Semua Bab Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku: Bab 111 - Bab 120

142 Bab

Bertemu Rosita

"Mas, beri aku kesempatan sekali lagi. Aku janji tidak akan mengulangi kesalahanku." Rosita memohon pada Farhan."Boleh, tapi kamu minta maaf dengan Sari dan anak-anak." Farhan menjawab dengan entengnya."Tidak mungkin aku melakukan itu!" teriak Rosita secara spontan, ia tampak sangat emosi. Teriakan Rosita membuat Farhan dan Melia terkejut. Tapi Farhan sudah menduga reaksi dari Rosita ketika disuruh minta maaf sama Sari. Farhan hanya bisa tersenyum miris.“Aku yakin kalau kamu tidak akan mau melakukannya,” jawab Farhan sambil tersenyum,” kamu memang orang yang tidak pernah mau introspeksi diri diri, apalagi minta maaf dengan orang lain. Kamu selalu menganggap kalau dirimu itu selalu benar.”Rosita hanya melengos sambil membuang nafas, ia benar-benar kesal dengan ucapan Farhan yang sangat menyudutkannya. Walau yang diucapkan itu semuanya benar."Ya sudah kalau tidak mau. Silahkan bereskan barang-barang kalian. Baru nanti aku antar ke rumah ibumu. Aku sudah tidak sanggup hidup bersama
Baca selengkapnya

Farhan Sakit

"Bagaimana keadaan ayahmu?" tanya Sari pada Liqa dan Aksa. Sari berusaha sampai di rumah sakit bersama dengan Bu Tari. Tadi Liqa menghubunginya kalau Farhan pingsan."Alhamdulillah, Bu. Sudah mendapatkan penanganan dokter. Masih menunggu hasilnya."Liqa dan Aksa menemukan Farhan dalam kondisi yang setengah sadar. Farhan masih sempat berbicara kalau ia sangat pusing. Dengan bantuan tetangga, Farhan akhirnya dibawa ke UGD sebuah rumah sakit yang ada di daerah itu."Bagaimana ceritanya?" tanya Bu Tari."Tadi Liqa memanggil Ayah, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Liqa dan Aksa langsung masuk ke dalam rumah, karena tidak ada jawaban dari Ayah. Ternyata pintu tidak dikunci dan Ayah berbaring di sofa ruang keluarga.""Ayahmu pingsan atau sadar?""Masih setengah sadar, Nek. Ayah masih bisa ngomong kalau kepalanya pusing." Liqa menjelaskan lagi.Bu Tari hanya bisa meneteskan air mata mendengar penjelasan Liqa."Rosita dan Melia kemana?""Nggak tahu, Nek. Kayaknya nggak ada di rumah." Aksa yang
Baca selengkapnya

Tidak Berubah

Terdengar suara langkah kaki yang tampak tergesa-gesa. Aksa pun segera keluar dari kamarnya dan menutup pintu kamar itu. Ia sangat terkejut mendengar suara kakeknya."Ngapain kamu kesini?" seru Pak Umar membuat Liqa keluar dari kamar ayahnya. Liqa segera berlari menuju ke arah sumber suara, takut terjadi sesuatu dengan kakeknya."Seharusnya aku yang bertanya kenapa Bapak ada di rumah ini." Terdengar suara Rosita yang menggelegar. Ada Melia bersamanya, ia hanya diam."Ini rumah Liqa dan Aksa, jadi aku berhak ada di rumah ini," kilah Pak Umar.Rosita tampak gelagapan, ia pun mengalihkan pembicaraan."Aku istrinya Mas Farhan, jadi wajar kalau aku tinggal disini bersama nya. Mana Mas Farhan?" tanya Rosita."Untuk apa bertanya tentang Ayah?" tanya Liqa dengan suara yang lantang.Rosita kaget melihat Liqa keluar dari kamar Farhan."Ngapain kamu keluar dari kamar itu? Kamu mau ambil apa?" tanya Rosita dengan marah."Terserah aku dong, ini kan rumahku jadi aku bebas mau melakukan apa saja," j
Baca selengkapnya

Ikut Campur

Sari tidak jadi pulang ke Palembang, menunggu Farhan keluar dari rumah sakit dulu. Ia tidak tega jika Pak Umar dan Bu tari yang sibuk mengurus Farhan, karena mereka sudah tua.Selama di rumah sakit, kalau pagi sampai sore yang menunggu bergantian. Liqa, Pak Umar, Bu Tari, sesekali Sari ikut menunggu, tapi ia tidak pernah sendirian. Karena posisinya bukan sebagai suami istri lagi. Kalau Sari yang menunggu, biasanya di temani Liqa atau Bu Tari. Malam hari Aksa yang selalu menunggu ayahnya.Selama di rumah yang ditempati ayahnya, Aksa memanfaatkan waktu untuk membersihkan rumah tersebut. Seluruh ruangan tidak luput dari perhatiannya. Beberapa posisi barang yang ada di rumahnya, ia pindah sesuai dengan keinginannya. Ia ingin rumah ini benar-benar berbeda, untuk menghapus jejak Rosita. Hari ini Farhan sudah diperbolehkan pulang, Aksa dan Liqa, juga Kakek dan neneknya menjemput Farhan. Sari tidak mau ikut, karena nanti Farhan langsung dibawa ke rumahnya. Kalau Sari ikut, berarti dia harus
Baca selengkapnya

Penting dan Berarti

"Liqa, ada yang nyariin tuh," panggil Sari Sambil membuka pintu kamar Liqa."Siapa, Bu?""Katanya namanya Keenan.""Ngapain Mas Keenan kesini?""Ya Ibu nggak tahu. Makanya buruan temui dia."Liqa meletakkan ponselnya dan beranjak dari kasur. Berkaca sebentar, merapikan rambut dan mengkondisikan wajah. Akhirnya ia keluar menemui Keenan. Sari tersenyum melihat kelakuan anak perempuannya itu."Ternyata anakku sudah dewasa dan semakin cantik. Apakah Keenan itu laki-laki yang dekat dengan Liqa ya?" kata Sari dalam hati.Liqa menemui Keenan yang asyik dengan ponselnya di ruang tamu."Halo Mas," sapa Liqa, kemudian duduk berhadapan dengan Keenan. Mereka berdua duduk di lantai beralaskan karpet."Eh, Liqa. Apa kabar?" tanya Keenan sambil meletakkan ponselnya."Alhamdulillah Mas, seperti yang Mas lihat. Sehat wal Afiat.""Apa hari ini nggak kuliah?" "Enggak Mas. Tadi pagi baru pulang dari rumah Kakek. Badan terasa capek semua. Kata Ibu nggak usah kuliah dulu, istirahat. Eh ternyata memang har
Baca selengkapnya

Bimbang

"Aku akan memberimu waktu. Tapi aku tetap berharap kamulah pendamping wisuda dan pendamping hidupku nanti." Keenan tersenyum menatap Liqa. Liqa pun tersenyum, tapi dalam hati penuh dengan kekhawatiran. Khawatir jika masa lalu keluarganya akan membuat keluarga Keenan keberatan dan tidak merestui mereka. Tiba-tiba mata Liqa terasa menghangat, ia berusaha menahan air matanya.“Kamu kenapa? Apakah kata-kataku membuatmu sakit hati?” tanya Keenan sambil menatap wajah Liqa. Ada butir air mata yang turun di pipinya.Liqa segera menghapus air mata itu.“Nggak apa-apa, Mas, aku baperan orangnya,” kata Liqa sambil berusaha untuk tertawa kecil. Suara tawa yang dipaksakan, semakin menyayat hati Liqa.“Mas tahu bagaimana keluargaku kan? Aku merasa kalau aku tidak berhak untuk hidup bahagia dan memiliki keluarga Cemara. Aku terlalu pesimis kalau masalah keluarga.” Liqa berkata dengan suara yang bergetar."Jangan khawatir, bagaimanapun keadaan keluargamu, aku tetap ingin bersamamu.”“Aku tidak yakin
Baca selengkapnya

Tutup Buku

“Nomor siapa ya ini?” gumam Liqa. Karena penasaran, ia pun membuka profil orang yang mengiriminya pesan melalui aplikasi WA. Betapa terkejutnya Liqa melihat foto profil itu.“Ngapain sih Om Hendri ini? Sok akrab,” gumam Liqa.Ternyata yang mengirim pesan itu adalah Hendri, suami Farida. Padahal nomor Hendri sudah Liqa blokir, tapi ternyata ia menggunakan nomor lain. Liqa teringat ketika berada di rumah kakeknya. Ia melihat tatapan Hendri pada Sari. Tatapan yang sulit diartikan Liqa, yang jelas ia tidak suka dengan tatapan mata itu.Selama ini Hendri juga tidak bersikap baik pada Liqa, selalu meremehkan Liqa, persis dengan sikap Farida.“Kok sekarang Om Hendri berusaha baik kepadaku ya? Apakah ia mau pinjam uang?” Liqa hanya menebak-nebak perubahan sikap Hendri.Ponsel Liqa berdenting lagi, Liqa membuka ponselnya.[Liqa, kenapa kamu memblokir nomor Om? Apakah Om pernah bersalah padamu? Apakah karena sikap Tante Farida yang pernah menyinggung perasaanmu?]“Pernah? Bukan pernah lagi, tap
Baca selengkapnya

Memang Jodoh

"Liqa!" Liqa langsung menoleh karena ia merasa ada seseorang memanggil namanya. Liqa baru selesai kuliah dan ia ingin pulang, ketika seseorang memanggilnya, ternyata Melia. Liqa sangat terkejut melihat Melia berjalan menghampirinya."Eh, Melia! Apa kabar?" tanya Liqa dengan basa-basi."Alhamdulillah, kabar baik. Kamu ada waktu? Aku ingin berbicara padamu." Melia bertanya pada Liqa. Aura wajah Melia sudah berbeda, tidak angkuh seperti dulu."Ayo, mau bicara dimana?" tanya Liqa. Seperti apapun perlakukan Melia, Melia itu adalah saudaranya."Di taman situ saja, kayaknya tempatnya enak."Liqa dan Melia berjalan menuju ke taman yang dimaksud Melia."Beberapa hari aku selalu menunggumu di depan fakultas, berharap bisa bertemu denganmu," kata Melia."Kenapa tidak menelponku?""Aku takut kalau nanti kamu akan mengabaikan telepon dariku.""Oh. Sepertinya sangat penting yang akan kamu bicarakan ya? Sampai-sampai kamu menungguku."Melia terdiam sejenak, kemudian menarik nafas panjang."Selama i
Baca selengkapnya

Pernah Dekat

“Liqa!” Langkah Liqa terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Suara yang dulu pernah akrab di telinganya. Liqa menoleh ke arah suara itu, ia terkejut melihat sosok yang berdiri tak jauh darinya.“Naren,” gumam Liqa. Jantungnya berdetak dengan kencang, tidak menyangka jika Naren ada di hadapannya.“Apa kabar, Liqa?” “Alhamdulillah, kabar baik. Kamu sendiri apa kabarnya?” Dengan suara bergetar Liqa menjawab ucapan Naren.“Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja. Lama kita tidak bertemu ya? Kamu tampak semakin dewasa dan cantik.”Pujian Naren tak khayal membuat Liqa tersipu malu.“Jangan memujiku seperti itu, nanti membuatku terbang melayang. Kok kamu ada di sini? Bukankah kamu kuliah di Jogja?” tanya Liqa penasaran.“Kebetulan ada keluarga yang sedang hajatan di sini, jadi Mama memintaku untuk datang kesini.”Mendengar Naren mengucapkan kata mama, hati Liqa langsung bergetar. Ia teringat akan pesan mamanya Naren beberapa waktu yang lalu.“Kamu pasti kaget melihatku di
Baca selengkapnya

Jangan Ikut Campur

“Naren,” gumam Liqa, ia pun segera mengalihkan pandangan ke tempat lain. Karena yang ia lihat Naren masuk bersama beberapa orang perempuan setengah baya.“Apa? Kamu ngomong apa, Liqa?” tanya Salsa dengan menatap Liqa.“Nggak apa-apa, salah lihat orang.” Liqa menjawab sambil pura-pura memilih pakaian.“Oh.” Salsa melanjutkan lagi kegiatannya.“Aku mau nyoba baju ini.” Salsa menunjukkan sebuah baju dan kemudian berjalan menuju ke kamar pas. Liqa mengikuti langkah kaki Salsa dan berharap tidak bertatap muka dengan rombongan Naren tadi.Sembari menunggu Salsa, Liqa asyik bermain ponsel. Membuka-buka sosial media, melihat-lihat berita terbaru.“Liqa?” Seseorang memanggil Liqa.Liqa mendongakkan kepalanya, ia tampak terkejut melihat Naren sudah ada di depannya.“Naren?”“Kebetulan sekali ya kita bertemu disini. Kamu mau nyari baju juga?” sahut Naren.“Aku nemenin teman. Nggak mungkin aku sanggup beli baju disini.” Liqa tertawa kecil.“Kamu terlalu merendah.” Naren menjawab dengan tersenyum.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status