All Chapters of BALASAN UNTUK SUAMIKU YANG PELIT: Chapter 41 - Chapter 50

84 Chapters

BAB 41

"Ke-kenapa Mama tega menghancurkan kepercayaan Mas Fadli? Dia sangat percaya sekali sama Mama. Aku saja yang jadi istrinya tidak ada artinya jika disandingkan sama Mama," lirih Qirani sungguh shock. Biar bagaimana pun, Fadli menempati posisi yang luas di hatinya, meski sekarang tidak spesial lagi. "Namanya kebutuhan, Qi. Ada aja keperluan. Lagi pula, Fadli jadi PNS karena doa Mama. Dia putraku satu-satunya. Kalau bukan dia yang penuhi hidupku, siapa lagi?""Tapi gak gini juga, Ma. Aku tahu Mama tiap bulan dapat juga uang belanja. Belum lagi Nita. Sejuta buat Mama, lima ratus buat Nita. Aku saja yang jadi istrinya, gak sampai seperti kalian.""Udah, ah! Kamu temani Fadli dulu. Mama mau pergi beli nasi bungkus. Gak ada gairah Mama buat masak."Bu Sita menepis kosong dan bangkit dari kasur. Penat rasanya mendengar ucapan Qirani. Sejak kemarin dia juga sudah mendapatkan amukan putranya sendiri. Belum lagi suaminya yang memarahinya. Makin nyut-nyutan kepala Bu Sita. Sekarang Qirani melih
Read more

BAB 42

"Bawalah mobil, tak masalah, Zul," ucap Pak Wahyu ketika melihat Zulkifli akan memakai motornya. "Tak enak, Pak. Saya dikira orang kaya nanti, dikira punya mobil.""Bawa. Apalagi kamu bawa Syakira, takutnya dia masuk angin. Nanti Nurul bisa ngamuk, putrinya dibuat sakit," tambah Pak Wahyu. "Qiran, Pak. Qirani, bukan Syakira," timpal Zulkifli menelan kasar air liurnya, menahan tawa. Agak sungkan dia tertawa. Lucu sekali baginya, Qirani jadi Syakira. Dia berpikir, Pak Bosnya sedang dekat dengan seseorang bernama Syakira. Tadi di lapangan golf banyak wanita-wanita muda yang mengelilingi bosnya itu. Pak Wahyu terkekeh. Dia melemparkan kunci mobil ke arah Zulkifli. "Pergilah. Bawa mobil.""Terimakasih, Boss!"Pak Wahyu mengangguk-angguk sembari melihat Zulkifli menaiki mobil dan pergi. Dia sekarang ada di rumah utama. Bu Anggun tiba-tiba duduk dengan wajah cemberut. "Apa karena kita tidak punya anak laki-laki, ya, Mas? Makanya kamu memperlakukan seorang laki-laki asing, seperti anak k
Read more

BAB 43

"Mampus kamu sekarang, wewe gombel," desis Qirani langsung melangkah cepat.Nilam berusaha menangkap tangan Qirani yang berusaha meraih rambutnya. Namun dengan cepat, Qirani memukul kepala Nilam hingga sekarang dia leluasa mencekik wanita itu. Qirani bahkan duduk di atas dada Nilam dan terus mencekik leher lawannya. Suara riuh orang-orang melihat pertengkaran itu membuat suasana jusru semakin panas. Zulkiflin menarik tubuh Qirani. Meski susah, pria itu berhasil memisahkan mereka. "Dasar kuntilanak!" seru Nilam tak mau kalah. Zulkifli langsung melindungi tubuh Qirani dengan tubuhnya. Nilam berusaha meraih Qiran yang di dalam dada Zulkifli. "Perempuan perebut!" seru Nilam."Lepaskan aku Zulkifli! Wanita setan! Dia yang mengeong dengan suamiku bahkan sebelum aku resmi bercerai, dia yang menfitnahku. Akan kurujak mulutnya itu!" teriak Qirani mencoba lepas dari Zulkifli. "Stop! Stop! Berhenti kalian!"Zulkifli frustasi! Habis kepalanya, punggungnya dipukul Nilam dari belakang. Sedangka
Read more

BAB 44

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Zulkifli pasca tiga hari Qirani selesai dioperasi."Alhamdulillah, aku merasa lebih baik dari yang kemarin. Cuman agak pusing.""Ya, gak apa-apa. Nanti lama-lama juga hilang pusingnya. Kemarin dokter juga bilang kalau kamu melewati operasinya dengan baik. Aku lega.""Terimakasih, Pli. Mana ibuku?""Di depan. Ada Pak Boss datang menjengukmu. Tapi sepertinya mereka malah asik bicara. Tak masuk-masuk dari tadi."Qirani tersenyum. Ia merasa seperti mendapatkan keluarga baru. Pak Wahyu memperhatikannya seperti sudah kenal lama dan menjadi keluarga saja. Bahkan Pak Wahyu menaikkan kelas kamar Qirani. Dari yang kelas 2 BPJS jadi kelas VIP. Wanita itu seperti tidak sedang dirawat di rumah sakit, lebih terlihat seperti di hotel. 'Alhamdulillah, banyak gunanya ibuku punya mantan yang kaya dan baik hati' batinnya bersyukur. "Eeeh Mamak nelpon! Aku angkat!" seru Zulkifl memperlihatkan layar. "Hallo, Mak! Ini aku lagi sama Qirani. Masih dirawat dia, sudah tiga hari.
Read more

BAB 45

"Ayo, Ma! Kita jenguk Qiran lagi hari ini!" seru Fadli."Memangnya kamu gak ngantor?" tanya Bu Sita malas."Nanti sebentar saja di sana. Balik dari sana baru aku ngantor."Malas sekali rasanya batin Bu Sita ke rumah sakit lagi. Dia harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Membeli buah dengan kualitas premium untuk mengambil lagi hati Qirani dan ibunya. Dia sendiri saja tidak pernah makan buah-buahan sebagus itu. Benar-benar tidak ikhlas. Tapi mau bagaimana lagi, Fadli yang memerintahkannya. Jika dia mengatakan tak ada uang, dengan entengnya, putranya itu menyuruh menjual emasnya untuk membeli bawaan ke rumah sakit. Makin berdenyut kepala Bu Sita tertekan."Kamu aja yang ke sana Fadli, Mama sakit kepala.""Mama mau lihat aku marah?""Iya, iya! Apaan sih kamu?! Maksa orang tua kek gitu.""Karena Mama sudah jahat sama aku.""Itu terus kamu ungkit."Bu Sita terpaksa membuka lemari mencari baju terbaiknya untuk keluar. Dia harus tampil cetar kemana pun pergi. Jangan sampai penampilan se
Read more

BAB 46

"Nilam hamil dan aku yakin, itu adalah janinmu."Zulkifli berbalik lalu .... Buuuugh! Buuuugh! Sekali, dua kali, tangan keras Zulkifli menghantam rahang dan hidung Fadli. Faldi pun berusaha melawan dan berhasil meninju perut Zulkifli. Namun bagi Zulkifli yang sudah biasa dengan dunia keras, pukulan itu bukanlah apa-apa baginya. Ia kembali meraih kerah leher Fadli dan membalas tinju ke arah perut pria PNS itu. Nilam berteriak histeris. Satpam langsung gerak cepat melerai mereka. Keduanya dibawa ke pos untuk diamankan. "Tinggalkan kami, kami perlu bicara. Aku jamin tidak akan terjadi lagi. Kecuali jika dia menyerang lebih dulu," ujar Zulkifli menatap Fadli yang sedang mengusap darah di bibirnya. "Baik. Kami tetap pantau," tanggap dua satpam itu meninggalkan mereka. "Pisah saja kalian!" seru Nilam. "Diam kamu!" seru Zulkifli menunjuk wajah Nilam. Seketika Nilam langsung menciut. Ia memegang perutnya karena takut janinnya kenapa-kenapa. "Kamu tidak memiliki secuil pun harapan padaku
Read more

BAB 47

"Aku sudah bertemu Wahyu kemarin," ucap Bu Ningsih memotong suara Ningsih yang sedang mengoceh. "Astaghfirullahalazim. Laahaula Wa Laa Quataillah billah," lirih Bu Ningsih amat terkejut. Sudah sangat lama sekali nama itu tidak terdengar di telinganya. Sekarang dia menjadi gemetar. Wahyu Aditama, suaminya. "Dia tidak mengkhianatimu, Ning! Demi Allah, dia sudah bercerita kejadian sebenarnya.""Ba-bagaimana kalian bisa bertemu dan membicarakan itu? Astaghfirullah, Mbak. Aku benar-benar ketakutan."Bu Nurul langsung meremas tangan Bu Ningsih yan terasa sangat dingin menusuk. "Kenapa harus takut? Jangan takut, Ning. Mereka tidak akan menyakitimu. Sekarang waktunya untuk menemukan kebenarannya. Kamu belum dicerainya. Dalam hukum agama, kalian masih suami istri."Bu Ningsih menggeleng keras. Kedua sorot matanya berkaca-kaca. "Jangan menapiknya, Ning. Kamu harus menghadapinya. Aku tak sengaja ketemu Wahyu di ... di ...." Bu Nurul memaksa otaknya berpikir cepat untuk merangkai kalimat. T
Read more

BAB 48

"Siapa yang mengizinkan mereka tinggal di rumahku?!!!" "Ten-tentu saja, Bapak, Bu!"Bu Anggun mendengkus kasar. Sorot tajam matanya mengintimidasi. Satu jam yang lalu, dia dibuat mengernyitkan dahinya melihat transaksi bulan ini. *Jadi anggota DPR itu tidak lanjutkan sewa rumah yang di Puri Indah?**Tidak, Bu.**Kalau gitu, ajukan promosi. Kenapa ini malah dibiarkan terbengkalai**Sejujurnya, Bapak yang menghentikan penyewaan, Bu. Jadi kami tidak bisa bertindak**Apa?!*Bu Anggun sampai melotot melihat data propertinya. Sudah dua bulan tidak ada transaksi dari penyewaan salah satu properti yang dikelolanya bersama suami. Sebuah rumah mewah yang berada di ujung kota namun memiliki nilai ekonomis yang tak main-main. Untuk nilai sewanya satu bulan adalah 10 juta. Sekarang tiba-tiba ada yang tinggal di rumahnya, lengkap dengan pelayannya, membuat Bu Anggun sangat murka. Apalagi melihat keberadaan Zulkifli di antara tiga wanita asing di matanya, serasa mau meledak amarahnya. "Apa mereka
Read more

BAB 49

"Aku! Aku laki-laki yang mau menikahi Qirani. Apa masalahnya?"Nilam menoleh. "Bang Zul?!"Zulkifli cuek saja. Ia memasukkan setengah tubuhnya ke dalam sedangkan di sampingnya Nilamsari yang masih berdiri di pintu itu. "Ayo kita pergi! Aku sudah mendapatkan kontrakan baru untuk kalian!" Zulkifli nampak biasa saja melihat Qirani. Sedangkan wanita itu masih menata hatinya karena yang tadi dia dengar tentang kesanggupan Zulkifli menikahinya itu seperti di luar nalarnya. Rasanya geli mendengarnya tapi hatinya seolah bersorak-sorai. 'Yang barusan beneran atau hanya untuk membuat keok si wewe gombel ya? Duh ge-er boleh gak sih?'"Kok malah bengong?!" cecar Zulkifli. "Ii-iiya. Ibuk sama Nilam lagi beli makanan.""Ooh ya sudah. Aku tunggu di mobil saja," ujar pria itu terdengar begitu keren di telinga Nilam. Aroma halus yang menggairahkan dari tubuh Zulkifli menelisik hasrat Nilam. Ia sekarang begitu dekat dengan pria itu dan itu membuat tangannya ingin menyentuh. Namun lagi dan lagi, d
Read more

BAB 50

"Nilaaaam! Ini kenapa sayur beningnya gak ada rasa garamnya?!" teriak Bu Sita. "Ya tambahin lah, Ma. Aku lagi mual-mual gini.""Kamu mau jadi ratu di sini?! Makan tinggal makan. Pakaian tinggal pakai. Enak sekali kamu!""Jangan banyak cincong, Ma! Kepalaku pusing. Orang hamil bukannya dimanja malah diomelin terus. Heran. Apa gak inget dulu pas hamil kek mana? Jahat banget jadi orang," omel Nilam tak mau kalah. Bu Sita menganga lebar mendengar ucapan menantunya itu. Sejak menikah, Nilam jarang di dapur. Giliran masak, dia masak untuk dirinya sendiri. Kalau disuruh, malas-malasan. Pasti gak enak. Gak seperti sebelum nikah, nikmat masakannya seperti restoran. Sekarang, tak ada sama sekali enak-enaknya. "Gimana gak ngomel, kamu gak ada becus-becusnya. Masak kok gak pernah enak!""Kalau mau makan enak, masak aja sendiri atau beli! Kok suruh aku? Memangnya aku jadi mantu merangkap babu apa?!""Ya jelas lah kamu harus masak, bebersih. Kan kamu numpang!""Ooh itu masalahnya. Ya sudah, aku
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status