Semua Bab Istri Kedua Om Bara: Bab 91 - Bab 100

114 Bab

91. Mengikis Ego

Om Bara mengangguk pelan, "Baiklah, Keira. Ayo kita bicara."Mereka berdua melangkah keluar ruangan, meninggalkan Sabiru yang tertidur di sofa dan Aurora yang tertidur di ranjang. Di lorong rumah sakit yang sepi, Keira mulai membuka suara.Keira menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Kejadian ini... membuat aku sadar betapa pentingnya kehadiran Om bagi anak-anak. Terutama Aurora. Dia terus memanggil namamu, Om. Bahkan saat aku ada di sampingnya."Ada nada getir dalam suara Keira, membuat Om Bara merasa bersalah. "Keira, kamu tahu itu bukan berarti Aurora tidak menyayangimu. Dia hanya—""Aku tahu, Om," potong Keira lirih. "Aku paham. Justru itulah yang membuatku berpikir ulang tentang keputusanku membawa anak-anak pergi darimu. Jujur, aku...aku mulai ragu dengan keputusanku itu," Bara tertegun, tidak menyangka Keira akan mengangkat topik ini. Namun, ia hanya diam saja, seolah memberi Keira kesempatan untuk melanjutkan uca
Baca selengkapnya

92. Meruntuhkan Obsesi

Keira menghela napas panjang, menatap keluar jendela rumah Om Bara. Ia mengira kepulangannya ke sini akan membawa kedamaian, namun ternyata masalah lama masih menghantuinya seperti bayangan yang tak bisa lepas. Apalagi jadwal liburan sekolah anak-anak telah lama berlalu dan Kevin beserta anak istrinya telah kembali ke rumah mereka. Keira kira dengan begitu Kevin beserta anak istrinya mungkin akan jarang datang ke rumah ini sampai liuran berikutnnya. Sehingga, ia bisa bernafas lega karena bisa terlepas semantara dari segala situasi buruk jika ada mereka di rumah ini.Ternyata dugaan Keira salah besar. Kevin masih saja berusaha mendekatinya dengan berbagai dalih. Setiap Minggu, ia datang berkunjung dengan membawa Bella, putri kecilnya, beralasan ingin mengunjungi opa-omanya. 
Baca selengkapnya

93. Kontradiksi

Setelah pembicaraan yang intens dengan Kevin, Keira berjalan pelan menuju bangku kayu favorit Aurora dan duduk disana,  memejamkan mata sejenak untuk mencoba menenangkan deru jantungnya yang masih berpacu kencang.Keira merasa lega sekaligus gelisah. Lega karena akhirnya bisa mengungkapkan kebenaran yang selama ini terpendam. Namun, gelisah karena reaksi Kevin yang tiba-tiba pergi tanpa kata membuatnya khawatir. Apakah pengakuannya justru akan memperburuk keadaan?Setelah merasa agak tenang, Keira membuka mata dan menghela napas panjang. Pandangannya menerawang jauh, menembus kegelapan yang mulai merayap di antara pepohonan. Ia berharap pembicaraannya dengan Kevin bisa mengubah sikap pria itu, tetapi Keira juga realistis. Ia tahu bahwa perubahan tidak ak
Baca selengkapnya

94. Melepaskan Beban

Keira duduk di balik meja kerjanya, jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan kayu mahoni dengan irama tak beraturan. Pikirannya masih berkecamuk, mengingat kembali percakapannya dengan Kevin di taman belakang rumah Om Bara. Percakapannya dengan Kevin terasa begitu intens, membuka luka lama yang selama ini coba ia kubur dalam-dalam. Setiap kata, setiap ekspresi Kevin, terpatri jelas seperti film yang diulang-ulang dalam benaknyanya. Keira menghela napas panjang, berharap beban berat di dadanya bisa sedikit terangkat.Namun ada setitik harapan yang muncul - mungkinkah Kevin akhirnya bisa melihat kebenaran dan melepaskan obsesinya?Lamunan Keira terganggu oleh suara ketukan pintu yang tiba-tiba. "Masuk," ujar Keira,
Baca selengkapnya

95. Pertarungan Diam-diam

Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Keira saat melihat unggahan terbaru Kevin –foto keluarga kecilnya yang sedang berlibur di pantai. Dalam foto itu, Kevin tampak bahagia menggendong Bella di atas bahu, sementara Tasya tersenyum lebar di samping mantan pacarnya itu."Syukurlah," gumam Keira pelan. Separuh beban yang selama ini menghimpit dadanya seolah terangkat. Melihat Kevin yang sudah bisa move on dan menemukan kebahagian dengan keluarga kecilnya sendiri membuat Keira merasa lega. Setidaknya, satu masalah dalam hidupnya sudah selesai.Sepertinya mulai sekarang benar-benar tak akan ada lagi dendam atau obsesi dari Kevin, yang dulu sempat membuatnya was-was. Tepat ketika Keira hendak meletakkan ponselnya, pintu ruangannya diketuk pelan. "Bu Keira," suara asistennya terdengar dari balik pintu, "Pak Arka datang ingin bertemu.""Oh, suruh masuk saja," jawab Keira sambil merapikan dokumen di mejanya.Arka melangkah masuk
Baca selengkapnya

96. Kecelakaan

Sore itu, setelah seharian penuh bersenang-senang di Dufan, rombongan kecil keluarga itu baru saja tiba di rumah. Aurora dan Sabiru masih bersemangat menceritakan ulang pengalaman mereka naik berbagai wahana, sementara Bara dan Arka sibuk menurunkan tas-tas dan barang bawaan dari mobil.Keira tersenyum melihat kedua anaknya yang masih hiperaktif meski telah lelah seharian bermain. Ia baru saja hendak mengajak mereka mandi ketika dering ponsel Arka memecah keramaian sore itu."Halo?" jawab Arka. Ekspresinya yang semula santai mendadak berubah tegang. "Apa? Kapan? Di mana?"Bara yang menangkap perubahan raut wajah putranya langsung mendekat. "Ada apa?""Ma... Mama kecelakaan, Pa," suara Arka tercekat. "Barusan pihak rumah sakit telepon. Katanya mobil yang ditumpangi Mama bersama supirnya... tabrakan di daerah Kemang."Wajah Bara memucat seketika. "Ya Allah... Vera..." Ia segera merogoh saku untuk mengambil kunci mobil. "Arka, kita ke rumah sakit sekarang.""Aku ikut!" Keira spontan mena
Baca selengkapnya

97. Menawarkan Diri

Sudah 24 jam berlalu sejak operasi Vera. Bara dan Arka yang setia menunggu tampak lelah, namun tak ada satu pun dari mereka yang berani meninggalkan rumah sakit sebelum memastikan kondisi Vera benar-benar stabil.Ketika dokter memasuki ruangan untuk melakukan pemeriksaan rutin, Bara dan Arka spontan berdiri. Setelah serangkaian pemeriksaan menyeluruh, dokter menghela napas panjang sebelum menyampaikan diagnosis yang mengejutkan."Maaf, saya harus menyampaikan terdapat cedera serius pada syaraf di area tulang belakang Nyonya Vera," ucap dokter dengan nada prihatin. "Kondisi ini mengakibatkan kelumpuhan pada kedua kakinya. Namun, untuk berapa lamanya, kami masih perlu memantau kondisi Nyonya Vera kedepannya""Tidak... tidak mungkin!" Vera yang baru sadar dari pengaruh obat bius menjerit histeris begitu mendengar vonis dokter. "Dokter pasti bohong! Saya tidak mungkin lumpuh!"Air mata mengalir deras di pipi wanita paruh baya itu. Tangannya gemetar hebat saat ia berusaha menggerakkan kaki
Baca selengkapnya

98. Luka Lebih Dalam

Usai mendapatkan izin dari Om Bara, Keira melangkah mantap memasuki kamar Tente Vera. Begitu ia sampai di dalam, wanita yang terbaring di ranjang menoleh dengan tatapan tajam begitu menyadari kehadirannya."Mau apa kamu ke sini?" desis Vera, suaranya penuh kebencian. Matanya yang sembab memancarkan amarah yang tak terbendung. "Belum puas menghancurkan hidupku?"Keira tidak gentar menghadapi tatapan penuh kebencian itu. Ia justru tersenyum lembut sembari mendekati ranjang dengan langkah perlahan tetapi pasti. "Tante, mulai sekarang aku di sini untuk merawat Tante. Izinkan aku melakukannya, sebagai bentuk penebusan atas semua kesalahanku di masa lalu.""Penebusan?" Vera tertawa getir, tawanya terdengar menyakitkan. "Kamu pikir dengan merawatku, semua akan kembali seperti semula? LIHAT AKU!" Suaranya meninggi, bergetar oleh emosi yang meluap. "Aku lumpuh! Dan semua ini gara-gara KAMU!""Ya, aku tahu Tante membenciku. Tante berhak untuk itu," Kei
Baca selengkapnya

99. Mencairnya Es Kebencian

 "Maafkan aku, Tante," bisik Keira, air mata mulai menggenang di matanya, memburamkan pandangannya. "Aku... aku tidak pernah menyadari hal itu. Aku terlalu fokus pada kebahagiaan anak-anakku hingga tidak melihat kesedihan Tante."Vera terisak pelan, bahunya bergetar menahan emosi yang selama ini terpendam. "Aku mencintai Mas Bara. Sangat mencintainya." Suaranya pecah, penuh kepedihan. "Tapi sejak kalian kembali... dia berubah. Tatapannya padamu... cara dia tersenyum saat bersama anak-anakmu..." Ia menghela napas berat. "Aku merasa seperti orang asing di rumah sendiri.""Tante benar," ucap Keira lembut, suaranya bergetar menahan emosi yang membuncah. "Semua ini terjadi karena aku. Karena kehadiranku yang mengusik ketenangan Tante di rumah ini. Karena aku, Tante merasa terasingkan di rumah Tante sendiri. Karena aku... Tante terpaksa keluar di hari itu..."Kalimat terakhirnya tergantung berat di udara, mengingatkan mereka pada hari nahas yang mengubah
Baca selengkapnya

100. Persimpangan Dilema

"Tante, sweaternya sudah kusiapkan. Cuaca agak dingin hari ini," ujar Keira sambil membantu Vera mengenakan sweater rajut berwarna lavender.Di kamar Vera, Keira sedang membantu Vera bersiap-siap untuk sesi fisioterapi rutinnya di rumah sakit.Vera tersenyum hangat. "Terima kasih, Keira. Kamu selalu memperhatikan detail seperti ini."Sudah sebulan berlalu sejak hari dimana tembok es di antara mereka mencair. Sejak saat itu, hubungan keduanya berubah drastis. Vera tidak lagi menolak kehadiran dan bantuan Keira, bahkan mulai membuka hatinya untuk menerima Aurora dan Sabiru sebagai anak-anaknya juga."Oh, iya … Tante ini Aurora dan Sabiru titip bunga untuk diberikan pada Tante," Keira berkata sambil memberikan bunga dari kedua anak-anaknya sebelum mereka berangkat ke sekolah."Mereka sangat perhatian ya," Vera tersenyum, matanya berkaca-kaca ketika tangannya menyentuh bungan yang diberikan oleh kedua anak tirinya. "Padahal selama ini aku... aku sangat jahat pada mereka.""Ssst, sudahlah
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status