Beranda / Romansa / Belahan Jiwa / Bab 51 - Bab 60

Semua Bab Belahan Jiwa: Bab 51 - Bab 60

68 Bab

51. Hati Menginginkan Apa Yang Ia Inginkan

Dua minggu berlalu tanpa terasa dalam sekejap mata. Ini adalah hari terakhir Tristan di Venesia, besok ia harus kembali ke Florence karena kuliahnya akan segera dimulai.“Bagaimana kalau giliran kamu yang pindah ke Florence?” “Ha?” Pertanyaannya yang tiba-tiba mengejutkan Tiara. Mereka sedang berdiri di Rialto Bridge, jembatan paling terkenal di Venesia. Menyaksikan gondola dan vaporetto lalu lalang di bawahnya. Deretan gondola yang berlabuh di tepi, saling beradu menimbulkan suara detak. Bergoyang karena alunan air danau, seolah gadis-gadis yang rebah sambil meliuk-liukkan pinggul. Hari sudah menjelang senja. Di kejauhan, Santa Maria della Salute dipeluk semburat jingga. Matahari mulai merosot merendah dari ketinggian langit. Kilau keemasan tiba-tiba memenuhi seluruh permukaan air kanal. “Maksudku… aku tahu kamu sudah menyewa kamar untuk tiga bulan di rumah Marcia, tapi apa kamu gak bosan di Venesia terus? Kan bisa tinggal di Florence satu minggu, lalu pindah lagi ke kota lain, b
Baca selengkapnya

52. In Florence

Tiara berhasil mendapatkan apartemen sewaan di lokasi yang sama dengan Tristan, tidak satu gedung, tetapi masih di jalan yang searah. Letaknya di pusat kota, dekat dengan semua pusat atraksi turis di Florence. Gedungnya kuno tetapi interior dalamnya modern. Dinding-dindingnya dicat putih, dipadukan mebel berwarna biru tua, membuatnya tampak lega dan bersih.Dari jendela ruang keluarganya yang besar bisa melihat Ponte Vecchio, jembatan tertua di Florence di atas Sungai Arno, salah satu yang menjadi ikon Florence selain Duomo Santa Maria Del Fiore.Yang lebih penting lagi, harganya sangat masuk akal, hanya 1500 euro per bulan, dan pemilik apartemen berbaik hati memasang harga 500 euro untuk satu minggu, jauh lebih murah daripada hotel.Tristan mengantarkan Tiara terlebih dahulu ke apartemennya.“Wah, ini jauh lebih baik dari apartemenku.” Tristan mengitarkan pandang. “Apartemenku didominasi warna krem, jadi masih terkesan berat. Ini sangat modern.”“Hm… cocok dengan kepribadian kita bu
Baca selengkapnya

53. Cerita Tentang Cinta Sejati (1)

“Good evening, sweetheart. How’s your week?”Pulang ke rumah setelah pergi satu minggu ke Florence, Tiara berpapasan dengan Marcia. Marcia baru selesai mandi, rambutnya yang basah dibungkus handuk. Marcia orang Amerika, dia pindah ke Venesia karena mengikuti suaminya seorang Italia. Sekarang suaminya sudah meninggal dan anaknya tinggal di Roma, karena itu dia bisa menyewakan kamar di rumahnya. Dia sangat keibuan. Selalu memanggilnya sweetheart. “How’s your day today, sweetheart? Where did you go?”“Have a good rest, sweetheart.”“God bless you today, sweetheart.”Tiara merasa punya ibu baru. Sekaligus membuatnya merindukan Ibu.“Great. Aku senang karena ada teman yang sama-sama dari Indonesia.”“Ah, that handsome guy,” Marcia tersenyum. “What’s his name again? Undanglah ia untuk makan besok malam. Besok adalah ulang tahunku.”“Anda berulang tahun besok? Mengapa baru bilang sekarang? Aku belum menyiapkan hadiah untuk Anda.” “Ah… hadiah tidak penting, sweetheart.” Marcia mengibaskan
Baca selengkapnya

54. Cerita Tentang Cinta Sejati (2)

Tiara menerka-nerka apa yang ada di pikiran Tristan saat ini. Ia berdoa dalam hati, berharap Tristan tidak berpikir kalau ia jatuh cinta padanya. Meskipun itu benar, itu kenyataan, tetapi alangkah memalukan jika Tristan berpikir begitu. “Oh tidak apa-apa kalau kalian belum menyadarinya. Cinta akan menemukan jalannya.” Marcia melambaikan tangan sambil tertawa kecil.“Anakku, Daniella, terpisah dari pacarnya karena ia harus pulang ke Italia. Mark orang Amerika. Mereka jatuh cinta ketika sama-sama kuliah di UCLA. Cinta jarak jauh jarang berhasil. Karena sulit bertemu, akhirnya mereka berpisah.”“Daniella menjalin cinta dengan orang lain. Seorang Italiano. Emanuele. Bahkan bertunangan dengannya. Sepertinya ia sudah melupakan Mark. Sepertinya.” Marcia menekankan kata terakhir.Marcia menjeda. Membiarkan kalimatnya menggantung. Tiara dan Tristan menunggunya melanjutkan. Marcia tetap diam, sambil mengerlingkan mata, sengaja membuat mereka penasaran.“Mengapa sepertinya?” Tak tahan, akhirny
Baca selengkapnya

55. Oh Hatiku, Mengapa Harus Dia?

Tiara duduk menikmati kopi di sebuah cafe di tepi kanal di bawah Rialto Bridge.Air danau di Venesia berubah warna sepanjang hari. Di pagi hari, itu tampak kebiruan. Saat siang, warnanya berubah hijau keputihan. Menjelang senja hingga malam, itu terlihat gelap keunguan, memantulkan cahaya lampu yang mendarat di permukaannya. Sebuah paparan keindahan yang akan merontokkan hati siapapun. Apalagi yang berjiwa romantis seperti Tiara.“Lo itu romantisnya keterlaluan,” Alana sering mengejeknya. “Cerita cinta yang nyata gak seperti film Korea kesukaan lo itu.”“Iya… emang. Cerita cinta gua juga gak romantis. Tapi gua tetap percaya cinta sejati itu ada, Bapak dan Ibu buktinya.”“Ya… tapi love died eventually, you know? Bahkan cinta paling panas pun akan mendingin pada akhirnya.”“Sebagai penulis novel roman, seharusnya lo gak skeptis terhadap cinta. Agak kontradiktif kan, lo nulis cerita cinta, tapi gak percaya cinta.”“Justru, yang gua tulis itu hasil imajinasi. Impian semua orang, supaya ya
Baca selengkapnya

56. Bridge Of Sighs

“Hai... kamu tahu, sore ini kita akan naik gondola.”“Apa?” Tiara hampir tersedak.“Ya... kita di Venesia sudah hampir tiga bulan. Sebentar lagi kamu pulang. Belum sekali pun kita naik gondola. Pulang ke Indonesia nanti, bisa-bisa dikira cuma ngaku-ngaku ke Venesia. No pic hoax.” Tawa Tristan pecah. ‘Sebentar lagi pulang,’ pikir Tiara dengan murung. ‘Aku akan sangat merindukan masa-masa ini. Masa yang tak akan terjadi di Indonesia. Tak mungkin terulang.’Namun, ia tidak mau naik gondola dengan Tristan. Ia terlalu percaya takhayul. Konon gondola hanya boleh dinaiki anima gemella. Pasangan. Kekasih. Soulmate. Bagaimana kalau... ia bergidik. Ingat cerita Marcia.“Aku tidak mau.”“Lho?”“Aku tidak bisa.”“Kenapa?”“Kamu tahu cerita, legenda, kepercayaan, apapun namanya… tentang siapa yang boleh naik gondola?”“Ah ayolah. Itu cuma dongeng. Ini cuma perahu khas Venesia.”Tristan menarik tangannya. Memaksanya menyeret langkah mengikutinya ke tepi kanal.Gondolier berkaus putih bergaris mera
Baca selengkapnya

57. Semuanya Berakhir

Tristan pulang ke hotel dengan hati galau. ‘Apa yang telah aku lakukan?’ Ia meremas-remas rambutnya. Ia telah melakukan kesalahan besar. Sudah terlambat. Sesaat tadi, saat yang melenakan. Ciuman rindu karena gairah yang dipendam berbulan-bulan. Setelah selama ini ia berhasil mengendalikan diri, akhirnya ia kalah oleh keinginan.‘Bridge of Sighs sialan!’ Ah, ia telah menyalahkan jembatan itu hanya demi mengalihkan dosanya.Perasaannya berkecamuk sekarang. Cintakah ia pada Tiara? Konon cinta membuatmu melakukan hal-hal gila. I
Baca selengkapnya

58. Mendarat Di Negeri Para Dewa

Sesaat ketika pesawat lepas landas, Tiara menoleh ke luar jendela. Setiap kali terbang ia selalu memilih kursi dekat jendela, karena hal seperti inilah yang ia sukai, memandang sekali lagi ke tempat yang akan ia tinggalkan. Semacam ucapan selamat tinggal, entah ia akan kembali lagi ke tempat itu atau tidak. Venesia akan selamanya tertancap di hatinya. Namun, ia tak akan kembali ke sana. Kenangan-kenangan manis yang tertinggal telah menjadi terlalu menyakitkan sekarang. Ketika pesawat benar-benar sudah melayang di udara, Tiara memejamkan mata. Tak peduli jika saat itu pesawat jatuh dan ia lenyap ditelan bumi.Dua jam kemudian, pesawat mendarat di negeri para dewa. Ruby menjemputnya bersama suaminya, Nikos, dan putrinya, Nichola. Dia melompat-lompat sambil melambaikan tangan ketika melihat Tiara di pintu keluar
Baca selengkapnya

59. The Chef

“Carlos!” Ruby berseru. Seorang lelaki tinggi bertubuh tegap dengan kulit berwarna tembaga, mengenakan seragam putih dan topi koki, melongokkan kepala dari balik rak panci.Benar, dia tampan dan seksi. Bahkan dengan seragam kokinya, tampak jelas tubuhnya kencang. Ada kumis tipis dan cambang di wajahnya. Matanya tajam, dibingkai bulu mata dan alis lebat.“Ini sahabatku dari Indonesia, Tiara. Ara, ini chef kita, Carlos.”Carlos mengulurkan tangan, “Carlos Lopez. Tidak ada hubungan dengan Jennifer Lopez.” Carlos mengedipkan sebelah mata, mencium punggung tangan Tiara, bak seorang pangeran mencium tangan seorang putri. “Senang berkenalan denganmu.” 
Baca selengkapnya

60. Berhak Bahagia

“Bagaimana? Apakah hidangannya memenuhi seleramu yang tinggi, Senorita?” Carlos bertanya setelah mereka selesai bersantap. Pertanyaan yang jelas ditujukan pada Tiara.“Lihat saja piring-piring di sini, semua tandas, itu sudah menjawab pertanyaanmu. Dan ralat…” Tiara mengacungkan jari telunjuknya, “Seleraku gak tinggi kok, tidak perlu makanan di restoran mahal, di kaki lima juga oke. Aku hanya suka makan, terutama yang manis-manis.”“Hm… kalau begitu, nanti malam aku bisa mengundangmu bersantap di sini lagi? Hanya kita berdua? Aku akan membuat lebih banyak desserts.” Tanya Carlos. “Bos akan memberiku izin untuk menutup restoran lantai tiga, hanya untuk dia bukan?” Carlos beralih pada Ruby.Ruby mengangguk. “Ya, bukan hanya malam ini, setiap malam pun boleh, asalkan Tiara bersedia.”“Ah, tidak malam ini. Malam ini aku ingin melepas rindu dengan Ruby, kami sudah dua tahun tidak bertemu. Kita mau berbagi cerita sambil berbaring pakai piyama di tempat tidur.” Tiara menolak, dan tersenyum,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status