Semua Bab Kukira Satu-Satunya, Ternyata Aku Istri Kedua: Bab 111 - Bab 120

151 Bab

BAB 111 — INFINITE

Setelah kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan Gemintang, Janu sempat terpuruk. Ia telah menggunakan segala cara untuk menemukan Gemintang, tetapi sayangnya, tak ada satupun petunjuk yang ia dapatkan. Bahkan ponsel yang selama ini terhubung dengan Gemintang tidak bisa membantunya. Lokasi terakhir yang ditunjukkan Gemintang berada di stasiun kota.Bersama Manggala, ia mencari tahu kepada petugas tiket di stasiun dan bertanya apakah ada penumpang bernama Gemintang Larasati yang telah melakukan check-in atau membeli tiket.“Kereta yang dinaiki Gemintang berhenti di Stasiun Putri. Tapi ketika anak buahku telepon ke sana, Gemintang tidak membeli tiket lagi. Ada dua kemungkinan: dia ada di kota sekitar stasiun itu, atau dia pergi ke suatu tempat dengan jalur lain,” kata Manggala yang baru saja kembali dari bagian tiket.“Mungkin dia sudah pergi jauh,” lirih Janu, suaranya penuh putus asa.“Jangan putus asa dulu, anak buahku sedang berusaha mencari banyak informasi,” Manggala berusaha men
Baca selengkapnya

BAB 112 — KINARA DAN KEENAN

Pagi harinya, Janu langsung berangkat ke kota S dengan jalur udara. Ia kemudian melanjutkan perjalanan dengan menyewa mobil dan driver.Setelah memastikan urusannya di hotel selesai, Janu melanjutkan perjalanan ke sebuah kelompok bermain bernama Kasih Ibu yang menjadi lokasi pertemuannya dengan klien. Ini adalah hari kedua dimana Janu dan timnya sudah mulai memasang beberapa interior yang telah mereka siapkan untuk daycare. Esok, Janu hanya tinggal memasang beberapa kursi custom dan meja belajar dan semua tugasnya berakhir.Hanya saja, melihat anak-anak kecil berlarian, membuatnya tersenyum, meskipun di sisi lain tawa ceria itu mengingatkannya pada Maura. Janu duduk di salah satu sudut ruang kelas yang masih kosong. Rencananya ruang kelas itu akan dijadikan kamar tidur anak untuk usia tiga sampai empat tahun, mengingat jumlah anak yang dititipkan ke daycare semakin banyak. Di tengah keramaian, tiba-tiba seorang gadis kecil mendekatinya. Tangan mungilnya menyentuh paha Janu beberap
Baca selengkapnya

BAB 113 — POKOKNYA MALAM INI

"Kalau saya tidak salah namanya …"Tok tok tok.Tiba-tiba, suara ketukan pintu menginterupsi percakapan mereka. Miss Rani dan Janu menoleh ke arah sumber suara. Ternyata, manajer Janu sudah berdiri di pintu dengan sikap tenang."Maaf, Pak, Bu, bed yang dikirim sudah datang. Kami akan mulai installing bunk bed dahulu," kata manajer itu dengan sopan.Janu mengangguk. “Langsung bawa ke sini saja dan rakit yang ada dulu biar selesainya tidak terlalu siang,” katanya pada sang manajer,Pria muda itu pun mengiyakan perintah Janu dan mulai memanggil beberapa orang untuk segera masuk ke dalam ruangan itu. Janu lalu menoleh ke arah Miss Rani. “Untuk pemasangan akan menggunakan beberapa peralatan tukang, tolong Miss Rani kondisikan anak-anak dulu, takutnya anak-anak lepas pengawasan dan terluka.”Sebuah anggukan diberikan Miss Rani. "Baik, Pak, saat proses penginstalan kami akan berusaha mengalihkan perhatian anak-anak agar tidak ke ruangan ini.”Setelah itu, Janu menunduk ke arah Kinara yang m
Baca selengkapnya

BAB 114 — WANITA YANG KURINDUKAN

Janu berdiri di koridor kelompok bermain Kasih Ibu, memandangi kelas tempat Kinara dan Keenan belajar.Seharusnya, hari ini adalah hari terakhir ia berada di kelompok bermain itu. Dia dan teamnya sudah selesai dengan urusan disini. Semua interior yang mereka pesan dari Infinite sudah terinstall dengan baik. Kepala sekolah pun puas dengan kinerja mereka. Sebenarnya dia bisa saja langsung pulang, tetapi dia ingin bertemu dengan kinara sekali lagi sebagai bentuk rasa terima kasih. Anak itu sudah membantu Janu mengobati rasa rindunya. Hari ini, dia hanya ingin memberikan hadiah dan bermain sebentar sebelum kembali ke hotel. Kini, dia menggenggam sebuah paper bag yang berisi dua buket makanan ringan dan beberapa hadiah kecil. Waktu istirahat telah tiba, dan anak-anak mulai keluar dari kelas menuju halaman. Namun, Kinara dan Keenan masih bermain di dalam."Papa!" seru Kinara begitu melihatnya di depan pintu kelas, senyum cerah menghiasi wajahnya. Dia hendak berlari mendekati Janu, nam
Baca selengkapnya

BAB 115 — SUDAH MENIKAH

Gemintang berdiri kaku, bibirnya sedikit terbuka, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Rasa sakit tiba-tiba menghantam kembali saat melihat pria yang selama ini ia coba singkirkan dari hidupnya.Sementara itu, di sisi lain, Keenan dan Kinara masih tersenyum senang, tak menyadari ketegangan di wajah ibunya.Janu… mengapa dia ada di sini?"Gemintang?" Janu memanggil lagi, memecah keheningan. Suara beratnya terdengar lembut dan sarat kerinduan.Dia hendak mendekat, tetapi urung ketika tatapan Gemintang langsung berubah nyalang.“Kinara, Keenan! Ayo pulang sekarang!” kata Gemintang. Nadanya tegas, hampir tidak memperhatikan Janu yang berdiri di dekat mereka.Senyum Kinara memudar, wajahnya bingung menatap ekspresi sang ibu yang tiba-tiba berubah marah."Tapi Ibu, Nara mau main sama Papa..." Suara gadis itu terdengar bergetar. Tangan kecilnya berusaha menggapai Janu lagi.Jantung Gemintang semakin berdegup kencang.Dengan cepat, dia menghampiri Kinara dan menarik tangan anak itu. "Tidak
Baca selengkapnya

BAB 116 — INGIN BERTEMU

Untungnya, hanya butuh semalam bagi Janu untuk mengetahui tempat usaha Gemintang. Pagi-pagi sekali, dia berdiri di depan G'lars Bakery and Resto, toko roti sekaligus restoran milik Gemintang.Beruntungnya, Miss Rani sempat bercerita sedikit kemarin.Dia tidak menyangka, jika G'lars yang dulu pernah ia dengar dan menggemparkan banyak orang adalah istrinya sendiri.Dengan langkah mantap, Janu masuk ke dalam toko. Aroma roti yang baru dipanggang memenuhi ruangan, namun bukan itu yang ia cari. Dia hanya ingin satu hal—bicara dengan Gemintang dan menyelesaikan semua hal yang belum tuntas di antara mereka.Seorang pegawai peremuan mengenakan name tag Aruna menyambutnya dengan senyum ramah. "Selamat pagi, Pak, toko kami belum sepenuhnya buka, tetapi jika Bapak ingin beli kue bisa saya bantu mau pesan menu atau kue apa?"Sebuah senyuman singkat diberikan Janu. "Saya tidak pesan kue, tetapi saya ingin bertemu dengan Gemintang hari ini. Apakah kamu bisa bantu saya?""Maaf, Pak, tapi Ibu Gemint
Baca selengkapnya

BAB 117 — AYAH?

Sementara itu.... Tanpa tahu apa yang terjadi, Janu tampak setia menunggu di toko itu. Ia memang masih berharap Gemintang akan luluh dan berubah pikiran, sehingga mereka bisa bicara empat mata. Niat Janu kali ini bukan soal kesalahpahaman yang ingin ia jelaskan, tetapi tentang anak-anak mereka. Hanya ingin meminta kejelasan dengan sebenar-benarnya.Namun, jam di dinding menunjukkan pukul setengah satu siang seolah menunjukkan usahanya yang tampak sia-sia.Entah sudah berapa jam dia menunggu, tetapi setiap kali ia bertanya pada pegawai yang bernama Aruna, dia hanya menjawab, Gemintang belum datang.Benarkah belum datang? Atau memang Gemintang sedang menghindar?Meski demikian, Janu akan bersabar selama apa pun itu. Hingga suara pintu kaca toko terbuka. Janu yang duduk di sudut ruangan menoleh ke arah suara pintu. Dia berharap itu Gemintang, tetapi justru seorang gadis kecil dengan rambut hitam panjang tergerai. Manik matanya yang hitam legam langsung tertuju pada Janu, dan dia s
Baca selengkapnya

BAB 118 — KESEMPATAN

“Ayah ke mana saja? Kenapa pergi lama sekali?” tanya Maura setelah melepas pelukannya, “Apa Ayah tidak sayang lagi dengan Maura?”Seulas senyum terbit di bibir Janu. Pria itu mengulur ibu jarinya, menghapus air yang mengalir di pipi Maura. “Ayah tentu sayang dengan Maura. Mana mungkin tidak sayang?”“Kalau sayang dengan Maura, kenapa Ayah tidak pernah pulang?” Maura bertanya lagi dengan sesenggukan. Janu terdiam sesaat, mencari kata-kata yang tepat. Hatinya terasa berat mendengar pertanyaan polos dari putrinya. Bagaimana cara menjelaskan semua ini pada Maura?"Ayah minta maaf, Maura," ucap Janu pelan. "Ayah terpaksa pergi jauh. Ada banyak hal yang harus Ayah kerjakan. Tapi, sekarang Ayah sudah di sini, sudah pulang.”Hanya itu yang bisa Janu ucapkan. Meskipun Maura sudah besar, tetapi dia belum tentu mengerti tentang masalah yang terjadi di keluarga mereka, terutama tentang hubungan ayah dan ibunya. Maura kembali memeluk Janu. “Kalau sudah pulang, janji jangan pergi lagi ya, Ayah.”
Baca selengkapnya

BAB 119 — SI COOL, KEENAN

Di sisi lain, Janu tampak begitu gembira.Setelah mendapatkan izin dari Gemintang, pria itu bahkan mulai memberikan perhatian penuh pada ketiga anaknya.Pagi-pagi sekali, ia datang untuk mengantar mereka ke sekolah, dan siang harinya kembali menjemput mereka sekaligus mengajak makan siang. Ia ingin menebus waktu yang terlewati karena kebodohannya.Setelah selesai, barulah ia pulang ke hotel dengan alasan harus bekerja. Setidaknya, alasan itu membuat anak-anak tidak kebingungan mengapa ayah dan ibunya tidak tinggal bersama.Meski waktunya hanya sedikit, ia memanfaatkan setiap momen yang ada untuk semakin mengenal mereka. Untungnya, kedekatan mereka perlahan-lahan mulai tumbuh. Namun, seperti yang bisa diduga, Keenan belum sepenuhnya percaya padanya.Entah mengapa anak laki-lakinya itu, tak mau menerimanya?“Kakak, uncle yang itu sekarang jadi papanya Keen?” tanya Keenan suatu hari saat mereka sedang menunggu makan siang di restoran.Janu mendengar pertanyaan itu, dan ada perasaan g
Baca selengkapnya

BAB 120 — AYAH AKAN BERUSAHA

“Kenapa Maura bilang seperti itu? Ayah dan Ibu memang jarang bersama karena banyak pekerjaan. Kerja Ayah sekarang malam hari, jadi, waktu untuk Maura dan adik-adik, hanya waktu siang. Sedangkan Ibu bekerja di pagi hari.”“Kalau cuma masalah pekerjaan, kenapa Ayah tidak pulang ke rumah?” Maura menyahut cepat, suaranya penuh tuntutan, seolah mencari jawaban yang lebih jelas.Janu menarik napas panjang, matanya menatap lembut ke arah Maura yang masih menunggu dengan gelisah.“Maura…,” Janu memulai dengan hati-hati, memilih kata-kata yang tepat agar tidak terlalu berat untuk putrinya. “Ayah tahu ini membingungkan buat kamu, tapi ada beberapa hal yang belum bisa kamu pahami sepenuhnya.”Maura menatap ayahnya dengan tatapan menelusur, seolah mencari jawaban yang lebih dalam. “Hal apa itu?”Janu mengusap lembut puncak kepala Maura. “Ayah dan Ibu sedang melalui masa sulit, Nak. Masa yang tidak mudah untuk kami berdua.”Maura menatap ayahnya lebih tajam, matanya mulai berkaca-kaca. “Masa sulit?
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
16
DMCA.com Protection Status