41Jalinan waktu terus bergulir. Hari-hariku dihabiskan dengan bekerja. Sebab Raisa masih betah di Bandung, aku jadi malas pulang ke apartemen yang sunyi dan sepi. Malam ini, aku keluar dari kantor jam 8. Petugas keamanan area yang tengah patroli, bergegas mendatangi dan membantuku menutup serta mengunci rolling door. Kami berbincang sesaat, sebelum aku berpamitan dan jalan ke mobil. Setelah memasuki kendaraan dan menyalakan mesinnya, aku memutar mobil hingga mengarah ke luar area. Aku hendak membeli makanan di luar, karena bosan dengan menu-menu yang tersedia di rumah makan sekitar gedung. Aku melajukan mobil dengan kecepatan rendah, sambil melihat-lihat tepi jalan. Aku membelokkan kemudi dan parkir di depan deretan rumah toko. Setelah mematikan mesin dan memasang rem tangan, aku melepaskan sabuk pengaman. Sekian menit berikutnya, aku sudah berada di meja terdepan. Tempat ini cukup ramai. Semua pegawainya bekerja cepat menyiapkan hidangan. Aku menyempatkan diri menelepon Raisa.
42Erwin menghilang!Kekhawatiranku terbukti dan membuatku serta Farraz dan Seno makin cemas. Keduanya telah berupaya mencari Erwin ke berbagai tempat yang biasa didatangi. Sedangkan aku menghubungi semua teman-teman kuliah, mungkin saja mereka memiliki informasi tentang Erwin. Namun, hasilnya nihil. Pagi ini, aku melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi di jalan bebas hambatan menuju kota kembang. Amran yang berada di sebelah kiri, terlihat tegang. Raisa dan Silvi yang menempati kursi tengah, terlibat perbincangan tentang berbagai komentar di grup para istri karyawan GWA Grup yang semuanya membahas kasus ini. Aku berusaha fokus mengemudi, meskipun sebenarnya pikiran bercabang-cabang. Aku kesal pada Erwin..Harusnya dia jangan kabur dan berani mempertanggungkan perbuatannya. Jika sudah begini, pihak perusahaan mungkin akan melaporkannya ke kantor polisi. Aku juga mencemaskan Vita. Dia pasti syok karena suaminya kabur. Belum lagi bakal dicemooh orang lain. Aku khawatir jika menta
43Acara pelantikan pagi menjelang siang ini berlangsung khidmat. Aku begitu bahagia hingga nyaris tidak berhenti tersenyum. Raisa yang berada di kursi belakang Pak Agung, berulang kali melambaikan tangannya. Aku dan kedua direktur dari cabang Surabaya serta Semarang yang juga baru dilantik, merapatkan barisan. Pak Giandra, Pak Agung, Pak Harmoko dan Andra berdiri di sisi kanan. Sementara sisi kiri ditempati Pak Linggha, Pak Leandru, Pak Tanvir dan Pak Davindra. Mereka adalah para komisaris dari Pangestu Grup dan Mahendra Grup, yang juga turut menanamkan saham besar di GWA. Sesi pertama pemotretan berlangsung damai. Namun, ketika beberapa bos dari HWZ, LCGL dan GANK turut bergabung sambil berjongkok di bawah, suasana berubah ricuh. Ketiga perusahaan tersebut merupakan cabang dari Pangestu Grup, karena Pak Linggha menjadi penyumbang saham terbesarnya. Belasan menit berlalu, aku bergabung di meja yang ditempati para bos HWZ, LCGL dan GANK. Aku celingukan mencari Raisa, yang ternyat
44Hari berganti dengan kecepatan maksimal..Pagi ini, aku baru tiba di kantor ketika banyak notifikasi masuk dari grup kantor. Aku duduk di kursi kebangsaan sambil menggulirkan jemari, untuk membaca pesan-pesan itu. Mataku membulat sempurna, usai membaca informasi terbaru tentang Erwin. Aku hendak menelepon Seno, tetapi dia telah lebih dulu menghubungiku. Aku menekan tanda hijau pada layar ponsel, lalu menempelkan telepon genggam ke telinga kanan. "Ya, Sen?" sapaku. "Erwin sudah menyerahkan diri, Dy," jawab Seno."Ya, aku sudah lihat infonya di grup." "Kamu diminta ke sini sama Pak Agung dan Pak Giandra." "Kapan?" "Hari ini." "Oke, habis zuhur aku berangkat. Ada meeting penting bentar lagi." "Nanti langsung ke kantor. Kami tunggu." "Sip." "Jangan ngebut. Hati-hati bawa iparku." "Aku mau naik kereta cepat." "Nanti kujemput di stasiun." "Yups."Seno mengucapkan salam yang kubalas dengan perkataan yang sama. Setelah sambungan telepon terputus, aku beralih menelepon Amran dan
45Matahari pagi baru muncul ketika dua unit mobil melaju dari kediaman orang tuaku. Papa yang memaksa untuk menyetir, berulang kali bersenandung mengikuti irama lagu dari alat pemutar musik.Mama menimpali bernyanyi dengan suara yang cukup merdu. Aku, Raisa, Amran dan Neyla saking melirik, sebelum sama-sama mengulum senyuman. Kendatipun lagu yang diputar adalah lagu-lagu zaman baheula, kami tidak berani memprotes dan membiarkan kedua orang tua bernostalgia dengan musik saat-saat mereka tengah pacaran, dulu. Di belakang, mobil yang dikemudikan Seno,, mengekor dengan jarak dekat. Mungkin dia takut ketinggalan, karena sopir mobilku adalah mantan pembalap bom-bom car. Tiba di perempatan jalan, seunit mobil MPV hitam bergabung. Aku memicingkan mata saat seseorang melambai dari pintu pengemudi, karena tidak mungkin tangan Papi seputih itu. "Yang jadi sopir, siapa itu?" tanyaku sambil menunjuk mobil terdepan. "Kayaknya itu Pingkan," sahut Raisa. "Gelangnya aku ingat banget, karena beli
46Perjalanan menjelajahi 2 provinsi dalam waktu 5 hari, ternyata sangat melelahkan. Terutama karena tempat yang didatangi merupakan area proyek, bukan tempat wisata ataupun pusat perbelanjaan. Hari terakhir berada di Jambi, pagi-pagi sekali aku dan teman-teman telah jalan memutari area sekitar hotel. Rencana awal, sih, cuma joging Namun, akhirnya kami berhenti untuk menikmati hidangan sarapan khas daerah, di rumah makan yang disarankan pemandu wisata.Dua staf proyek yang merupakan warga lokal, tampak antusias memperkenalkan berbagai panganan khas. Aku menyicipi nasi gemuk dan mi celor. Kemudian aku mencoba menyuap tempoyak yang disarankan Bang Zein untuk dicicipi. "Rasanya unik," tuturku. "Bau durian lumayan kuat," tambahku. "Ya, tempoyak memang dari fermentasi durian," terang Bang Zein. "Ini makanan khas Melayu. Semua daerah yang banyak suku Melayu-nya, pasti punya olahan serupa ini," jelasnya. "Abang orang Melayu juga, kan?" "Hu um. Aku lahir di Pontianak. SMP di Sambas. SMA
47Hari yang dinantikan Bayu dan Esti, akhirnya tiba. Pagi ini, aku dan keluarga serta kerabat Bayu, mengantarkan papanya Evan ke kediaman orang tua Esti.Suasana akad nikah yang semula tegang, seketika berubah tenang seusai kalimat kabul diucapkan Bayu dalam satu tarikan napas. Aku yang turut tegang sejak tadi, akhirnya bisa menghela napas lega. Aku melirik Raisa yang terlihat serius mengamati pasangan pengantin yang tengah berbincang dengan penghulu. Aku mengulurkan tangan kanan untuk menggenggam jemari Raisa yang seketika menoleh. Aku mengukir senyuman yang dibalasnya dengan hal serupa. Semua runutan acara adat Sunda digelar dengan khidmat. Aku terharu ketika Evan memeluk dan menciumi Esti yang sudah sah menjadi Ibu sambungnya. Isakan lirih terdengar dari semua sudut tempat perhelatan digelar. Begitu pula dengan Raisa. Dia berulang kali mengusap matanya yang basah dengan tisu. Demikian juga dengan Mama, Mami dan Neyla. Geng cengeng. Acara saweran menjadi hal yang paling ditung
48Beberapa hari menjelajahi Malang, ternyata aku sangat menyukai kota ini. Udaranya yang cukup sejuk, menjadikanku teringat akan Bandung di masa lampau. Saat aku kecil, Bandung masih dingin. Keluar untuk berangkat ke sekolah masih banyak embun menggantung di pepohonan. Sekarang, kota kelahiranku sudah panas. Sebab telah banyak pohon dan hutan yang dibabat buat dijadikan tempat bisnis. Jangankan Bandung, Lembang yang dulu dinginnya bikin beku, sekarang biasa-biasa saja. Hanya beberapa daerah di sekitar Jawa Barat yang udaranya masih dingin. Contohnya, Pangalengan, Ciwidey, Cijeruk di Bogor, dan tempat-tempat yang posisi tanahnya tinggi di perbukitan. Lainnya, sih, sama saja dengan Bandung, hareudang, dang, dang, dang, dut. Setelah 3 hari berjibaku di tempat proyek, pagi ini aku dan tim berwisata keliling kota. Tadinya, Bang Yoga mengusulkan ke Bromo, tetapi ditolak yang lainnya dengan alasan capai. Aku pun sama. Di tempat proyek yang jalanannya belum rata, ditambah lokasinya di p
50Jalinan waktu terus bergulir. Tepat dua minggu setelah Byantara lahir, aku dan Raisa mengadakan acara akikahan di kediaman Papi. Pada awalnya, kupikir acaranya akan sederhana. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Papi mengadakan pesta mewah, yang pastinya sebagian besar dananya berasal dari dompet beliau.Aku bukan tidak sanggup mengadakan akikahan mewah seperti ini, tetapi aku harus menghemat biaya. Terutama karena sampai dua bulan ke depan akan ada dua dapur yang harus diisi. Yaitu, dapur Bandung dan Jakarta. Beberapa saat sebelum pengajian dimulai, aku dipanggil Amran yang berada di teras depan. Aku menyambanginya dan seketika terkejut melihat banyak teman-teman dari PC yang datang. Bahkan beberapa bos PG turut hadir bersama keluarga masing-masing. Aku bergegas jalan menuju depan rumah, kemudian menyalami semua tamu. Kemudian aku mempersilakan mereka memasuki ruang tamu dan ruang tengah. Para istri bos menghampiri Raisa dan memeluknya sembari beradu pipi. Mereka sempat ber
49Seunit motor polisi dengan sirine khas, menjadi pembuka jalan konvoi beberapa kendaraan roda dua dan empat, yang keluar dari area bandara menuju jalan raya utama Kota Bandung.Bang Zein dan kedua staf HWZ memacu motor besar mereka di belakang motor polisi. Aku memandangi mereka dari kursi depan mobil pertama, sembari mengucap syukur dalam hati, karena memiliki para sahabat yang setia kawan.Aku benar-benar takjub dengan kesigapan mereka yang menyambutku dan teman-teman, dengan protokoler yang biasanya dilakukan pada pejabat. Kendatipun sedikit malu, karena aku jadi penyebab para pengguna jalan lainnya menggerutu, tetapi aku tetap bersyukur, sebab dengan terbukanya jalan ini, konvoi kami tidak terjebak kemacetan.Seno mengemudikan mobil operasional kantor dengan kecepatan tinggi. Di belakang, dua unit mobil operasional PBK menyusul dengan jarak dekat. Bang Zulfi yang berada di kursi tengah, sedang bercakap-cakap dengan Bang Wirya yang berada di Jakarta, melalui sambungan telepon.
48Beberapa hari menjelajahi Malang, ternyata aku sangat menyukai kota ini. Udaranya yang cukup sejuk, menjadikanku teringat akan Bandung di masa lampau. Saat aku kecil, Bandung masih dingin. Keluar untuk berangkat ke sekolah masih banyak embun menggantung di pepohonan. Sekarang, kota kelahiranku sudah panas. Sebab telah banyak pohon dan hutan yang dibabat buat dijadikan tempat bisnis. Jangankan Bandung, Lembang yang dulu dinginnya bikin beku, sekarang biasa-biasa saja. Hanya beberapa daerah di sekitar Jawa Barat yang udaranya masih dingin. Contohnya, Pangalengan, Ciwidey, Cijeruk di Bogor, dan tempat-tempat yang posisi tanahnya tinggi di perbukitan. Lainnya, sih, sama saja dengan Bandung, hareudang, dang, dang, dang, dut. Setelah 3 hari berjibaku di tempat proyek, pagi ini aku dan tim berwisata keliling kota. Tadinya, Bang Yoga mengusulkan ke Bromo, tetapi ditolak yang lainnya dengan alasan capai. Aku pun sama. Di tempat proyek yang jalanannya belum rata, ditambah lokasinya di p
47Hari yang dinantikan Bayu dan Esti, akhirnya tiba. Pagi ini, aku dan keluarga serta kerabat Bayu, mengantarkan papanya Evan ke kediaman orang tua Esti.Suasana akad nikah yang semula tegang, seketika berubah tenang seusai kalimat kabul diucapkan Bayu dalam satu tarikan napas. Aku yang turut tegang sejak tadi, akhirnya bisa menghela napas lega. Aku melirik Raisa yang terlihat serius mengamati pasangan pengantin yang tengah berbincang dengan penghulu. Aku mengulurkan tangan kanan untuk menggenggam jemari Raisa yang seketika menoleh. Aku mengukir senyuman yang dibalasnya dengan hal serupa. Semua runutan acara adat Sunda digelar dengan khidmat. Aku terharu ketika Evan memeluk dan menciumi Esti yang sudah sah menjadi Ibu sambungnya. Isakan lirih terdengar dari semua sudut tempat perhelatan digelar. Begitu pula dengan Raisa. Dia berulang kali mengusap matanya yang basah dengan tisu. Demikian juga dengan Mama, Mami dan Neyla. Geng cengeng. Acara saweran menjadi hal yang paling ditung
46Perjalanan menjelajahi 2 provinsi dalam waktu 5 hari, ternyata sangat melelahkan. Terutama karena tempat yang didatangi merupakan area proyek, bukan tempat wisata ataupun pusat perbelanjaan. Hari terakhir berada di Jambi, pagi-pagi sekali aku dan teman-teman telah jalan memutari area sekitar hotel. Rencana awal, sih, cuma joging Namun, akhirnya kami berhenti untuk menikmati hidangan sarapan khas daerah, di rumah makan yang disarankan pemandu wisata.Dua staf proyek yang merupakan warga lokal, tampak antusias memperkenalkan berbagai panganan khas. Aku menyicipi nasi gemuk dan mi celor. Kemudian aku mencoba menyuap tempoyak yang disarankan Bang Zein untuk dicicipi. "Rasanya unik," tuturku. "Bau durian lumayan kuat," tambahku. "Ya, tempoyak memang dari fermentasi durian," terang Bang Zein. "Ini makanan khas Melayu. Semua daerah yang banyak suku Melayu-nya, pasti punya olahan serupa ini," jelasnya. "Abang orang Melayu juga, kan?" "Hu um. Aku lahir di Pontianak. SMP di Sambas. SMA
45Matahari pagi baru muncul ketika dua unit mobil melaju dari kediaman orang tuaku. Papa yang memaksa untuk menyetir, berulang kali bersenandung mengikuti irama lagu dari alat pemutar musik.Mama menimpali bernyanyi dengan suara yang cukup merdu. Aku, Raisa, Amran dan Neyla saking melirik, sebelum sama-sama mengulum senyuman. Kendatipun lagu yang diputar adalah lagu-lagu zaman baheula, kami tidak berani memprotes dan membiarkan kedua orang tua bernostalgia dengan musik saat-saat mereka tengah pacaran, dulu. Di belakang, mobil yang dikemudikan Seno,, mengekor dengan jarak dekat. Mungkin dia takut ketinggalan, karena sopir mobilku adalah mantan pembalap bom-bom car. Tiba di perempatan jalan, seunit mobil MPV hitam bergabung. Aku memicingkan mata saat seseorang melambai dari pintu pengemudi, karena tidak mungkin tangan Papi seputih itu. "Yang jadi sopir, siapa itu?" tanyaku sambil menunjuk mobil terdepan. "Kayaknya itu Pingkan," sahut Raisa. "Gelangnya aku ingat banget, karena beli
44Hari berganti dengan kecepatan maksimal..Pagi ini, aku baru tiba di kantor ketika banyak notifikasi masuk dari grup kantor. Aku duduk di kursi kebangsaan sambil menggulirkan jemari, untuk membaca pesan-pesan itu. Mataku membulat sempurna, usai membaca informasi terbaru tentang Erwin. Aku hendak menelepon Seno, tetapi dia telah lebih dulu menghubungiku. Aku menekan tanda hijau pada layar ponsel, lalu menempelkan telepon genggam ke telinga kanan. "Ya, Sen?" sapaku. "Erwin sudah menyerahkan diri, Dy," jawab Seno."Ya, aku sudah lihat infonya di grup." "Kamu diminta ke sini sama Pak Agung dan Pak Giandra." "Kapan?" "Hari ini." "Oke, habis zuhur aku berangkat. Ada meeting penting bentar lagi." "Nanti langsung ke kantor. Kami tunggu." "Sip." "Jangan ngebut. Hati-hati bawa iparku." "Aku mau naik kereta cepat." "Nanti kujemput di stasiun." "Yups."Seno mengucapkan salam yang kubalas dengan perkataan yang sama. Setelah sambungan telepon terputus, aku beralih menelepon Amran dan
43Acara pelantikan pagi menjelang siang ini berlangsung khidmat. Aku begitu bahagia hingga nyaris tidak berhenti tersenyum. Raisa yang berada di kursi belakang Pak Agung, berulang kali melambaikan tangannya. Aku dan kedua direktur dari cabang Surabaya serta Semarang yang juga baru dilantik, merapatkan barisan. Pak Giandra, Pak Agung, Pak Harmoko dan Andra berdiri di sisi kanan. Sementara sisi kiri ditempati Pak Linggha, Pak Leandru, Pak Tanvir dan Pak Davindra. Mereka adalah para komisaris dari Pangestu Grup dan Mahendra Grup, yang juga turut menanamkan saham besar di GWA. Sesi pertama pemotretan berlangsung damai. Namun, ketika beberapa bos dari HWZ, LCGL dan GANK turut bergabung sambil berjongkok di bawah, suasana berubah ricuh. Ketiga perusahaan tersebut merupakan cabang dari Pangestu Grup, karena Pak Linggha menjadi penyumbang saham terbesarnya. Belasan menit berlalu, aku bergabung di meja yang ditempati para bos HWZ, LCGL dan GANK. Aku celingukan mencari Raisa, yang ternyat
42Erwin menghilang!Kekhawatiranku terbukti dan membuatku serta Farraz dan Seno makin cemas. Keduanya telah berupaya mencari Erwin ke berbagai tempat yang biasa didatangi. Sedangkan aku menghubungi semua teman-teman kuliah, mungkin saja mereka memiliki informasi tentang Erwin. Namun, hasilnya nihil. Pagi ini, aku melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi di jalan bebas hambatan menuju kota kembang. Amran yang berada di sebelah kiri, terlihat tegang. Raisa dan Silvi yang menempati kursi tengah, terlibat perbincangan tentang berbagai komentar di grup para istri karyawan GWA Grup yang semuanya membahas kasus ini. Aku berusaha fokus mengemudi, meskipun sebenarnya pikiran bercabang-cabang. Aku kesal pada Erwin..Harusnya dia jangan kabur dan berani mempertanggungkan perbuatannya. Jika sudah begini, pihak perusahaan mungkin akan melaporkannya ke kantor polisi. Aku juga mencemaskan Vita. Dia pasti syok karena suaminya kabur. Belum lagi bakal dicemooh orang lain. Aku khawatir jika menta