All Chapters of Menikahi Gadis Pilihan Mama : Chapter 31 - Chapter 40
46 Chapters
Bab 31 - Dewi Cabe Rawit
31Sepulang dari pasar tadi Raisa langsung sibuk di dapur. Tanpa banyak kata dia menyiapkan beberapa lauk untuk menu makan siang kami. Setelah selesai mandi dan makan siang, dia memilih untuk tidur dengan posisi memunggungiku. Aku seolah-olah merasakan deja vu. Dulu, di malam pertama kami di hotel dia juga seperti itu. "Kita jalan, yuk?" ajakku sore ini."Males!" ketus Raisa."Jangan ngambek terus, dong. Kan udah Ayah jelasin Lina itu siapa," ujarku sambil membelai lengannya dengan lembut. "Hmm.""Nggak usah hmm, hmm. Ayo, kita jalan-jalan." Aku menarik lengan Raisa hingga dia bisa duduk dengan malas sambil menatapku dengan tajam. Aku mengabaikan delikannya dan berpura-pura sibuk merapikan rambut."Cuma jalan-jalan doang?" tanyanya. "Emangnya mau ke mana lagi?" "Nonton!" Aku mendengkus dan memutar bola mata. Merasa jengah dengan tingkah judes dan manjanya yang selalu bercampur. Setelahnya baru aku mengangguk, pasrah ditodong seperti ini.Senyuman mengembang di wajahnya yang mak
Read more
Bab 32 - Dikit
32Sepanjang perjalanan menuju Bandung, Raisa tak henti-hentinya bersenandung. Sekali-sekali tawanya berderai mendengar candaan penyiar radio. Aku yang terbiasa menyetir, akhirnya jadi tidak bisa tidur di kursi penumpang. Padahal mata sudah sangat mengantuk. Jalanan yang padat merayap tidak membuat semangat istriku yang cantik itu surut. Justru dia bertambah antusias menyetir agar segera sampai ke tempat tujuan. "Alhamdulillah, akhirnya kita sampai," ucap Raisa, sesaat setelah tiba di depan kediaman orang tuanya. Kami keluar sambil membawa tas masing-masing. Raisa jalan terlebih dahulu menuju bangunan besar di mana kedua orang tuanya sudah berasa di teras menyambut kedatangan kami. Pelukan hangat bak adegan sinetron membuatku tersenyum geli. Sekarang tahu, kan, dari mana Raisa mendapatkan sifat rada lebay-nya itu. Tentu saja dari sang mami yang sifatnya hampir sama dengan putrinya.Selanjutnya kami digiring masuk ke rumah. Di atas meja ruang tengah sudah tersedia aneka kudapan keg
Read more
Bab 33 - Digombalin
33"Abang," panggil Raisa. Saat ini kami masih bergelung di dalam selimut. Udara dingin pagi hari membuat kami enggan untuk bangun. "Hmm.""Kita cari sarapan, yuk." "Bunda mandi dulu sana. Gantian." "Mandi bareng aja," godanya. "Ayah mau nyetor. Entar Bunda kebauan." Satu pukulan mendarat di lenganku. Kemudian Raisa bangkit perlahan, berdiri dan melangkah lambat ke kamar mandi. Sambil tersenyum lebar aku turun dari tempat tidur. Melangkah pelan dan menyusulnya. "Abang jorok!" teriak Raisa, sesaat setelah aku duduk di kloset. Tawaku membahana. Sebetulnya aku hanya menuntaskan hasrat ingin buang air kecil dan bukan hendak mengebom. Raisa buru-buru menyelesakan acara mandi dan keluar sambil bersungut-sungut. Aku terus tersenyum, tak peduli dia menggerutu. Salah sendiri dia mandinya lama. Jadinya kuserobot aja. ***Senin siang yang panas, tak menyurutkan semangat untuk tetap bekerja. Walaupun rasa kantuk mulai mendera, tetapi aku tetap berusaha untuk fokus di depan meja. "Pak
Read more
Bab 34 - Perjodohan Sukses
34Pagi menjelang. Sejak selesai salat Subuh tadi Raisa sudah bersiap-siap untuk berangkat. Berbagai kotak berisi oleh-oleh buat keluarga sudah diangkutnya masuk ke mobil saat aku berganti pakaian."Buruan sarapannya, Sayang," tukas Raisa sambil memandangiku yang tengah menyuap mi goreng buatannya."Sabar atuh, baru juga nyuap," jawabku. "Piringnya mau langsung dicuci. Jadi hari Senin pulang itu di rumah nggak ada piring kotor." "Hmm, kita pulangnya hari Minggu. Hari Senin jam 10 pagi, Ayah ada rapat di tempat klien. Nggak keburu kalau berangkat subuhnya," jelasku. Tatapan matanya seketika berubah sendu. Raisa menunduk sambil memainkan jemari lentiknya yang ditumpangkan di meja. Mulai, deh. Drama, deui!"Nanti kalau udah bisa cuti, kita liburan agak lama di sana. Mau honeymoon lagi juga boleh," candaku sambil menaikturunkan alis menggodanya. Raisa mengulaskan senyuman dan mengangguk dengan semangat. Membuat istri bisa tersenyum kembali itu menjadikanku bergerak untuk mendaratkan k
Read more
Bab 35 - Receh
35Sejak pagi aku sudah berkeliling kompleks sambil jalan santai dan senam tangan. Aku menyapa beberapa tetangga yang kebetulan bertemu. Selanjutnya aku meneruskan langkah hingga tiba di dekat lapangan. Aku duduk santai sambil menikmati sepiring lontong kari. Tatapanku mengarah pada Raisa yang sedang joging di lapangan bersama Eli.Esti sejak tadi sudah lebih dulu turun dari rumah untuk langsung ke toko bunga miliknya. Dia hendak menunggu kedatangan mobil pengangkut bunga yang dipesan sejak jauh-jauh hari. Sekian menit berlalu, Raisa dan Eli sudah ikut duduk di dekatku. Raisa memesan kupat sayur, sementara Eli memesan kupat tahu. "Bang, nanti habis Magrib ada undangan rapat di rumah pak RT," ujar Eli di sela-sela mengunyah. "Iya, tadi Abang dapat info yang sama dari Pak Salim. Yang rumahnya di pojok itu," sahutku. "Ayah mau datang ke rapat?" tanya Raisa. "InsyaAllah. Mampir sebentar, habis itu baru kita berangkat balik ke Jakarta," terangku. "Ehm, kalau Bunda tinggal dulu di s
Read more
Bab 36 - Siapa Yang Mau Mati?
36Sore harinya, aku terbangun karena mendengar suara tawa orang-orang dari luar kamar. Aku bergegas bangkit dan jalan ke bilik termenung. Mempercepat pembersihan diri, lalu keluar dan berganti pakaian. Raisa dan Mami tampak sibuk di dapur sambil bercanda. Harum masakan sangat menggugah selera. Hidungku mengembang dan mengempis dengan sempurna. "Masak apa?" tanyaku sambil duduk di kursi dekat meja makan."Kentang balado, tumis sawi putih dan rolade," jawab Raisa sambil meletakkan segelas teh manis di meja. "Sini!" pintaku sembari menepuk-nepuk kursi di sebelah kanan."Nanti aja. Belum beres masaknya," tolaknya sambil melenggang menjauh. Aku terdiam, lalu meraih cangkir dan mulai menyesap teh. Kemudian mengambil sepotong bolen durian di meja. Tatapanku terfokus pada Raisa. Benar-benar tidak sabar untuk segera mendapatkan jatah preman yang tertunda seminggu Saat Mami memasuki kamar mandi, aku langsung bergerak menuju dapur dan memeluk pinggang istriku dari belakang. "Kangen," uca
Read more
Bab 37 - Keajaiban
37Tawa Raisa bergema di ruang tamu apartemen kami yang mungil. Sedangkan aku cuma mesem-mesem melihat tingkahnya. "Terus gimana? Beneran berantem?" tanya Raisa di sela-sela tawa."Gaklah. Cuma saling lirik aja sepanjang rapat," jawabku. "Kira-kira bakal dapat nggak, nih, proyek di perusahaan itu?" "Au ahh. Sudah keburu nggak konsen tadi. Untungnya Pak Tono sigap. Dia yang banyak ngambil alih presentasi. Ayah lebih banyak diam." "Sabar, Yah. Kalau nggak dapat, nggak apa-apa. Pasti akan digantikan rezekinya dari tempat lain." Aku manggut-manggut. "Ehm, Bun. Sekarang udah bisa kan?" tanyaku pura-pura lugu. Raisa memandangiku sejenak, sebelum akhirnya mengangguk mengiakan. Dia melengos saat aku tersenyum lebar. "Mandi dulu!" perintah Raisa."Siap, Komandan!" jawabku sambil bangkit berdiri dari sofa. Berjalan sembari berjoget menuju kamar mandi. Membersihkan diri demi sang istri. Beberapa saat kemudian aku berjalan memasuki kamar yang sudah gelap. Hanya ada satu lilin aroma terapi
Read more
Bab 38 - Ngidam
38Mami dan Papi ternyata betul-betul datang sesuai dengan janji. Mereka tiba beserts kedua orang tuaku, tepat di saat matahari siang sedang menyorot dengan dahsyat. Aku yang hendak keluar untuk menyambut mereka, akhirnya membatalksn niat karena tidak kuat dengan pancaran sang surya. Nanti kulitku jadi hideung dan mengurangi ketampanan. Bahaya!Darman keluar bersama Kusno. Keduanya berjibaku mengangkut banyak barang dari mobil ke teras kantor. Aku, Heni dan Endang meneruskan memindahkan benda-benda itu ke ruang tamu. "Mau baca doa di sini atau di atas?" tanya Raisa yang tengah berdiri di dekat meja Heni. "Di sini aja," jawabku. Raisa meletakkan kotak kue yang sejak tadi dipegangnya. Dia bergerak cepat membuka kotaknya. Tampaklah kue berukuran besar dengan hiasan cokelat di atasnya. Mama mengulurkan pisau kecil ke meja. Mami meletakkan tisu dan piring serta garpu kecil ke dekat kue. "Ayo, kita baca doa dulu," ajak Papi. Sekali lagi papaku yang memimpin doa. Setelahnya acara poton
Read more
Bab 39 - MBA
39Hari yang dinantikan Raisa pun tiba. Sejak pagi dia tampak semringah. Kondisinya yang biasanya lemah sekarang terlihat lebih segar. Aku menyetir dengan santai. Sesekali beradu pandang dengannya yang tampak bahagia. Saat mobil kami memasuki halaman rumah, ternyata kedua perempuan tua sudah menunggu di teras. Pelukan hangat diberikan Mami dan Mama ke Raisa yang tak henti-hentinya tersenyum. Mereka menuntun istriku yang cantik itu menuju bagian tengah rumah. Aku terperangah saat melihat aneka hiasan yang memenuhi ruangan. Beberapa wajah yang sangat dikenal juga tampak hadir seraya tersenyum."Kalian, ngapain ke sini?" tanyaku sambil menyalami mereka satu per satu. "Numpang makan," jawab Bayu Evan langsung berlari ke arahku dan melompat masuk ke dalam pelukan. Tangannya dikalungkan di leher sembari mengusapkan bibir berulang kali ke wajah."Papi, main yuk!" ajaknya. "Nanti, ya, Sayang. Papi baru nyampe. Mau istirahat dulu. Nanti habis salat Jumat dan makan siang, baru kita main,"
Read more
Bab 40 - Proyek Besar dan Teman Baru
40"Ayah ke sininya minggu depan?" tanya Raisa."Iya, kerjaan Ayah pasti sudah numpuk, Bun. Banyak tender, harus dikerjakan secepatnya," jawabku sambil merangkul pundaknya. "Tapi nanti Bunda bakal kangen berat," rajuknya. "Tetap doakan Ayah aja. Biar selalu sehat dan dilindungi Tuhan. Agar Ayah bisa segera datang ke sini," bujukku. Bibir Raisa terangkat dan membingkai senyum tipis. Kemudian, dia menyandarkan kepala di bahuku dengan manja. "Ayah nggak dibekalin, nih?" candaku. "Nanti aja, masih awal. Malu kalo kedengaran Mami sama Papi," sahutnya seraya tersenyum lebar. "Ya, jangan berisik. Diam-diam gitu." Tawanya seketika pecah. Aku pun terpancing untuk tersenyum. Memandangi Raisa yang sedang tergelak itu membuatku senang, karena tandanya dia tengah bahagia."Mana bisa diam-diam. Enggak seru," tukas Raisa, setelah tawanya menghilang. "Iya, sih. Kurang hot," sahutku. "Badan Bunda lagi mbulet gini, nggak bisa juga mau banyak gaya." "Ayah justru suka, Bunda makin berisi. Tamb
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status