjaga, karena kebiasaannya melaksanakan sholat malam."Tunggu sebentar, tuan Angku sedang sembahyang, nanti beliau akan menyusul." ujar istri si ulama yang membukakan pintu. Ayah Maya mengangguk setuju, dia
Baca selengkapnya

Bab 32

"Aku tidak sanggup, dia bukan tandinganku, gadis ini bukan kerasukan biasa, dia dirasuki sijundai." ujar Tuan Angku terbata-bata, darah kental mulai mengalir dari sudut bibirnya, pertanda kalau si Tuan tidak hanya terluka luar tapi juga cedera pada organ dalam.Semua orang sigap mengangkat tubuh Tuan Angku ke mobil, untuk dibawa ke rumah sakit agar mendapat pertolongan segera. Tidak disangka, Tuan Angku dibawa ke rumah sakit yang sama dengan Akmal. Keluarga Maya yang mengantarkan Tuan Angku, bertemu dengan Sofa dan ibunya yang tengah menunggu Akmal di ruang tunggu IGD. Tentu saja Sofa langsung menghampiri kakak laki-laki Maya, untuk menanyakan apa yang terjadi dan siapa yang terluka itu?"Maya kerasukan, Tuan Angku mencoba mengobati tapi malah diserang sampai terluka," jelas kakak lelaki Maya.Sofa mengucapkan istighfar berulang kali, "Apa boleh kami ikut ke rumah Uda, untuk melihat Maya?" tanyanya.Pemuda itu mengangguk, tanda kalau dia memperbolehkan Sofa untu
Baca selengkapnya

Bab 33

*Petang Senin Malam Selasa*Bersamaan dengan teror yang menimpa Akmal, Maya, dan Juriah. Di sebuah tempat rahasia yang tidak diketahui di mana tempatnya. Seseorang tengah memainkan sebuah gasing tangan di dalam goa batu yang gelap, tapi tiba-tiba tubuhnya terbanting ke belakang menghantam dinding batu. Tengkorak kepala yang berada di hadapannya ikut terpental, bara pembakar bubuk kemenyan tumpah berserakan.Dari sudut bibir orang itu mengalir darah kental kehitaman, di jari tangan kanan dan kirinya masih terikat tali pengikat gasing yang dimainkan. Orang itu memperhatikan gasing di tangan, bentuknya masih utuh begitu pula dengan tali kain kafan pengikatnya. Orang itu mengeluh, sambil menyeka tetesan darah di sudut bibir.Dari bagian cerukan batu, satu sosok lain muncul menghampiri si pemain gasing."Uhuk uhuk," pemain gasing itu terbatuk, dan batuknya menyemburkan darah kehitaman."Kau terluka parah sekali, Anakku. Sudahilah untuk sementara," ucap oran
Baca selengkapnya

Bab 34

Bab 34Malam hari di kamar hotel, setelah makan dan minum obat pemberian Maya, Ardi memulai ceritanya. Perkenalan pertama Ardi dengan Juriah terjadi saat sang gadis kerap menemani ibunya berbelanja di lapak jualan Ardi."Aku pikir ibunya baik, ramah, dan sangat familiar. Kami bertukar nomor telepon. Lalu janji bertemu, dia gadis cantik, baik, dan sangat perhatian.” Ujar Ardi di awal cerita.“Sampai kemudian aku menyatakan perasaan kepadanya, tidak disangka Ria membalas cintaku. Semenjak dengannya aku mulai menyisihkan uang untuk masa depan hubungan kami. Tapi kemudian Ria mengatakan, kalau dirinya telah dijodohkan.” Tambah Ardi, setelah itu lama si pemuda terdiam. Bukan diam biasa, tapi sesungguhnya Ardi tengah menangis.“Lantas apa?” tanya Maya penasaran.“Ria tidak mau dijodohkan dan dia minta aku untuk membawanya pergi, aku mengajak Ria pulang ke kampung, kami menaiki bus yang menuju kota padang. Tapi di jalan bis dicegat polisi yang telah dibayar ayahnya Ria,
Baca selengkapnya

Bab 35

"Kalau tidak karena tekad yang bulat, tentulah tak mungkin berkayuh menerjang ombak. Kalau sekira boleh Apak bertanya, apa gerangan penuntun langkah Ananda berdua sampai di sini?" tanya Gaek Lungga, setelah dia menyajikan dua cangkir kopi serta sepiring ubi rebus ke hadapan Maya dan Ardi.Sebagai orang tua yang banyak makan asam garam pergaulan, Gaek Lungga dapat menangkap galau jiwa yang dipendam oleh tamunya. Namun, dia lebih suka mendengarkan pengakuan langsung dari orang yang bersangkutan."Luka di badan karena pukulan, bisa hilang tapi tetap meninggalkan bekas. Namun, luka batin sulit sekali dicari obat," jawab Ardi sambil menunduk menekuri nasib cintanya yang malang.Gaek Lungga menghela napas, "Jika bukan karena kehormatan pastilah ini karena perasaan, apakah tebakanku salah, Anak muda?""Tentang keduanya, Pak. Cinta dan ketulusan yang saya miliki tidak dipandang sebelah mata, lebih dari itu kehormatan saya sebagai laki-laki telah diinjak-injak di depan o
Baca selengkapnya

Bab 36

Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dan melelahkan, Ardi tiba kembali di pondok Gaek Lungga. "Saya sudah dapat syarat yang dibutuhkan Pak." Ujarnya, sambil menyodorkan sesuatu yang terbungkus rapi di dalam kain kafan lusuh bernoda tanah.Gaek Lungga dapat mencium aroma bangkai, yang masih kentara dari benda terbungkus kain itu. "Bukalah," titahnya.Ardi dengan lincah membuka bungkusan yang dibawanya, sebuah tengkorak kepala manusia yang masih ada serpihan sisa daging juga lima lembar tali kafan. Gaek Lungga mengangguk melihat syarat utama yang cukup lengkap itu. "Apa dia seorang gadis?" tanyanya."Iya, dia tewas dianiaya dan jasadnya dibuang ke suatu tempat, baru ditemukan dua pekan setelah kematian, mirisnya lagi dia mati dalam keadaan hamil." Papar Ardi mengenai riwayat tengkorak kepala yang dibawa."Bagus, itu artinya ia mati dengan membawa dendam,” puji Gaek Lungga. “Baiklah, mari kita persiapkan segalanya.”Pertama-tama, laki-laki tua itu menyiapk
Baca selengkapnya

Bab 37

Selasa pagi di jalan depan salah satu kampus keperawatan yang ada di Kota Padang, ramai kendaraan melambat untuk melihat sesuatu yang membuat banyak orang berkerumun. Sesosok jenazah laki-laki mengenakan seragam satpam, tergeletak di dekat pintu gerbang kampus dalam keadaan bersimbah darah.Polisi dan tim INAFIS yang tiba di lokasi langsung melakukan olah TKP dan mengevakuasi jenazah korban ke rumah sakit untuk dilakukan visum et repertum. Hasil investigasi sementara, korban diketahui bernama Anton, usia sekitar tiga puluh tahun lebih, dan berprofesi sebagai petugas keamanan kampus. Korban diketahui bertugas menjaga gedung kampus, dari pukul enam sore kemarin dan seharusnya berakhir pukul enam pagi ini. Korban pertama kali ditemukan, oleh rekan kerja yang akan bergantian sif dengan korban.Hasil pemeriksaan dokter kamar mayat, korban Anton diperkirakan meninggal sekitar dua sampai tiga jam sebelum ditemukan, sebab kematian akibat pendarahan hebat. Pada tubuh korban di
Baca selengkapnya

Bab 38

Juriah digiring ke ruang khusus perlindungan perempuan dan anak, gadis itu dihadapkan kepada penyidik yang beranggotakan dua orang, seorang intel polisi laki-laki, dan seorang penyidik wanita yang juga berprofesi sebagai psikolog."Nama kamu siapa?" tanya penyidik wanita."Juriah, Bu.""Benar kamu membacok orang ini?" tanya penyidik laki-laki sambil menunjuk gambar Anton.Juriah mengangguk, "Iya," jawabnya."Kamu kenal dengannya?"Juriah menggeleng, "Tidak.""Lantas kenapa kamu melukainya sampai dia tewas?""Karena dia ... dia ....""Karena apa?""Dia ... dia ... memperkosa saya," jawab Juriah.Tentu saja penyidik wanita itu terkejut, mendengar pengakuan Juriah."Ingat kapan dia memperkosa kamu?" tanya penyidik."Tadi malam sebelum saya membunuhnya,"Penyidik wanita itu menghela napas, “Ceritakan bagaimana kejadiannya?”Juriah dengan lancar menceritakan detail kejadian yang dialaminya semalam, sampai kemudian dia menya
Baca selengkapnya

Bab 39

*Selasa Malam Rabu* Beberapa orang pria berbadan tegap, dan memakai pakaian serba gelap, bergerak menyebar di seputaran komplek perumahan subsidi bertipe Rumah Sangat Sederhana Sekali. Mereka tengah mengikuti pergerakan seseorang, yang berjalan cepat dan mengendap-endap menuju rumah kecil berdinding batako, yang berdiri terpencil di sudut komplek perumahan tersebut. Rumah itu dihuni oleh seorang janda dengan lima orang anaknya. Seseorang yang berjalan mengendap-endap itu mengetuk pintu, begitu pintu dibuka ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam. "Pak rektor," ucap wanita setengah baya yang tadi membukakan pintu. "Bibi sekali lagi saya minta bibi jujur, di mana bibi simpan kalung itu?" Tanya orang yang dipanggil dengan sebutan pak rektor oleh si pemilik rumah. "Ya Allah, Pak. Harus berapa kali bibi katakan, bibi tidak menemukan apa-apa, kalung apa? Bibi tidak paham." jawab si wanita ketakutan. "Bi, saya akan pekerjakan bibi kembali di kampus dan akan sa
Baca selengkapnya

Bab 40

Hasibuan mendengar kata makian yang keluar dari mulut Ratna, dia mengikuti sang istri yang pergi meninggalkan kampus dan pulang ke rumah.Semenjak kejadian malam itu, Hasibuan melihat perubahan sikap Ratna dan Dandi yang tiba-tiba sering mengurung diri di kamar. Khawatir anaknya memiliki masalah sedangkan sebentar lagi pemuda itu harus berangkat ke luar negri, Hasibuan mencoba menemui putra semata wayangnya untuk mengajak si pemuda berbicara. Di luar dugaan Dandi justru mengatakan bahwa kekasihnya hamil, sungguh Hasibuan tidak tahu siapa gadis yang hamil itu? Dia sengaja tidak menanyakan langsung tentang identitas gadis itu, karena hendak mencari tahu sendiri latar belakang si gadis.Pikir Hasibuan, jika gadis tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan terdidik, tidak ada salahnya menikahkan Dandi terlebih dulu sebelum pemuda itu berangkat untuk melanjutkan pendidikannya. Toh nanti di sana Dandi jadi memiliki teman dan ada yang mengurusnya, apabila telah menikah.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status