Semua Bab Istri Kedua Om Bara: Bab 81 - Bab 90

114 Bab

Bab 81. Membuatnya Kembali

Setelah kembali ke paviliun dan selesai makan malam, Aurora dan Sabiru tampak mengantuk. Oleh karena itu, Keira buru-buru mengajak mereka untuk bersiap tidur,Begitu memastikan Aurora dan Sabiru sudah tertidur, Keira pun memutuskan untuk keluar dari paviliun, berniat mencari udara segar. Namun, baru beberapa langkah, ia dikejutkan oleh suara Kevin yang memanggilnya."Keira, bisa kita bicara sebentar?" Kevin menghampiri Keira dengan senyum yang terkesan terlalu ramah.Keira menghela napas pelan, berusaha menetralkan rasa tidak nyaman yang ia rasakan. "Ada apa, Kevin? Kalau tidak ada yang penting, lebih baik bicara besok saja saat ada anggota keluarga yang lain!""Aku cuma mau menyapa dan menanyakan kabar kamu, Kei. Sudah lama banget, kita enggak bertemu." Kevin berdiri tepat di depan Keira, mencoba mempersempit jarak di antara mereka."Kurasa tidak perlu menanyakannya karena kamu sudah melihat sendiri kan bagaimana keadaanku di rumah ini!" Keira menghela nafas panjang. Dalam hati ia in
Baca selengkapnya

82. Tuduhan

Keira memandang keluar jendela paviliun, menatap langit malam yang dipenuhi bintang-bintang. Suasana di luar tampak tenang, kontras dengan badai emosi yang berkecamuk dalam hatinya. Pertengkaran hebat di ruang keluarga beberapa jam lalu masih terngiang jelas di telinganya. Kata-kata tajam Vera, tatapan sinis Tasya, dan sorot mata Kevin yang selalu saja membuatnya tak nyaman - semua bercampur menjadi satu, menciptakan atmosfer yang mencekik dadanya.Ia menoleh ke arah ranjang, di mana Aurora dan Sabiru tertidur pulas. Wajah polos mereka yang damai membuat hati Keira terasa hangat sekaligus perih. Ia mengusap lembut rambut kedua anaknya, membisikkan janji dalam hati bahwa ia akan melakukan apapun untuk melindungi mereka.Keira menghela napas panjang, pikirannya melayang ke kejadian sore tadi. Keira yang saat itu baru selesai melakukan rapat virtual dengan beberapa pemegang saham di perusahannya turun ke ruang keluarga untuk menemui anak-anaknya.Begitu menuruni anak tangga terakhir, i
Baca selengkapnya

83. Tekad Keira

"Cukup!" Keira akhirnya kehilangan kesabaran. "Saya tidak akan membiarkan Tante menghukum anak-anak saya tanpa alasan dan kesalahan yang jelas!"Suasana semakin memanas. Vera dan Tasya terus melontarkan tuduhan, sementara Kevin hanya berdiri diam, matanya masih tak lepas dari Keira. Di tengah kekacauan itu, Keira merasakan tarikan di lengan bajunya."Ma," bisik Sabiru, "Bella bohong. Tadi Biru lihat Bella sendiri yang menjatuhkan bonekanya, tapi Bella enggak mau mengaku."Keira menatap Sabiru, melihat kejujuran di mata anaknya. Ia mengambil napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri."Dengar," ujarnya tegas, "saya mengerti Tante dan Tasya sangat menyayangi Bella. Tapi tolong jangan biarkan kasih sayang itu membutakan kalian dari kebenaran. Sabiru baru saja memberitahu
Baca selengkapnya

84. Membawa Pergi Anak-anak

Matahari pagi baru saja menyingsing ketika Keira membuka matanya. Ia menatap langit-langit kamar yang masih remang-remang, menghela napas panjang sebelum bangkit dari tempat tidur. Hari ini adalah hari yang berat, namun ia tahu ini adalah keputusan yang harus diambil demi kebaikan anak-anaknya.Dengan gerakan perlahan agar tidak membangunkan Aurora dan Sabiru yang masih terlelap di sampingnya, Keira bangkit dari tempat tidur. Semalam mereka tidur bertiga, berpelukan erat seolah takut kehilangan satu sama lain. Keira tersenyum lembut memandangi wajah polos kedua anaknya yang masih pulas, tetapi ada sebersit rasa bersalah yang menyelinap di hatinya.Ia berjalan menuju jendela, menyibakkan tirai dan membiarkan cahaya mentari pagi menerobos masuk. Paviliun tempat mereka tinggal selama ini tampak sepi, begitu juga dengan halaman rumah utama keluarga Mahendra. Keira mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Koper-koper dan tas-tas travel berjejer rapi di sudut kamar, menunggu untuk dib
Baca selengkapnya

85. Tiba-tiba

Sore itu, udara terasa sejuk setelah hujan rintik yang turun sepanjang siang. Aroma tanah basah dan dedaunan segar menguar di sekeliling rumah peninggalan almarhu, Papa Keira. Suasana tenang yang menyelimuti kediaman itu tiba-tiba terusik oleh suara deruman mobil yang berhenti di depan pagar.Keira, yang sedang membaca email bisnis, mengintip dari jendela dengan penasaran. Matanya membulat sempurna ketika mengenali sosok jangkung yang keluar dari mobil tersebut. Arka, dengan koper di tangan dan senyum lebar di wajahnya, berjalan mantap menuju pintu depan.Sudah tiga hari berlalu sejak Keira memberitahu Arka tentang kepindahannya bersama Aurora dan Sabiru, tapi ia sama sekali tidak menyangka lelaki itu akan muncul di depan pintunya hari ini.Dengan tergesa, Keira membuka pintu bahkan sebelum Arka mengetuk. "Arka? Kok tiba-tiba muncul di sini?" tanya Keira, matanya mengamati penampilan Arka yang rambutnya terlihat sedikit berantakan dan kemejanya kusut, menandakan perjalanan panjang yan
Baca selengkapnya

86. Keputusan Bulat

"Keira!" seru Bara. Suaranya di seberang sana penuh amarah dan kecemasan. “Jelaskan pada Om apa maksud pesan yang kamu kirimkan pada Om?"Keira menelan ludah sambil menutup matanya sejenak, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berpacu. Ia tahu percakapan ini tidak akan mudah, tapi ia harus menghadapinya."Om, maafkan saya," Keira memulai dengan suara yang ia usahakan tetap tenang. "Saya mengirim pesan karena saya hanya ingin memberitahukan Om kalau saya membawa anak-anak pergi dari rumah."Hening sejenak. Keira bisa membayangkan ekspresi terkejut Om Bara di seberang sana."Apa yang sebenarnya terjadi sampai kamu berani membawa anak-anak pergi? Kembalikan anak-anak ke rumah sekarang juga, Keira!"Keira menarik napa
Baca selengkapnya

87. Kedatangan Om Bara

Keira bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju jendela dan menyibak tirainya. Pemandangan hijau pepohonan di halaman menyambut penglihatannya, memberikan sedikit ketenangan di pagi yang terasa berat ini. Ia menghela napas panjang, berusaha mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi hari yang ia yakini akan penuh tantangan.Suara tawa riang Aurora dan Sabiru terdengar dari lantai bawah, membuatnya tersenyum tipis. Setidaknya anak-anaknya bahagia, pikirnya. Dengan langkah pelan, Keira turun ke lantai bawah, mengikuti suara ceria yang memenuhi rumah.Di ruang tengah yang merupakan ruang keluarga, pemandangan yang menyambutnya membuat hatinya menghangat. Arka duduk di lantai, dikelilingi oleh Aurora dan Sabiru yang tampak sangat gembira. Mereka sedang bermain dengan mainan baru yang Arka belikan kemarin."Pagi, Kei," sapa Arka dengan senyum lembut saat melihat Keira. "Tidur nyenyak semalam?"Keira mengangguk, meski ada sedikit kebohongan dalam gesturnya. Sebenarnya, ia menghabiskan sebagian
Baca selengkapnya

88. Waktu dari Bara

"Om," Keira berusaha menjaga suaranya tetap tenang. "Maaf kalau keputusan saya membuat Om marah. Tapi saya sudah menjelaskan alasannya di telepon semalam.""Alasan?!" Om Bara mendengus. "Alasan apa yang bisa membenarkan tindakanmu membawa kabur anak-anak Om?!""Saya tidak membawa kabur mereka, Om."Keira menarik napas dalam, seelum pada akhirnya menjawab tegas. "Saya ibu mereka, dan saya punya hak untuk memutuskan apa yang terbaik bagi anak-anak saya. Toh saya juga sudah menjelaskan kalau alasan saya membawa anak-anak ke sini karena mereka butuh lingkungan yang lebih baik.""Dan lingkungan yang lebih baik itu termasuk Arka?" sindir Bara, seolah menusuk pedang tajam ke mata Arka dengan tatapannya. Arka, yang sejak tadi hanya diam mendengarkan, kini angkat bicara. "Pa
Baca selengkapnya

89. Menantang

Pagi itu, suasana di rumah Keira terasa berbeda. Ada keheningan yang menggantung di udara, seolah-olah rumah itu sendiri tahu bahwa salah satu penghuninya yang menginap selama beberapa hari disini akan segera pergi. Arka berdiri di ruang tamu, koper dan ranselnya sudah tersusun rapi di sampingnya. Ia mengenakan kemeja flanel biru muda yang dipadukan dengan celana chino berwarna krem, penampilannya rapi namun tetap kasual.Aurora dan Sabiru, yang baru saja turun untuk sarapan, langsung menyadari ada yang berbeda dengan penampilan kakak kesayangan mereka. Mata mereka membulat, campuran antara rasa ingin tahu dan kekhawatiran terpancar jelas."Kak Arka mau kemana?" tanya Aurora, suaranya sedikit bergetar. Ia mendekati Arka, tangannya memegang ujung kemeja kakaknya seolah takut Arka akan menghilang jika ia melepas
Baca selengkapnya

90. Sudah Waktunya

Belum genap seminggu sejak kedatangan Om Bara yang penuh ketegangan ke rumahnya, Keira dikejutkan oleh kabar yang membuat jantungnya seolah berhenti berdetak. Aurora, putri kecilnya, terjatuh saat bermain perosotan di sekolah. Kepalanya terbentur dan mengalami pendarahan.Tanpa pikir panjang, Keira segera melesat ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi bayangan-bayangan mengerikan. Ia mengutuk diri sendiri, merasa bersalah karena tidak ada di sana untuk melindungi putrinya. Meski logikanya mengatakan bahwa kecelakaan bisa terjadi kapan saja, hati kecilnya tetap berbisik, menuduhnya sebagai ibu yang lalai.Sesampainya di rumah sakit, pemandangan yang menyambutnya membuat hatinya semakin mencelos. Sabiru, putra kembarnya, tengah menangis tersedu-sedu dalam pelukan seorang wanita yang Keira kenali sebagai Bu Intan, salah satu guru di sekolah anak-anaknya."Bagaimana Aurora, Bu Intan?" tanya Keira, suaranya bergetar menahan tangis.M
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status