Semua Bab Istri Siri Tuan Pewaris: Bab 71 - Bab 80

86 Bab

Menemukan Celah

Windraya terus memikirkan perbincangannya dengan Anwar Kuncoro. Dia tak percaya bahwa Ranum sudah tak berada lagi di ibukota. Pria itu tak habis pikir karena sang istri bisa pergi jauh, dalam kondisi hamil besar. “Apa kamu benar-benar ingin menjauh dariku, Ranum?” Windraya menopang, lalu memijat kening yang berdenyut pelan. Keluhan demi keluhan meluncur dari bibir pria tampan tiga puluh delapan tahun itu. **********Helaan napas memburu, mengisi ruangan kamar apartemen bernuansa putih. Di tempat tidur berukuran tidak terlalu besar itu, tampak dua sejoli tengah bergumul mesra dalam adegan panas penuh keringat. Berbagai gaya dan posisi sudah dilakoni hingga akhirnya si pria mengembuskan napas lega, meskipun terengah-engah karena lelah. Sementara si wanita yang tak lain adalah Juwita, tersenyum puas. Dia menarik pria itu hingga mendekat. Keduanya saling berciuman mesra. “Saya benar-benar lelah,” ucap pria yang tak lain adalah Marcell, setelah puas berciuman. Juwita tertawa renyah.
Baca selengkapnya

Selangkah Lagi

Marcell mengemudikan mobil dengan kecepatan cukup tinggi malam itu. Sepulang dari apartemen Juwita, dia langsung menuju kediaman Keluarga Sasmitha untuk mengabarkan berita besar yang didengarnya tadi. Setelah memarkirkan kendaraan di dekat undakan anak tangga menuju teras, pria dengan penampilan kasual itu melangkah gagah memasuki rumah mewah Windraya. “Apa Pak Win ada di tempat?” tanya Marcell, pada ART yang membukakan pintu untuknya.“Bapak ada di ruang kerja. Saya baru mengantarkan kopi ke sana,” jawab sang ART sopan. Marcell mengangguk, kemudian melanjutkan langkah menuju ruang kerja sang atasan. Dia mengetuk pintu terlebih dulu, sebelum membukanya. “Pak,” sapa Marcell, seraya m
Baca selengkapnya

The Rosewood East Park

“Ta-tapi, Pak ….” Windraya menatap tajam sang petugas keamanan. Sorot mata pria itu penuh intimidasi. Dia benar-benar jengkel karena pria berseragam tersebut sudah membuatnya kehilangan banyak waktu. “Ba-baiklah. Saya pegang kata-kata Anda,” ucap petugas keamanan itu, sesaat kemudian. Dia mempersilakan Windraya masuk bersama mobilnya. “Buang-buang waktu saja!” gerutu Windraya, setelah Marcell melajukan kembali kendaraan milik sang atasan. “Titik pemberhentian Juwita tidak jauh dari sini ….” Marcell tak melanjutkan kalimatnya, saat melihat layar ponsel. Dia menghentikan laju kendaraan di seberang rumah mewah, meskipun tidak terlihat mentereng seperti milik Windraya. Dari dalam mobil, kedua pria itu mengawasi rumah tersebut. “Rumah siapa itu?” tanya Windraya, seperti pada diri sendiri. “Ada kamera pengawas di depan gerbang. Terlalu berbahaya bila kita terlalu lama di sini. Terlebih, tadi Anda sudah berselisih paham dengan petugas keamanan di pos depan,” ujar Marcell mengingatkan.
Baca selengkapnya

Godaan Ikan Koi

“Jadi, bayi Teh Ranum tidak punya papa?” tanya Annchi polos. Ternyata, anak itu diam-diam menyimak pembicaraan sang ayah dengan Ranum. “Chi,” tegur Bastian penuh isyarat. “Ingat peraturan nomor tujuh?” “Iya, Papa.” Annchi kembali mengarahkan perhatian pada Elok. “Besok aku ingin bermain dengannya. Boleh kan, Teh?” Ranum yang awalnya murung karena pembahasan tentang ayah Elok, kembali tersenyum. “Tentu saja,” jawab wanita muda itu. Namun, ucapan Ranum tadi membuat Bastian tertarik. Duda tampan itu menatap dengan sorot tak dapat diartikan. Dia ingin bertanya lebih banyak, tetapi tak tahu harus memulai dari mana. Lagi pula, Bastian membatasi diri dari urusan pribadi yang bukan merupakan ranahnya. Hari demi hari berlalu tanpa terasa. Satu bulan berlalu. Windraya sudah mengantongi identitas pemilik rumah yang menjadi tempat tinggal Ranum saat ini. “Namanya Bastian Halim. Pengusaha asal Bandung berusia tiga puluh tujuh tahun. Dia merupakan pemilik dari perusahaan alat sains dan peraga
Baca selengkapnya

Komunitas Off Road

“Bastian Halim?” ulang Tjandra, seraya mematikan sisa rokok dalam asbak. Windraya mengangguk. Raut wajahnya terlihat sangat serius. “Pemilik PT. Cakrawala Media Elektron. Semoga itu orang yang Anda maksud,” ujar Tjandra lagi. Windraya kembali mengangguk.Tjandra mengembuskan napas pelan. “Sebentar, Nona-nona. Silakan mengobrol dulu. Saya ada sedikit urusan dengan bapak ganteng ini,” ujar pria itu, pada tiga wanita yang sudah disewanya. Setelah itu, dia kembali memfokuskan diri pada Windraya. “Saya pernah bertemu dengan Pak Bastian Halim beberapa kali, dalam event yang diadakan khusus untuk para pengusaha di Bandung. Beliau pria yang ba
Baca selengkapnya

Perkenalan Dua Pria

Windraya dan Marcell mengikuti langkah Saka menghampiri beberapa pria. Mereka tengah berbincang santai di dekat deretan mobil, yang hari ini akan dibawa ke landasan off road. Saka memperkenalkan Windraya dan Marcell kepada mereka. Rata-rata dari pria yang ada di sana merupakan wiraswasta dan pengusaha. Usia para pria itu tak jauh berbeda dengan Windraya, meskipun ada beberapa yang seumuran Marcell. “Apa semua sudah hadir?” tanya salah seorang pria berkepala plontos. “Belum. Kita harus menunggu pak ….” Saka tak sempat melanjutkan kalimatnya, berhubung ada sebuah jeep merah berhenti di sana. “Nah!” Pria muda itu tampak semringah, menyambut seseorang yang baru turun dari mobil jeep tadi. “Apa kabar, Pak Bas,” sapa Saka dan pria lain di sana. Mereka langsung menyalami pria yang tak lain adalah Bastian Halim. “Mari saya kenalkan pada anggota baru. Keduanya datang langsung dari ibukota.” Saka mengajak Bastian ke hadapan Windraya dan Marcell, yang langsung memasang wajah serius. “Per
Baca selengkapnya

Udang Saus Pedas

Windraya menatap Marcell penuh arti. Tak disangka, dia bisa masuk ke rumah Bastian Halim dengan begitu mudah. Apa yang Tjandra katakan benar adanya. Bastian memang pria yang baik dan ramah. “Kedengarannya sangat bagus. Namun, apakah itu tidak terlalu berlebihan?” Windraya menanggapi. Dia berpura-pura menunjukkan sikap tak enak, meskipun sebenarnya itulah yang diharapkan. “Tentu tidak. Saya mengundang secara pribadi. Suatu kehormatan bisa menjamu seseorang dengan nama besar seperti Anda,” ujar Bastian tulus. “Baiklah. Kalau begitu, saya terima undangan Anda dengan senang hati. Terima kasih sebelumnya.” Bastian menyalami Windraya, kemudian Marcell. Setelah itu, duda satu anak tersebut berpamitan dari hadapan dua pria, yang terus memperhatikan kepergiannya. “Bagaimana, Pak?” Pertanyaan Marcell membuat Windraya seketika tersadar. Sang pemilik Win’s Aerospace System itu menoleh, lalu tersenyum kecil. “Apa aku harus membeli baju baru?” tanyanya bernada candaan. “Anda sudah terlihat t
Baca selengkapnya

Gejolak Dalam Dada

Suara roda troli berderit makin mendekat ke meja makan. Arahnya berasal dari bagian belakang Windraya dan Marcell, yang duduk bersebelahan. “Makanan penutup sudah datang,” ucap Bastian, saat suara troli berhenti di dekatnya. Windraya dan Marcell langsung mengarahkan perhatian secara bersamaan. Seketika, keduanya diam terpaku menatap wanita yang tengah menyediakan makanan untuk Bastian. “Terima kasih, Mbak,” ucap Bastian lagi. Wanita yang tak lain adalah Ranum, mengangguk sopan. Dia tersenyum, lalu berpindah ke dekat Windraya yang terus menatapnya. Namun, Ranum tak peduli. Dia menyajikan makanan tanpa menoleh sedikit pun. Begitu pula saat menyajikan makanan untuk Marcell. Setelah itu, Ranum kembali ke dekat troli yang berada tak jauh dari Bastian. “Permisi, Pak,” ucapnya pelan, seraya kembali mengangguk sopan. Dia berbalik mendorong troli itu keluar dari ruang makan. Ranum menguatkan diri melangkah sambil mendorong troli. Dia berusaha sekuat tenaga menahan air mata agar tidak men
Baca selengkapnya

Pertemuan Pertama

Ranum dan Titin saling pandang, seakan bertanya siapa yang Bastian tugaskan untuk menunjukkan arah toilet khusus tamu. Namun, berhubung tangan Titin dipenuhi busa sabun, artinya Ranum lah yang harus mengambil tugas itu. Ranum mengangguk sopan. “Mari, Pak,” ajaknya, seraya mengarahkan Windraya agar mengikuti. “Permisi, Pak Bas,” ucap Windraya, sebelum mengikuti langkah Ranum menuju salah satu koridor tak jauh dari dapur. Windraya berjalan gagah penuh wibawa. Tatapan pria itu tertuju lurus pada wanita di depannya. Windraya masih bingung. Tak tahu harus mengatakan apa pada sang istri. Akhirnya dia meraih pergelangan Ranum, lalu menarik wanita itu hingga berbalik. Windraya bergerak cepat menyandarkan Ranum ke dinding. “Sejauh inikah kamu melarikan diri?” Tatapan sang pemilik Win’s Aerospace System itu teramat tajam. Menghujam langsung ke jantung Ranum. “Kenapa bersikap begini?” “Toilet ada di ujung koridor, Pak,” ucap Ranum. Dia tak menanggapi apa yang Windraya katakan tadi. “Aku ti
Baca selengkapnya

Ingin Berpisah

“Apa maksudmu” Windraya menatap aneh sang istri, yang makin menjaga jarak darinya. “Elok adalah putriku juga. Dia tidak akan ada jika bukan karena —”“Seperti yang Anda dengar tadi, Pak,” sela Ranum cukup tegas, meskipun suaranya tidak terlalu nyaring. “Semua sudah tertera dalam dokumen kelahiran Elok. Dia hanya putri saya. Elok tidak memiliki ayah —”“Ranum!” sergah Windraya, tak kuasa menahan amarah. Ekspresi serta tatapannya teramat tajam, menandakan kemarahan yang tak sepenuhnya terlampiaskan. Dia hanya bisa mengepalkan tangan di samping tubuh. “Kendalikan diri Anda, Pak Windraya,” tegur Celia. “Posisi Anda saat ini tidak menguntungkan, meskipun berhak atas diri Elok.”Windraya mengembuskan napas berat, demi menanggulangi perasaan yang bergejolak dan hampir tak terbendung. Namun, pria itu sadar. Apa yang Celia katakan benar adanya. “Saya ingin bicara berdua dengan Ranum?” Windraya menoleh sekilas pada Celia. “Apa Anda bisa menjamin tidak akan —”“Jangan khawatir. Saya suaminya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status