All Chapters of Demi Anak Suamiku, Kurela Jadi yang Kedua: Chapter 161 - Chapter 170

Aliza segera menuju panggilan dari Ayu. Ternyata Ayah memberikan sekotak coklat favoritnya. Alisa yang kehilangan itu tidak lupa langsung menyebut nama saudara kembarnya dan meminta izin kepada harus ada juga Ayu untuk segera membawa Kotak Coklat tersebut untuk dibagi bersama kembarannya. Mereka berdua setelah Aliza keluar dari kamar kembali ingin bernostalgia. Tidak ada habis-habisnya mereka mengingat masa sebelum mereka bersatu lagi. Masa di mana patah hati luar biasa sangat bisa mereka rasa dan mereka hanya bisa bersandiwara tersenyum dibalik apa saja semuanya yang terjadi. Bahkan yang mereka ceritakan ini kembali seperti saat di pantai waktu itu yaitu membicarakan Waktu mereka masih kecil. Dulu mereka itu sangat tidak lepas dari bermain petak umpet. Salah satu tempat andalannya adalah pohon karena dulu Pohonnya itu sangat rindang dan dedaunannya sampai bisa dibuat untuk bersembunyi di samping pohon tersebut. Ayu juga mudah m

"Hahahha, ya itu kalau napas'ya nggak ke sini, emang hidung Mas bisa menghadapai ke ats gitu, hmm? Ada-ada aja istri Mas!" Harsa menunduk sesuai maksud Ayu. Sebenarnya harusnya paham bahwasanya maksud dari Ayu ini semuanya hidupnya tidak mendongak ke atas tetapi menunduk sehingga Ayo bisa lebih merasakan nafas dari Harsa. karena dari dulu Ayu itu kalau tidur sukanya ada angin yang mengitari sekitar dirinya. dulu Ayu terbiasa dengan kipas angin sekalipun itu adalah kipas angin kecil yang digerakkan oleh mamanya. karena hal ini tidak terjadi pada air pada usia yang sudah remaja dewasa saja tetapi mulai dari ia kecil. Mungkin kebiasaan Ayu ini bisa dimulai pada saat Ayah berusia sekitar 3 tahun. sudah malam memaksa orang tuanya untuk mengajak ke toko depan yang sudah tutup hanya untuk membeli kipas angin kecil. waktu itu sempat drama bawakan orang tua dari Ayu bertengkar juga karena waktunya yang sudah malam dan tentunya kalau tetap memaksa ke toko

Banyak kata-kata kecewa dari Harsa yang keluar dari mulutnya untuk ibunya saat itu. Mendapati hal yang demikian ia langsung menarik tangan Harsa dan berbicara berdua di tempat yang lumayan tidak terdengar oleh orang lain atau bisa dibilang tidak di tempat yang terlalu ramai untuk meredakan emosi dari suaminya itu supaya tidak melanjutkan marah-marah ke mamanya di depan khalayak umum utamanya di depan kedua putrinya. Ya memang niat Harsa itu bagus ia tidak mau kejadian ulang bahwasanya Zalfa lebih memperhatikan Ayu daripada Nyiur dengan terang-terangan seperti itu apalagi di saat acara yang istimewa. Nyiur juga paham bahwasanya Harsa marah tidak karena hal tersebut, tetapi karena sudah mengganggu mood dari putri-putrinya yang telah mereka tata dari bangun tidur sampai siang hari ini supaya tidak tantrum nantinya saat acara dan karena menunggu botol minum kesayangannya yang tertinggal di kamar itu mereka sudah mulai merajuk. Satu hal lagi yang membuat Harsa khawatir Itu

"Ya Tuhan istri saya. Malam ini?" Harsa, masing melongo. Bisa saja membaca cepat. Hanya saja kalau malam ini dibuat membaca novel, apalah jadinya malam istimewa yang ingin Harsa laksanakan? Nyiur ada-ada saja, sekali marah, marahnya bikin gagal rencana. "Ya terserah. Kalau betah seminggu nggak nyentuh ya baca aja seminggu!" jawab ketus Nyiur. "Saya betahnya cuma 0 detik Sayang, aaa nggak betah Sayang!" rengek Harsa tetap memeluk sang istri. "Mas Harsa!" "Nggak mau tahu! Saya juga berhak merajuk!" sahut Harsa. Harsa justru mengeratkan pelukan. Ia ciumi leher sang istri dari belakang. Sebenarnya, ini hanya tentang rasa malu Nyiur yang merasa terjebak oleh suaminya sendiri. Dalam hatinya ya justru ingin melakukan perkara indah di ruang yang sangat asri itu. "Keluar dulu yuk Mas, lagian ini baru jam tujuh wkwk. Maafin Nyiur, Nyiur cuma malu aja tadi tuh. Jadi kesel!" Nyiur membalikkan badan dan memeluk sng suami. "Hahah, iya. Sebelum keluar izinin saya minum susu du

"Banggalah sama istri saya ini!" jawab Harsa Mereka saling mengungkapkan rasa bahagianya lalu tertidur dengan benar-benar pulas.. Ungkapannya tidak terlalu banyak. Tetap saja, yang lebih banyak adalah bahasa dari raga. *** "Romantis itu apa, sih Mas?" tanya Nyiur. "Hemm, ya kayak gini ini namanya romantis. Kamu memandang saya, saya memandang kamu. Ada lirikan kabut dan seduhan kopi yang juga mencicipi aroma wangi kita di Bobocabin Coban Rondo seperti ini." Harsa tak beralih memandang Nyiur. "Jadi nggak harus berhubungan badan yang dinamakan romantis?" tanya Nyiur pura-pura tidak mengerti. "Hahah, itu mah namanya erotis Sayang wkwk. Kamu ngapain nanya hal yang kamu sendiri sudah paham, hmm? Bahkan kamu jauh lebih mengerti dari Mas lihat kalau urusan romantis." Harsa gemas menenggelamkan kepala sang istri dalam pelukannya. Nyiur tersenyum, ia sengaja ingin mendengar sang suami berbicara mengenai keromantisan. Bagaimana pun, bagi Nyiur, ia bisa paham dan tahu seluk bel