Sepuluh tahun kemudian.“Alifa, Alif, ayo cepat Papa sudah menunggu di depan Nak!” Mahra berdiri di depan pintu kamar si kembar sambil memegang perutnya yang sudah enam bulan. Mereka mengambil tas masing-masing lalu beranjak.“Mama kan sudah bilang, waktu sarapan tasnya langsung di bawa turun ke bawah!” Mahra membelai kepala kedua anak kembarnya.“Iya, Ma. Kita pikir akan diambil sama pelayan!” seru Alif. Setelah mencium tangan ibunya.Mahra susah payah mensejajarkan tubuh dengan anak laki-lakinya itu. “Nak jangan selalu bergantungan sama pelayan. Kalau untuk bawa turun tas sendiri bisa kan?”“Tapi, Mama. Mereka kan bekerja untuk kita? Begitu kata Mbak Rohmah!” sahut Alifa yang mengikat kuncir rambutnya dengan pita pink. Sangat menggemaskan.“Iya, tapi, nggak boleh manja. Kita harus mengurus diri sendiri. Nggak boleh bergantungan sama mereka. Gimana kalau mereka pulang kampung? Kan kita harus bisa mengerjaka sendiri!” Mahra kini memegang kedua bahu anak perempuannya.“Iya, Mama!” sahu
Last Updated : 2024-07-03 Read more