Home / Romansa / Lelaki Penakluk Nona Muda / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Lelaki Penakluk Nona Muda: Chapter 31 - Chapter 40

210 Chapters

Bab 31

Senja benar-benar telah berlalu, berganti malam tanpa sinar rembulan. Sepasang netra merah jambu keunguan milik Amisha masih terpaku pada iris mata gelap lelaki yang memagut pinggangnya.Lelaki itu tersenyum. Menyembunyikan kegundahan yang sempat tertangkap oleh penglihatan Amisha. Ia menengadah, mengamati bentang cakrawala yang kian menghitam.“Ayo ke mansion!” Ia melepaskan pelukannya dan membimbing tangan Amisha menuju mansion.“Terakhir kali kau ke sini, kau pergi begitu saja tanpa pamit,” kata lelaki itu dengan wajah sendu.“Benarkah?”“Apa wajahku tampak seperti pembohong di matamu?”‘Bagaimana caranya aku pergi dari sini?
last updateLast Updated : 2024-05-21
Read more

Bab 32

Amisha melirik lelaki bertopeng penuh tanya. Lelaki itu tak menoleh kepada Amisha. Matanya menatap lekat pada lukisan di dinding.“Apa kau bisa mengingatku sekarang?” tanya lelaki itu, setelah sekian lama hening. Ia mengalihkan pandangannya dari lukisan pada Amisha.“Apa itu istrimu?” tanya Amisha, sedikit prihatin.Lelaki itu mengempaskan napas kuat. Ia melepaskan tangannya dari pinggang Amisha, berjalan menuju meja ukir di bawah lukisan itu. Ia menarik lacinya dan mengeluarkan sesuatu.“Pakailah!” Lelaki itu menyodorkan benda yang diambilnya dari laci kepada Amisha. Ternyata benda itu adalah sebuah topeng.Sesaat Amisha mengamati topeng emas di tangannya. Bentuknya sama persis dengan topeng yang dipakai oleh wanita dalam lu
last updateLast Updated : 2024-05-21
Read more

Bab 33

Setelah sekian lama berdiri dalam kebimbangan, tiba-tiba mata Amisha berpijar terang.“Aha!”Amisha terpekik riang saat teringat tadi ia memakai sehelai ciput ninja warna beige. Buru-buru ia meraih ciput itu dari ranjang, lalu memakainya. Ia memasukkan ujung ciput itu ke dalam kerah bajunya, lantas berjalan ke arah lemari pakaian. Ia berharap akan menemukan sesuatu yang bisa dipakainya di sana. Matanya makin bersinar cerah saat mendapati sebuah topi lebar berwarna cokelat, dengan hiasan bunga dan pita dilengkapi bulu.Amisha tersenyum dan segera mengulurkan tangan meraih topi itu, membawanya ke depan cermin dan memakainya. Senyumnya makin melebar ketika melihat seorang gadis cantik membalas senyumnya dari dalam cermin. Terakhir, Amisha memasang sarung tangan dan memakai kembali topeng emas yang tadi dilepasnya.TOK! TOK!“Apa kau sudah selesai?” tanya seseorang, berteriak dari luar setelah mengetuk pintu.“Ya!” sahut Amisha dari dalam.Terdengar suara pintu dibuka dan langkah kaki berj
last updateLast Updated : 2024-05-21
Read more

Bab 34

“Duduklah!” Aland mengucapkan perintah dengan kedipan mata dan anggukan kepala, setelah menarik mundur tempat duduk untuk Amisha.“Terima kasih,” gumam Amisha pelan, ketika Aland sudah duduk di sebelah kanannya.Sesaat Amisha hanya duduk diam, mengamati perilaku gadis-gadis yang duduk semeja dengannya, mempelajari etika makan mereka. Amisha melepaskan sarung tangannya, meletakkan sarung tangan itu di pangkuan. Kemudian, ia membentangkan serbet dengan rapi, menutupi sarung tangan itu.‘Untung aku termasuk fast learner.’ Amisha memuji diri sendiri dalam hati, saat Aland tersenyum tipis, melirik sekilas ke arahnya.Jamuan makan malam itu berakhir tanpa ada insiden yang membuat Amisha mempermalukan diri sendiri.Tubuh Amisha terguncang kala roda kereta melintas di jalan berlubang dan berbatu. Ia mencoba berpegang pada sisi kereta agar tidak jatuh.Semenjak meninggalkan rumah perjamuan itu, Amisha tak bicara sepatah kata pun. Ia diam seribu bahasa. Raut mukanya datar. Tatapannya lurus ke de
last updateLast Updated : 2024-05-22
Read more

Bab 35

Menjelang senja, Dede berlari ke sana kemari mencari Amisha. Kepanikan tampak jelas pada raut mukanya.‘Dia tidak mungkin kabur, ‘kan?’ batin Dede, mencoba menenangkan diri sendiri.Ia telah mencari istri di atas kertasnya itu di setiap ruang yang diketahuinya. Pelayan pun telah ditanyainya. Tak ada yang melihat Amisha setelah kepulangan mereka dari acara resepsi tadi siang.Tubuh Dede telah bermandi peluh karena bolak-balik naik turun tangga, tak terhitung kali, membuat kemeja yang dikenakannya melekat pada kulitnya. Dadanya yang terbuka dan basah oleh keringat makin berkilau tertimpa cahaya lampu.“Di mana dia bersembunyi?” Dede berdiri berkacak pinggang di puncak tangga. Kepalanya berputar liar memandang sekeliling.Harist dan Claudya keluar dari kamar mereka. Letak kamar itu berseberangan dengan kamar Amisha, terhalang oleh ruang kosong dengan pagar pembatas, dan terhubung oleh koridor memutar. Mereka mengernyit dan saling pandang melihat Dede tampak kebingungan, celingak-celinguk
last updateLast Updated : 2024-05-22
Read more

Bab 36

“Tidak!”Amisha mendorong pintu semakin kuat. Ia tidak mengizinkan Dede untuk masuk ke kamar pengungsiannya.“Keluar!” hardik Amisha, ketika Dede melakukan perlawanan, hingga terjadi aksi saling dorong. Badan Dede bahkan sudah terjepit di celah pintu.“Tidak! Aku ingin tahu apa yang kau lakukan di dalam sana!” bantah Dede, bersikeras memaksa masuk.Dede dan Amisha terus saling dorong sekuat tenaga. Tak ada yang mau mengalah. Masing-masing bertahan dengan prinsipnya.Tiba-tiba Amisha berlari kencang menuju Dart Board Game-nya, mencabut semua panah dan menarik lepas sketsa wajah Dede, meremasnya kuat, lalu
last updateLast Updated : 2024-05-22
Read more

Bab 37

“Lepaskan aku, Office boy gila!” erang Amisha marah.Lengan kekar Dede makin kuat membelit pinggangnya. “Apa yang baru saja kau lakukan? Mau memerkosaku?”“Amit-amit! Siapa yang menginginkan lelaki gila sepertimu?” semprot Amisha makin berang, sambil terus berjuang membebaskan diri dari Dede.“Oh ya? Dasar munafik! Kau baru saja mencuri ciuman pertamaku. Masih mau mengelak?”Tatapan tajam Dede menusuk jantung hati Amisha, seakan ingin merobek seluruh jiwa raga gadis itu dan mencerai-beraikannya menjadi cincangan kecil.‘What? Jadi itu ciuman pertama si office boy gila?
last updateLast Updated : 2024-05-22
Read more

Bab 38

Sabtu pagi, cuaca sangat bersahabat. Angin musim semi berembus sejuk, membelai pucuk dedaunan dan berbisik merdu pada kelopak bunga. Mengiring gerak gemulai ujung-ujung ranting, yang bersanggul mahkota bunga pink cherry blossom.Meninggalkan rumah orang tuanya di Compton Ave, Amisha duduk di sebelah Dede tanpa suara, memandang jauh ke luar jendela. Kalau saja bukan karena permintaan kedua orang tuanya agar menemani office boy gila itu menikmati keindahan Kota London, tak sudi rasanya Amisha membuang waktu, pergi bersamanya.Dede melirik Amisha dengan kerlingan menyimpan geli. Ia tahu gadis itu menemaninya, mengakhiri hari di London sebelum kembali pulang ke tanah air karena terpaksa. Akan tetapi, tetap saja ia merasa bahagia. Sehari bersama Amisha akan sangat berarti bagi dir
last updateLast Updated : 2024-05-22
Read more

Bab 39

Setelah satu jam lebih menghabiskan waktu di Portobello Road Market, Bob membawa Amisha dan Dede menuju Victoria and Albert Museum. Melintasi Kensington Park Road, kurang dari dua puluh menit mereka pun tiba di sana.Mendatangi Victoria and Albert Museum adalah keinginan Dede. Ia tertarik mengunjungi Victoria and Albert Museum karena tempat itu merupakan museum seni dengan koleksi lukisan, perhiasan dan patung yang sudah berusia tiga ribu tahun.Sangat menyenangkan bisa memanjakan mata menyaksikan karya seni luar biasa, seakan kembali ke masa silam. Menjelajahi lagam gaya hidup ribuan tahun lalu melalui peninggalan seni bersejarah yang terpajang di museum itu.Victoria and Albert Museum juga difasilitasi dengan berbagai macam ruang berbau seni. Puas menikmati berbagai koleksi seni yang memanjakan mata, pengunjung bi
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more

Bab 40

“Aah, sayang sekali,” keluh Dede, setelah melihat hasil jepretannya.Dua belas ribu mawar di taman itu belum mekar sempurna. Harus menunggu awal musim panas jika mereka ingin menikmati suasana yang lebih romantis di taman itu bersama si cantik nan menawan, Royal Park Rose dengan warnanya yang unik.“Hidup itu harus banyak bersyukur, jangan kebanyakan ngeluh!” sindir Amisha, berlalu menjauhi Dede.“Huh? Hei! Tunggu!” Dede mengejar Amisha.Puas mengitari taman di bawah sinar mentari yang tidak begitu terik, Amisha dan Dede melangkah memasuki sebuah kafe. Sudah saatnya makan siang, menghentikan nyanyian keroncong yang mulai terdengar dari dalam perut Amisha. Membuat gadis itu tertunduk malu seraya mengelus perut sendiri.Seperti
last updateLast Updated : 2024-05-23
Read more
PREV
123456
...
21
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status