Semua Bab Belaian Hangat Om Bastian: Bab 101 - Bab 110

155 Bab

101. Elvita Menangkap Sikap Janggal Naira

Keesokan paginya, Naira dan Elvita sarapan bersama di apartemen. Tiba-tiba, ponsel Naira berdering. Itu telepon dari Bastian."Halo, Om Tian?" jawab Naira, berusaha terdengar formal."Nai, sorry mengganggu kalian pagi-pagi. Ada beberapa dokumen penting yang perlu ditandatangani hari ini. Kamu bisa ke kantor sebentar?" tanya Bastian.Ini masih akhir pekan, tapi Bastian ingin bertemu dia di kantor? Otak nakal Naira memikirkan hal intim yang akan mungkin terjadi jika Bastian sudah seperti itu.Sebelum Naira bisa menjawab, Elvita yang mendengar pembicaraan itu langsung menyela, "Oh, biar aku aja yang ke sana, Tian. Naira bisa istirahat di rumah."Naira terkejut mendengar tawaran ibunya. "Tapi, Mi...""Nggak apa-apa, sayang. Mami pengin ngelihat ruanganmu juga. Sekalian ketemu Bastian," kata Elvita dengan nada riang.Dengan enggan, Naira menyetujui. Satu jam kemudian, mereka berdua tiba di kantor. Bastian menyambut mereka di lobby."Selamat pagi, Naira, Elvita," sapa Bastian sopan."Halo,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-07-31
Baca selengkapnya

102. Gangguan Datang Silih Berganti

Naira menghela napas panjang sambil membereskan barang-barangnya. Dia merasa tidak nyaman harus tinggal di rumah Elvita, tapi tidak punya pilihan lain. Sementara itu, Bastian mondar-mandir di kamarnya, otaknya berputar mencari cara untuk menjauhkan Elvita.Keesokan harinya, Bastian menemui Elvita dengan wajah cemas yang dibuat-buat. "Vi, ada masalah serius dengan di Parlende. Sepertinya kamu harus segera ke sana untuk mengeceknya. Calon klien kita mau ketemu kamu di sana."Elvita melongo heran. Masalah datang begitu cepat untuknya!"Pak Johansen? Dia udah balik dari Onixa? Tapi aku baru aja balik ke sini, Tian. Dan lagi kangen-kangenan ama Naira pula, sambil bersihin rumah yang udah lama kosong." Elvita menatap kekasihnya dengan penuh mengharap. "Gak bisakah minta dia tunda dulu pertemuannya?"Keluar helaan napas berat dari Bastian. Naira yang mendengarkannya pun ikut tegang. Masalah apa sebenarnya?Bastian berpura-pura gelisah. "Nggak bisa, Vi. Kalau nggak segera ditemui, dia akan pe
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-01
Baca selengkapnya

103. Vera

Bastian terlihat kaget, tapi kemudian tersenyum. "Eh, Vera? Ngapain ke sini?"Vera cemberut main-main. "Yah, masa gitu doang reaksinya? Aku kan kangen, jadi mampir deh ke kantor kamu."Naira merasakan dadanya sesak melihat pemandangan di depannya. Dia berusaha fokus pada pekerjaannya, tapi telinganya tetap menangkap percakapan mereka."Baru balik dari luar negeri?" tanya Bastian.Setahu Bastian, Vera lama tinggal di luar negeri ikut ibunya yang sudah bercerai dengan sang ayah.Vera tertawa kecil. "Surprise kan, Bas! Eh, nanti malem kamu free, nggak? Dinner, yuk, ada yang mau aku ceritain, nih!"Bastian melirik sekilas ke arah Naira sebelum menjawab, "Boleh. Aku jemput jam 7. Kasi tau di mana kamu tinggal di sini"Naira meremas pulpen di tangannya, berusaha menahan emosi.Dia berdiri dan berkata dengan nada datar, "Pak Bastian, saya keluar sebentar, ya! Mau ambil beberapa berkas."Tanpa menunggu jawaban, Naira bergegas keluar ruangan, meninggalkan Bastian yang tampak gelisah dan Vera y
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-02
Baca selengkapnya

104. Gangguan yang Semakin Menempel

Vera tampak terkejut dengan respons Naira. Dia baru akan membalas ketika Bastian berdiri."Udah, Ver. Naira bener. Dia punya tugas sendiri. Kalo kamu butuh apa-apa, bilang aja ke aku."Vera cemberut, tapi tidak membantah. Naira kembali ke mejanya, berusaha menenangkan diri. Dia bisa merasakan tatapan tajam Vera di punggungnya, tapi dia tidak peduli. Setidaknya untuk saat ini, dia berhasil mempertahankan harga dirinya.Malam itu, di apartemen mereka, Naira akhirnya tidak bisa menahan emosinya lagi. Begitu Bastian pulang dari makan malam dengan Vera, Naira langsung menyambutnya dengan wajah masam."Gimana tadi? Puas makan malemnya sama si hebat Vera?" tanya Naira ketus.Bastian menghela napas, melepas jasnya. "Nai, please jangan mulai.""Jangan mulai gimana? Om nggak liat apa tadi siang dia ngelakuin aku kayak apa?" Naira meledak. "Dia nganggep aku apaan sih? Babu?""Nai, aku tau kamu kesal. Tapi Vera nggak bermaksud gitu," Bastian berusaha menenangkan.Naira mendengus. "Nggak bermaksud
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-04
Baca selengkapnya

105. Bayi Siapa Itu? Papa Bastian?

Naira langsung menoleh, menajamkan telinga."Tapi Ver ... Iya, iya. Aku ke sana sekarang, ini aku lagi di rumah teman." Bastian menutup telepon dengan wajah tegang."Kenapa, Om?" tanya Naira, berusaha tenang meski jantungnya berdebar kencang.Bastian mengusap wajahnya frustasi. "Vera ... dia ada di depan rumah. Katanya mau nginep.""Apa?!" Naira tidak bisa menahan emosinya. "Terus Om mau ngapain?""Aku harus ke sana, Nai. Dia udah bawa koper segala," Bastian tampak bimbang.Naira merasakan amarahnya memuncak. "Jadi Om mau ngebolehin dia nginep gitu aja? Om Tian, apa kamu nggak sadar dia udah kelewatan?!""Nanti aku akan coba kasi tau dia karena-""Nggak enak? Om pasti mau bilang Om nggak enak karena dia sepupu almarhum istri Om? Gitu?" Naira memotong dengan nada menyindir. "Om Tian, aku yang nggak enak! Aku ini udah macam selingkuhan gelap Om, yang harus sembunyi-sembunyi, tapi Om malah ngebolehin cewek lain nginep di rumah Om?!"Bastian mencoba menenangkan Naira. "Nai, dengerin aku d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-04
Baca selengkapnya

106. Siapa Rina dan Dani?

Mendengar kata "Papa Bastian", Naira langsung membeku. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya. 'Papa Bastian? Anak? Jangan-jangan...'Tanpa sempat berpikir jernih, Naira langsung merasa dunianya runtuh. Air mata mulai menggenang di matanya."Ma-maaf, saya permisi dulu," ujar Naira terbata-bata, lalu bergegas keluar ruangan, meninggalkan Rina yang kebingungan.Naira berlari ke toilet, mengunci diri di salah satu bilik. Air matanya tumpah. Dia merasa dikhianati, kecewa, dan marah. Tanpa mencari tahu lebih lanjut, Naira sudah membuat kesimpulan sendiri bahwa bayi itu adalah anak Bastian.Sementara itu, Rina yang masih di ruangan Bastian, hanya bisa kebingungan melihat reaksi Naira. Dia tidak mengerti mengapa sekretaris Bastian bereaksi seperti itu ketika dia hanya ingin berterima kasih atas program orang tua asuh yang telah membantu anaknya selama ini.Tanpa Naira sadari, kesalahpahaman ini akan membawa masalah dalam hubungannya dengan Bastian, hanya karena dia terlalu cepat menyimpulk
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-05
Baca selengkapnya

107. Janda 2 Anak Itu ....

Setelah insiden kesalahpahaman itu, Rina sering datang ke kantor Bastian dengan berbagai alasan. Dia selalu membawa Dani, menggunakan anaknya sebagai alasan untuk bertemu Bastian."Pak Bastian, maaf mengganggu lagi," Rina berkata dengan senyum manis suatu hari. "Dani kangen sama Papa Bastian katanya."Bastian selalu menyambut mereka. "Tidak apa-apa, Rina. Masuk saja."Naira yang melihat dari mejanya, merasa tidak nyaman dengan kedatangan Rina yang semakin sering akhir-akhir ini.'Ini emak-emak ngapain datang terus sih? Hampir tiap hari, loh! Ganggu banget, ish lama-lama! Atau aku aja yang terlalu overthinking yah?' batinnya.Yang membuat Naira terkejut, hari ini Rina tak hanya membawa satu anak, melainkan dua!"Eh? Ini ...." Naira menatap bocah perempuan berusia 7 tahun yang digandeng Rina masuk ke ruangan Bastian.Senyum Rina muncul sambil dia menatap Naira yang bingung."Yang ini anak sulungku, Mbak Naira. Namanya Arin." Rina memperkenalkan putri sulungnya. "Ayo, Arin, beri salam ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-06
Baca selengkapnya

108. Papa Bastian Mau Jadi Papaku?

Naira menggigit bibir, jemarinya mencengkeram batang pohon tempat dia bersembunyi. Matanya tak lepas dari pemandangan di depannya ~ Bastian memandang lurus ke mata Arin yang menatapnya penuh harap.'Bisa-bisanya! Bocah cilik kayak gitu nanya hal ... ini beneran si Arin yang pengen ngomong gitu apa diajarin ibunya, sih? Aduh! Aku malah buruk sangka mulu, damn!' Naira sibuk mengumpat di balik persembunyiannya. "Papa Bastian, mau nggak jadi papanya Arin?" tanya gadis kecil itu polos.Bastian terdiam sejenak, ekspresinya sulit dibaca. "Arin, Om nggak bisa-""Tapi Arin pengen punya papa! Mama bilang Arin boleh minta Papa Bastian jadi papa. Apalagi kan namanya udah Papa Bastian," potong Arin dengan mata berkaca-kaca.Naira merasakan dadanya sesak. Kecurigaannya ternyata sebuah fakta! Ini ulah Rina, menggunakan anaknya untuk menarik perhatian Bastian. Ingin rasanya dia keluar dan menyeret Bastian pergi, tapi dia tak bisa mengambil risiko ketahuan.Sedangkan Rina bersikap salah tingkah. "Eh?
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-07
Baca selengkapnya

109. Pancingan untuk Bastian

Bastian menghela napas panjang setelah melepaskan pelukannya dari Naira. "Aku harus ngantar Rina dan anak-anaknya pulang. Kamu pulang duluan ke apartemen, ya?"Naira mengangguk, meski dalam hatinya enggan berpisah. "Hati-hati, ya. Jangan lama-lama.""Nggak akan," Bastian mengecup kening Naira singkat sebelum berbalik menuju mobilnya.Naira memandangi punggung Bastian yang menjauh, perasaannya campur aduk. Dengan langkah berat, dia berjalan menuju warung terdekat untuk memesan taksi online agar bisa pulang ke apartemen.Sementara itu, Bastian kembali ke mobil dimana Dani sudah tertidur pulas di car seat-nya. Rina dan Arin masih di apotik mengambil obat. Bastian menyandarkan kepalanya ke kursi, memejamkan mata sejenak. Pikirannya kacau memikirkan situasi rumit yang dia hadapi.Tak lama kemudian, pintu mobil terbuka. Arin masuk lebih dulu, diikuti Rina yang membawa kantong berisi obat."Maaf lama, Pak Bastian," ujar Rina dengan senyum manis. "Antriannya lumayan panjang tadi."Bastian han
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-07
Baca selengkapnya

110. Makin Digosok Makin Sip!

Sayangnya, Bastian tidak tertarik melirik ke sana. Bagi Bastian, cara itu terlalu klasik dan kuno yang dilakukan wanita untuk mencari perhatian pria. Maka dari itu, dia menahan diri untuk tidak memutar bola matanya karena jengah.Rina membungkuk untuk mengambil gelang tersebut, dan saat itulah dia 'tidak sengaja' menyenggol cangkir kopi di meja. Isinya tumpah ke celana Bastian."Ya ampun! Maaf Pak, saya nggak sengaja!" seru Rina panik. Dia segera mengambil tisu dan berusaha mengelap celana Bastian.Bastian berdiri, menjauhkan diri dari jangkauan Rina. "Nggak usah! Aku bisa sendiri.""Aduh, celana Bapak jadi basah gini. Gimana kalau saya cuci dulu? Bapak bisa pakai celana almarhum suami saya.""Nggak perlu," tolak Bastian tegas. "Udah malam, aku harus pulang."Rina masih berusaha. "Tapi Pak, celana basah gitu bahaya lho kalau nyetir. Gimana kalau-""Rina," potong Bastian, nada suaranya dingin. "Makasih atas kekhawatiranmu. Permisi."Rina terdiam, sadar bahwa usahanya gagal total. "Baik
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-07
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
16
DMCA.com Protection Status