"Ji-jika kamu ingin me-melihat wa-wajah kakekmu, a-ayahku sa-saat muda, li-lihatlah dia. Me-me-mereka sa-sangat mi-mmirip sekali," ucap Bu Sari terengah-engah. Mendengar itu, Zulkifli salah tingkah. Rasanya terlalu berlebihan. "Ya, Mama istirahat sudah. Memang aku tak tahu wajah kakekku saat muda, tapi jika memang mirip Zul, ya syukurlah. Kakekku berarti tampan," sanggah Pak Wahyu sekilas menoleh ke arah Zulkifli."Wajah boleh mirip, tapi nasibnya beda, Nyonya. Terimakasih, saya merasa tersanjung," ucap Zulkifli merasa malu dan sungkan."Ti-tidak ha-hanya wa-wa-wajah, post-postur tubuhnya juga," tambah Bu Sari dengan napasnya naik turun. Bahkan dia belum berpaling dari memandang Zulkifli. 'Ya emang cucumu, Bu! Cucu yang kamu buang bahkan mungkin belum jadi gumpalan daging di rahim mantumu!' gerutu hati Bu Nurul gregetan. Pak Wahyu mengabaikan ucapan ibunya. Baginya, perkara mirip itu relatif. Apalagi mata tua ibunya, tidak bisa terlalu dianggap serius. Ia mengusap dadanya yang sud
Magbasa pa