Semua Bab PUTRI TUNGGAL TUAN CEO: Bab 41 - Bab 50
51 Bab
BAB 41
Janggala memanggil Siska sekretarisnya ketika dia baru saja sampai ke kantor, wajahnya terlihat ditekuk dan Siska bertanya-tanya apakah ini menyangkut kinerjanya yang buruk.Pria itu langsung duduk di kursinya tanpa lebih dulu membuka jas seperti biasa, dia menatap Siska dengan tatapan garang.“Kamu tahu ibu saya ke desa Permadani?” Pertanyaan itu terkesan menuduh namun juga ada rasa keingintahuan yang besar. Mata Siska mengerjap mendengar pertanyaan itu kemudian mengangguk pelan.“Nona Eveline menanyakan persoalan desa Permadani.” Jawabnya ringan karena merasa tidak ada yang salah dengan itu.“Lalu apalagi yang dia tanyakan?”Siska terdiam sebentar, menimbang apakah nantinya jawaban dia akan membuat atasannya yang usianya jauh dibawah dia ini marah atau sebaliknya.“Siska, tolong jawab saya.” Suaranya begitu tegas dan dalam, matanya yang sipit itu lagi-lagi memancarkan aura mematikan.Siska menggaruk kepalanya yang tidak gatal, anak kecil ini sudah begitu cocok jadi seorang pemimpin.
Baca selengkapnya
BAB 42
Nancy baru turun dari tangga ketika Lavani baru saja masuk dari pintu depan. Seperti sebuah mimpi buruk bagi Lavani dan sebuah keberuntungan bagi Nancy.Wanita paruh baya itu menatap Lavani dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tangan terlipat di dada.“Bagaimana perasaanmu akan punya saingan baru di rumah ini?” Dia melontarkan pertanyaan dengan nada menyindir pada Lavani yang kini menghentikan langkahnya, menoleh pada Nancy dengan kening berkerut.“Apakah mama harus melakukan hal ini hanya karena demi seorang cucu?”Nancy mendengar ucapan Lavani kemudian terkekeh, dia balas menatap Lavani.“Tentu, kamu sudah terlalu banyak melempar alasan tidak masuk akal ketika saya menginginkan seorang cucu. Alasan yang berbelit-belit, apa sulitnya memiliki seorang cucu? Kecuali kamu tidak mampu menghasilkan seorang anak.”Kata-kata itu membuat dada Lavani terasa sesak, ucapan mertuanya kali ini begitu keterlaluan baginya.“Saya sudah pergi ke Rumah Sakit dan mereka mengatakan tidak ada masala
Baca selengkapnya
BAB 43
“Ma, tolong jangan bertindak semau mama!” Janggala merangsek masuk ke dalam ruang baca ibunya setelah dia sampai ke rumah utama, tanpa basa-basi dia langsung ke intinya.Wajahnya begitu kusut.Dalam perjalanan pulang dia mendapat pesan dari Lavani untuk tidak mencarinya terlebih dahulu, dia ingin pulang ke rumah keluarganya. Dia merasa muak dan sesak berada di rumah utama sekarang.Ibunya tengah membaca beberapa berkas bersama Eveline ketika Janggala datang malam itu, dengan kacamata bertengger di hidung wanita paruh baya itu menatap Janggala.“Tidak perlu protes seperti anak kemarin sore, diam dan turuti saja perintah mama.” Jawaban Nancy membuat Janggala semakin naik pitam.“Jangan campuri urusan rumah tanggaku!” Suara Janggala meninggi, jarinya kini menunjuk sang ibu.Nancy menatap anak laki-lakinya dengan tatapan penuh amarah, dia menutup segala berkas yang tengah dia baca sedangkan Eveline sudah melip
Baca selengkapnya
BAB 44
Perpisahan adalah hal yang paling tidak Elang sukai.Perpisahan pertamanya adalah ketika kakek yang dia sayangi meninggal karena serangan jantung, dia menyayangi sang kakek. Baginya, kakek adalah orang yang paling mengerti dirinya.Namun kematian merenggut kebersamaan mereka begitu saja.Perpisahan kedua adalah ketika dia harus kembali ke kampung halaman sang ibu dan meninggalkan Dirra. Ya, sejak kecil rasa tertarik itu sudah muncul. Namun dia masih belum mengerti artinya.Elang menyukai Dirra.Setelah mereka bertemu lagi meskipun Dirra dalam kondisi yang tidak begitu menyenangkan, dia tetap menyukainya. Perasaan itu tidak pernah berubah, namun kali ini dia harus merasakan perpisahan ketiga kalinya.Dia akan membiarkan Dirra pergi dari kehidupannya untuk memasuki kehidupan baru dengan orang yang dulu meninggalkannya. Bukan, lebih tepatnya orangtua si pria yang tidak menginginkannya.“Lang, yang itu tolong masukin ke dalam kardus
Baca selengkapnya
BAB 45
Rumah yang diberikan oleh TANTRA WIBAWA sebagai kompensasi dari apa yang terjadi pada keluarga GAURI berada tidak jauh dari kaki gunung, rumah itu adalah rumah salah satu warga desa yang dalam beberapa tahun terakhir ditinggalkan pemiliknya.Sebelumnya, seorang nenek tua tinggal disana. Namun anak-anaknya kemudian membawa nenek itu ke kediaman mereka karena orangtua itu sudah tidak mampu menjalani hari-harinya sendirian.Dua hari lalu mereka selesai pindah ke rumah baru itu, rumah yang tidak terlalu besar namun pastinya akan nyaman jika ditinggali.Sejak kemarin, Dalenna sudah merengek untuk tidak meninggalkan rumah ini. Dia menangis dan bilang tidak ingin bertemu dengan sang ayah, dia ingin bersama nenek saja. Hal itu membuat Dirra jadi ikut mempertanyakan alasannya mengiyakan keinginan Nancy.Apakah benar dia menginginkan hal itu karena untuk Dalenna atau hanya untuk dirinya sendiri?Malam ini adalah malam terakhir mereka berada disana, Dirra sud
Baca selengkapnya
BAB 46
Lavani menatap Janggala yang tengah membaca buku di ruang kerjanya yang berada di sudut ruang kamar, pria itu menatap buku lekat-lekat bahkan tidak bergeming ketika sang istri masuk.“Kamu benar-benar menerima keinginan mama untuk membawa masuk Dirra ke rumah ini?” Lavani menyilangkan kedua tangannya di dada, berdiri di depan Janggala.Sudah hampir seminggu semenjak mereka terakhir kali bertemu, wanita itu tidak pulang untuk jangka waktu yang lama. Janggala bertanya pada salah satu pegawai di rumah utama Hanggara, mereka bilang Lavani tidak ada di rumah utama sudah begitu lama.Ingin rasanya Janggala bertanya kemana dia pergi, namun supir pribadinya sendiri bahkan tidak ingin mengungkapkannya. Si supir hanya bilang kalau si majikan berada di sebuah hotel selama ini.Persetan.Janggala mulai sedikit demi sedikit merasa curiga pada Lavani. Jujur, dia tidak ingin termakan ucapan ibunya. Hanya saja, dia ingin menyelediki. Dia ingin
Baca selengkapnya
BAB 47
Dirra menatap rumah itu dari dalam mobil, rumah megah yang tidak pernah berubah dari awal dia dan Janggala berpacaran. Rumah yang semakin di lihat begitu mewah dan nampak seperti istana.Istana menyakitkan.Dia akan tinggal disana sekarang, merasakan neraka yang dipilihnya sendiri. Tidak ada banyak pilihan untuk menolak dan dia hanya menerimanya begitu saja.Tangan Dalenna menyentuh pahanya dengan lembut, Dirra menoleh dan mendapati si kecil itu tengah tertidur dengan nyenyak. Perpisahannya dengan Elang serta neneknya membuat Dalenna menangis sampai satu jam perjalanan.“Maafin ibu ya sayang..” Gumamnya pelan sambil mencium puncak kepala Dalenna.Mobil yang membawa Dirra sudah memasuki halaman rumah megah itu, dia bisa melihat Nancy sudah menunggu di depan wajahnya nampak berbinar.Hati Dirra mendadak gundah, karena ini kali pertama dia akan bertemu lagi dengan Janggala.“Bu….” Dalenna terbangun dari tid
Baca selengkapnya
BAB 48
Malam berlalu seperti tidak terjadi apapun, Dirra membuka matanya di pagi hari ketika matahari belum naik. Dia menoleh ke arah jendela tertutup gorden, bahkan belum ada tanda-tanda matahari keluar.Dia sudah terbiasa bangun sejak subuh hari semenjak tinggal di desa, biasanya membantu ibunya bersiap ke ladang.Dia menoleh dan mendapati Dalenna masih tertidur di sebelahnya, malam tadi anak itu dengan riang membicarakan mainan-mainan baru sampai tertidur. Dia masih asik dengan lingkungan baru.Dirra meraih ponselnya, mengecek beberapa pesan dari ibunya. Tidak ada pesan dari Elang, pria itu mungkin sebegitu patah hatinya. Dirra telah melukai hatinya.Dirra turun dari kasur, tidak lupa merapikan selimut, menutupi sebagian tubuh Dalenna agar tidak kedinginan. Dia menuju kamar mandi di dalam kamar dan membasuh wajah serta menyikat gigi.Dia akan membuat sarapan untuk si kecil Dalenna.Dirra masih asik di dapur ketika dia mendengar ketukan di pintu,
Baca selengkapnya
BAB 49
Nancy tergopoh-gopoh datang ke rumah kecil milik Dirra yang tidak begitu jauh dari rumah utama setelah dia mendengar tangisan kencang milik Dalenna, saat itu dia tengah berada di taman memantau tukang kebun menyiram bunga-bunga miliknya.Dia datang dan terkejut ketika melihat Lavani serta Janggala tengah berada di depan pintu rumah Dirra, Dalenna menangis dalam pelukan wanita itu. Wajah Dirra begitu pucat ketika Nancy tiba disana.“Kamu apa-apaan sih Gala! Kok berteriak di depan Lenna?!” Nancy menghardik sang putra, dia segera mengambil Dalenna ke dalam gendongannya, menatap tajam ke arah Janggala.“Mama tanya sendiri pada wanita ini, apa yang dia lakukan pada Lavani!”Nancy menoleh pada Dirra yang masih terdiam di tempat, tidak bergerak sedikitpun. Wajahnya begitu pucat dan tubuhnya bergetar.“Dir, apa yang terjadi? Kamu dan Lavani kenapa?”Dirra tersentak, dia mengangkat wajahnya dengan perlahan, menoleh ke arah Nancy. Semua kata pembelaan tercekat di tenggorokannya, dia tidak mampu
Baca selengkapnya
BAB 50
Sudah seminggu sejak kedatangan Dirra di rumah itu, setiap malam Nancy mengadakan makan malam yang wajib dihadiri oleh Lavani serta Janggala. Hari pertama kedua orang itu menolak keras makan satu meja dengan Dirra dan Dalenna.Mereka memprotes banyak hal, termasuk cara Nancy yang terkesan memaksa.Namun, peraturan Nancy mutlak. Hari kedua mereka pulang lebih awal, duduk di meja makan dan makan tanpa suara. Dentingan alat makan yang beradu dengan piring membuat Dirra gugup setengah mati, berbeda dengan Dalenna yang begitu senang karena bisa makan dengan banyak orang.“Bu! Ini tahu! Tahunya enak!” Katanya ketika menyendokkan sepotong tahu ke dalam mulutnya.“Lenna suka tahu ini? Besok mau makan lagi?” Nancy bertanya dengan senyum lebar di wajahnya, terlebih ketika Dalenna mengangguk mengiyakan wajahnya semakin berseri-seri.Para pekerja mulai membicarakan Dalenna, sikap bocah itu yang sopan dan menggemaskan membuat mereka jatuh cinta. Dalenna sering mendekati tukang kebun dan bertanya b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status