Semua Bab Istri Kedua Om Bara: Bab 101 - Bab 110

114 Bab

101. Penerimaan dan Pengharapan

Di taman belakang yang asri, Aurora dan Sabiru berlarian dengan riang, mengejar kucing peliharaan mereka. Tawa mereka yang polos dan murni mengisi udara sore yang sejuk, menciptakan melodi yang menghangatkan hati.Vera duduk di kursi rodanya di beranda belakang, memandangi pemandangan di hadapannya dengan tatapan yang berbeda dari biasanya. Sebuah senyum tulus terukir di wajahnya yang mulai dihiasi kerutan halus.Matanya yang dulu selalu dipenuhi amarah dan kepahitan, kini memancarkan kehangatan saat mengamati kedua bocah kembar yang tengah asyik bermain."Mereka anak-anak yang baik ya," gumam Vera pelan, suaranya terdengar lembut dan penuh penyesalan. Matanya tak lepas dari sosok Aurora dan Sabiru yang masih asyik mengejar kucing. "Selama ini... Tante telah salah menilai mereka dan sudah terlalu kejam pada mereka hanya karena kegelapan hati Tante."Di belakangnya, Keira yang sedang merapikan rambut Vera
Baca selengkapnya

102. Tak Akan Mengalah

Bara duduk termenung di ruang kerjanya. Matanya menatap kosong ke arah foto keluarga yang terpajang di dinding—foto lama yang menampilkan dirinya, Vera, Arka, dan Tasya kecil. Di sebelahnya, ada foto baru yang diambil minggu lalu di taman belakang rumah, menampilkan seluruh keluarga termasuk Keira, Aurora, dan Sabiru.Bara menghela napas panjang, tangannya memijat pelipis yang mulai berdenyut. Restu yang diberikan Vera beberapa hari lalu masih terngiang di telinganya, membuat perasaannya campur aduk antara lega dan gelisah. Di satu sisi, ia merasa seolah beban berat terangkat dari pundaknya. Namun di sisi lain, tantangan yang dihadapinya justru semakin berat.Restu dari Vera memang sebuah pemberian yang tak pernah ia bayangkan akan datang, tetapi kini justru membuat hatinya galau. Di satu sisi, ia merasa bersyukur atas kebesaran hati istrinya. Di sisi lain, rasa bersalah menggerogoti nuraninya—bagaimana mungkin ia bisa mencintai dua wanita sekaligus?"Pak Bara," suara Maya–sekretarisn
Baca selengkapnya

103. Setitik Cinta

Bara tersenyum tipis ketika matanya tertuju pada selembar foto yang baru saja ia cetak—foto dari acara kantor minggu lalu, di mana Keira terlihat begitu anggun dalam balutan pakaian kerjanya yang elegan. Ia menyelipkan foto itu ke dalam dompetnya, tepat di sebelah foto lama mereka berdua."Masih menyimpan foto-foto Keira, Pa? Tapi dari dulu sampai sekarang kecantikan Keria masih sama, bahkan sekarang lebih cantik, ‘kan, Pa"Suara Arka mengejutkannya. Entah sejak kapan, Putra sulungnya itu berdiri di belakang kursi kerjanya yang sedang ia hadapkan ke arah jendela. Tatapan Arka tampak tertuju pada dompet di tangannya, yang masih terbuka menampilkan foto Keira."Arka," Bara berdeham, menutup dompetnya dengan gerakan yang terlalu terburu-buru. "Ada perlu apa?""K
Baca selengkapnya

104. Di Antara Dua Ego

Ruang meeting rapat sore itu terasa mencekik dengan ketegangan yang mengambang di udara. Keira duduk di kursi utama, berusaha memfokuskan perhatiannya pada layar laptop yang menampilkan presentasi progress pembangunan tower. Namun, matanya tak bisa mengabaikan dua sosok pria yang duduk berseberangan—Bara dan Arka—yang saling melempar tatapan dingin sejak awal rapat dimulai."Dari data yang kita miliki," Keira memulai, suaranya profesional meski jantungnya berdegup kencang, "progress pembangunan tower pertama sudah mencapai 35%. Ada beberapa hal teknis yang perlu kita diskusikan hari ini.""Saya sudah mempelajari laporannya," Bara angkat bicara, nada suaranya tegas dan berwibawa. Ia menyandarkan punggungnya di kursi kulit hitam dengan sikap yang menunjukkan pengalaman puluhan tahunnya di industri properti. "Dan saya merekomendasikan penggunaan material impor untuk fasad gedung. Kualitasnya sudah teruji dan—""Maaf, tapi saya tidak setuju dengan us
Baca selengkapnya

105. Keputusan Hati

Keira menatap kosong ke arah jalanan melalui jendela mobilnya yang berembun. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah juga. Tangannya yang gemetar mencengkeram kemudi, sementara pikirannya berkecamuk dengan kejadian di ruang rapat tadi.Restu dari Vera yang seharusnya bisa menjadi angin segar, justru membuat situasi semakin rumit. Hubungan ayah dan anak yang sudah mulai membaik kini kembali tegang."Ya Tuhan," bisiknya lirih, "Kenapa semuanya masih serumit ini, padahal hubunganku dengan Tante Vera, Kevin, dan Tasya sudah membaik?"Getaran ponsel di dashboard mobilnya membuat Keira tersentak. Dua pesan masuk hampir bersamaan. Nama Om Bara dan Arka berkedip di layar, membuat dadanya semakin sesak."Keira, maafkan sikap Om saat di ruang rapat tadi. Om tidak bermaksud membuat situasinya menjadi tidak nyaman," tulis Bara.Sementara pesan Arka berbunyi, "Hey, you okay? Text me when you get home safe ya? Sorry, kalau tadi gue bikin lo enggak nya
Baca selengkapnya

106. Lelaki Pilihan Keira

Keesokan paginya, Keira bertemu dengan Om Bara di sebuah kafe kecil dekat kantornya, tempat yang cukup privat untuk pembicaraan sepenting ini."Om," Keira berkata pelan, jemarinya menggenggam cangkir kopi yang masih mengepul di hadapannya. Om Bara menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ada apa, Keira?"Keira menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. Ia sudah memikirkan ini berulang kali, menghabiskan malam-malam tanpa tidur memikirkan keputusan yang akan ia sampaikan hari ini."Setelah berpikir panjang..." Keira menggigit bibirnya sejenak, "aku... aku memutuskan mau mencoba membuka hati lagi untuk Om."Mata Bara melebar, tampak tak percaya dengan apa yang baru saja di
Baca selengkapnya

107. Menyingkap Tirai Masa Lalu

Beberapa saat setelah Arka pergi, Keira pun keluar dari restoran tempat ia bertemu dengan Arka. Langkahnya tertatih, ekspresi wajahnya campur aduk antara sedih, lega, dan terluka. Hembusan angin seolah turut membawa beban emosi yang berat dari dalam dirinya. Di hapusnya sisa air mata di sudut matanya ketika memasuki mobil Om Bara.Udara di dalam mobil terasa berat, dipenuhi emosi yang beradu-padu menyiksa diri Keira. Keheningan yang mencekam perlahan mencair ketika suara Om Bara membelah kesunyian.“Jangan paksa dirimu untuk tidak menangis, Kei.” ujar Bara dengan lembut.” Om tahu pasti berat untuk kamu karena harus menyampaikan kalau kamu yang lebih memilih Om di bandingkan Arka. Jadi, menagis lah sampai kamu merasa lega.”Bara langsung menahan tangan Keira yang mengusap air mata yang jelas-jelas masih mengalir di wajah cantik wanita itu.“Tapi aku enggak ingin terlihat lemah di hadapan Om. Aku juga takut Om bisa salah paham karena melihatku menangis setelah bertemu dengan Arka. Nanti
Baca selengkapnya

108

“Sebaiknya kita tidak usah kembali ke kantor lagi karena Om mau mengajakmu menjemput Aurora dan Sabiru di sekolah mereka sore ini. Apa kamu tidak keberatan?”Ia mengangguk lemah sambil menyeka hidungnya. Matanya yang sembab masih terlihat sedikit memerah. Suaranya terdengar serak ketika menjawab.“Aku enggak keberatan, tapi ini kan masih siang Om? Kalau enggak balik lagi ke kantor, kita mau melakukan apa untuk menunggu sampai jam kepulangan mereka?”Bara tersenyum tipis, mencoba mencairkan suasana. “Bagaimana kalau kita jalan-jalan sembari menunggu jam pulang sekolah anak-anak tiba?”Namun Keira tampak enggan. Tatapan matanya kosong dan pandangannya terasa hampa, seolah pikiran masih terjebak dalam lingkaran kesedihan yang baru saja dialaminya. “Entahlah, Om. Tapi aku lagi enggak ingin melakukan apa-apa, selain duduk di kursi kerjaku dan menyibukan diri dengan pekerjaan,” jawab Keira apa adanya.Perkataan positif Bara yang penuh dukungan untuknya, memang melegakan sebagai besar hati
Baca selengkapnya

109. Tanpa Dendam Kebencian

Sebulan berlalu dengan cepatnya. Bara dan Keira pun akhirnya sepakat untuk kembali mengarungi biduk rumah tangga setelah Bara melamar Keira dengan begitu menyentuh hati Keira dan membuat Keira tak bisa menolaknya.Lagi pula selama sebulan ini, Keira melihat sendiri betapa Om Bara berusaha memenuhi janjinya. Lelaki itu tak lagi menunjukan cara cemburu yang berlebihan dan kasar seperti dulu, saat Keira terlibat interaksi dengan Arka atau lelaki lain yang kebanyakan merupakan kolega kerjanya. Oleh karena itu, tak ada lagi keraguan dalam hati Keira untuk menerima lamaran Bara.Hari ini, sebelum acara ijab kabul dilaksanakan, Keira berdiri di hadapan cermin, jemarinya gemetar merapikan setelan kebaya pengantinnya yang sederhana tetapi elegan. Berbeda dengan pernikahan pertamanya yang penuh keterpaksaan, kali ini ia
Baca selengkapnya

110. Malam Pengantin

"Aurora, Sabiru, ayo main sama Bella di kamar sebelah?" bujuk Tasya dengan lembut setelah resepsi Bara dan Keira selesai. "Kita bisa pesan pizza dan nonton film kartun kesukaan kalian!""Tapi aku mau tidur sama Mama dan Papa..." rengek Aurora, menggenggam tangan Keira.Kevin mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Lihat nih, Kak Kevin punya voucher buat beli mainan besok. Kalian bisa pilih mainan apa aja yang kalian suka."Mata Sabiru langsung berbinar. "Beneran Kak? Aku mau robot transformer!""Aku mau rumah-rumahan yang besar," timpal Bella bersemangat."Kalau gitu aku juga mau boneka barbie yang baru!" Aurora ikut tertarik.Keira tersenyum melihat antusiasme anak-anak. "Mama janji
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status