Semua Bab Dua Pengacara Jatuh Cinta: Bab 11 - Bab 20

71 Bab

Bab 11. Sebuah Kebetulan yang Tidak Disangka

Sudah lebih beberapa tahun terakhir ini Zayn menempati sebuah penthouse di gedung apartemen yang berada tidak jauh dari tempatnya bekerja. Setelah mandi dan berganti pakaian, Zayn duduk menikmati kopi sambil melihat pemandangan kota Manhattan yang mulai menggelap.Setelah penat seharian, apalagi hari ini dia harus bertemu dengan klien sendirian karena Milly izin setengah hari untuk pindahan, akhirnya Zayn bisa menikmati waktu sendiri di dalam penthouse nya yang selalu disebut sebagai ‘me time’ yang menurutnya paling nyaman.Zayn menghela napasnya panjang. Kepulan asap dari kopi yang baru diseduh menciptakan aroma yang sangat dia sukai. Dari semua hal yang ada di dunia, kopi adalah satu hal yang membuatnya paling bersemangat.Dia bahkan memiliki beraneka ragam alat drip coffe dan sebuah mesin kopi manual yang sering digunakan di coffe shop, serta mesin kopi otomatis saat dia sedang tidak ada waktu untuk menyeduhnya secara manual. Meskipun pada akhirnya, dia lebih sering membeli di café
Baca selengkapnya

Bab 12. Sidang Pertama Milly

Milly masuk ke ruang sidang dengan dada berdebar, campuran antara rasa antusias dan gugup. Laporan pernyataan dari para pekerja yang berada di dalam map besar berwarna cokelat yang dia dekap, menjadi senjata perangnya. Di kursi pengunjung sidang deretan paling belakang, tampak Zayn yang akan memantau jalannya sidang kali ini.Satu jam awal berlangsungnya sidang masing terlihat aman. Sampai pada saat pengacara pembela dari pihak perusahaan mulai menyerang pembelaan dari Milly sebagai pengacara dari pihak korban.“Kita akan berbicara tentang standard safety yang wajib dijalankan oleh semua pelaku usaha. Dari hasil investigasi yang telah tim kami lakukan di lapangan, jelas terbukti kalau perusahaan kontruksi lalai akan hal itu—”“Maaf, Yang Mulia. Tapi menurut dari apa yang menjadi bukti di berkas yang telah saya lampirkan, perusahaan telah melaksanakan standard safety dengan benar dan sangat lengkap!” potong pengacara lawan yang saat ini tengah menatap Milly dengan pandangan berapi-api.
Baca selengkapnya

Bab 13. Rencana Batal Karena Zayn

“Hei, kenapa wajahmu kusut sekali?” tanya Rey saat Milly baru kembali ke firma lagi setelah dia menenangkan dirinya di luar gedung.Milly menoleh, menampilkan senyum palsunya yang jelas terlihat dipaksakan. “Apakah wajahku sekusut itu?”Rey mengangguk. “Kau tampak seperti ingin menelan orang hidup-hidup. Apa yang terjadi?”Milly menghela napas panjang. “Zayn bilang aku terlihat kaku dan tidak professional di persidangan tadi. Dia menyalahkanku karena pengacara lawan berhasil memotong pembicaraanku.”“Kau merasa seperti itu?” tanya Rey lagi.Milly menggeleng cepat. “Menurutnya, aku terlalu banyak berpikir dan terlihat gugup. Demi Tuhan, aku tidak merasakan semua hal yang dituduhkannya. Aku hanya mengatur napas dan emosiku agar tidak terpancing untuk melakukan hal yang justru kusesalkan di persidangan pertamaku. Tapi sepertinya, apa yang kulakukan tidak membuatnya puas.”Rey menatap sebentar pada mata Milly yang terlihat sedih. “Jangan dipikirkan tentang ucapannya Zayn. Meskipun kau tad
Baca selengkapnya

Bab 14. Terjebak bersamamu

Klien yang dari awal sampai akhir tidak berbincang sedikit pun pada Milly itu pada akhirnya pulang lebih dulu. Milly juga ingin cepat pergi, tapi Zayn tidak segera beranjak dari tempatnya.“Kau masih mau makan?” tanya Milly.Zayn memandang Milly. “Kulihat kau tadi hanya menyentuh sedikit makanan. Kau tidak suka menunya? Mau kupesankan yang lain?”Milly menatap heran pada Zayn. Sebagai seorang yang menganggap dirinya paling professional, kenapa dia bisa tidak peka dengan apa yang dipikirkan oleh Milly. Well, gadis itu bukan marah karena tidak dilibatkan dalam pembicaraan tadi. Hanya saja, jika dia memang tidak dibutuhkan di sini, kenapa Zayn harus memaksanya untuk datang?“Aku tidak lapar. Jika kau sudah selesai makan, ayo kita pulang saja,” jawab Milly dingin.Zayn berdiri, merapikan jasnya dan menoleh pada Milly. “Ayo, pulang.”Milly mendengkus sambil terus menatap Zayn yang berlalu tanpa menunggu dirinya yang bahkan belum beranjak dari kursi. Predikat baik yang sempat diucapkannya u
Baca selengkapnya

Bab 15. Apa yang Kau Lakukan?!

Milly membuka matanya perlahan. Kesadarannya yang belum kembali sepenuhnya membuat gadis itu mengerjap beberapa kali. Menyadari dia tidak berada di kamarnya sendiri, membuat Milly segera menegakkan badan. Pandangannya mengedar luas, memantau setiap sudut sambil menerka-nerka di mana saat ini dia berada.“Di mana ini?” gumamnya.Ingatannya terakhir, dia sedang berjuang untuk bernapas sebelum keluar dari lift. Ah, benar. Dia juga ingat meraih tangan Zayn saat akan berdiri, kemudian semuanya terasa gelap, dan berakhir di sini.Milly menyingkap selimutnya, perlahan dia turun dari ranjang, dan berjalan ke arah pintu yang tidak ditutup rapat. Sedikit mengendap, dia keluar untuk mencoba berkeliling. Belum ada tanda-tanda di mana dia sekarang berada, yang jelas ruangan demi ruangan terlihat sangat mewah. Saat dia akan kembali ke kamarnya, dia menangkap sebuah ruangan yang pintunya sedikit terbuka. Rasa penasaran, membuatnya mengintip ke sana, dan menemukan sosok Zayn yang sedang duduk di bali
Baca selengkapnya

Bab 16. Kau Boleh Pulang Jika Ingin

Langkah Zayn terhenti saat dia melangkah menuju ke ruang kerja. Harga dirinya merasa tidak terima karena anggapan Milly yang tidak-tidak padanya. Helaan napas terdengar panjang darinya sebelum berbalik untuk kembali menghadap pada Milly yang masih memandangnya.“Jika kau masih takut aku akan melakukan hal yang macam-macam padamu, kau bisa pulang saja sekarang juga. Aku tidak akan melarangmu.” Nada Zayn terdengar sangat dingin saat mengatakannya. “Bukannya terima kasih sudah ditolong, tapi justru menuduh hal yang macam-macam!” Zayn terus menggerutu saat melanjutkan langkahnya menuju ke ruang kerja.Milly merasa sangat bersalah. Seharusnya dia memang tidak mencurigai Zayn secara berlebihan. Pikirannya sungguh terlalu kekanakan. “Zayn, tunggu!” serunya sambil berdiri.Zayn kembali berhenti dan berbalik.Milly menghampiri pria itu dengan tatapan menyesal. “Maafkan aku. Tidak seharusnya aku menuduhmu seperti itu. Sekali lagi, maafkan aku dan terima kasih telah menolongku. Aku akan pergi s
Baca selengkapnya

Bab 17. Tetangga Lama

Milly sampai di firma, tepat lima menit sebelum jam kerja dimulai. Saat melintas di depan ruangan Zayn, dia tidak melihat pria itu di sana. Kebetulan, Rey tiba-tiba muncul dari koridor sebelah, mungkin pria itu baru keluar dari toilet.“Good morning, Milly,” sapa Rey dengan ekspresi riang seperti biasanya. “Bagaimana pertemuan klien semalam? Lancar?”Milly mengangguk. “Ya, begitulah. Zayn membuat pertemuan semalam menjadi sangat lancar.” Tentu saja bagian dia dan Zayn yang terjebak di lift tidak diceritakan pada Rey.Tanpa disadari Milly, Rey dari tadi memperhatikan Milly yang terus melihat pada ruangan Zayn. “Kau mencari Zayn? Dari tadi sepertinya terus melihat ke ruangannya.”Milly sontak mengarahkan pandangannya pada Rey. “Memangnya dia ke mana?” tanyanya penasaran.“Dia ada janji bertemu dengan klien pagi ini. Kemarin dia sudah bilang akan datang ke kantor lebih siang,” jawab Rey memberi tahu.Dalam benak Milly jadi banyak pertanyaan setelah mendengar informasi dari Rey. Jika Zayn
Baca selengkapnya

Bab 18. Perselisihan Antara Milly dan Rey

“Milly, kau baik-baik saja, kan?” Rey kembali bertanya setelah tidak ada jawaban dari pertanyaan pertamanya.Milly mendongak, berdiri dan merapikan blazernya. “Aku pergi ke kantor polisi dulu.”Rey kehilangan kata-katanya. Runtutan kejadian yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya benar-benar membuatnya tidak habis pikir, terlebih sikap Milly yang menurutnya sangat impulsif, dan sekarang gadis itu akan meninggalkannya begitu saja di rumah sakit?“Hei, tunggu!” Rey menahan langkah Milly dengan menarik lengannya. “Kenapa kau tidak langsung pergi menemui keluarganya saja? Bukankah kau berniat untuk pergi ke sana?”Milly menatap mata Rey. “Ada indikasi kekerasan. Dia pergi tanpa membawa dompet dan ponsel. Bisa dia berusaha untuk melarikan diri.”Rey terdiam sejenak. “Jadi maksudmu, kau mengindikasi adanya kekerasan dalam rumah tangga?”Milly menggelengkan kepalanya. “Aku masih belum tahu, Rey. Aku harus ke kantor polisi dulu melaporkan kejadian ini.”Rey mengangguk paham. “Baiklah, aku
Baca selengkapnya

Bab 19. Win-Win Solution?

Zayn heran saat tiba di firma. Rey dan Milly tidak ada di tempatnya, padahal jam makan siang sudah berlalu beberapa jam yang lalu. Saat masuk ke ruangannya, dia segera menghubungi Rey untuk menanyakan keberadaan meraka.“Kau di mana? Apakah Milly bersamamu?” tanya Zayn setelah Rey menjawab panggilannya.“Aku dan Milly sedang di rumah sakit,” jawab Rey dari seberang sana. Kening Zayn mengerut dalam. “Rumah sakit? Sedang apa kalian di sana? Kalian ada yang sakit?”Zayn tiba-tiba teringat dengan kondisi Milly semalam yang pingsan di dalam lift. Mungkinkah ada efek sampingnya? “Tidak ada. Kami baik-baik saja. Hanya ...” Zayn semakin mengerutkan keningnya. “Hanya apa? Jangan gantungkan kalimatmu.”Zayn mendengarkan penjelasan Rey tentang apa yang terjadi. Sampai pada bagian Milly mengatakan bahwa dirinya adalah pengacara dari Anne yang berhasil membuatnya terkejut. Meskipun begitu, Zayn tetap memposisikan wajahnya dalam raut datar.“Tunggu di sana, aku akan ke sana sekarang juga.” Zayn
Baca selengkapnya

Bab 20. Keras Kepala Seorang Milly

Perlahan, Milly membuka pintu ruangan rawat untuk keluar. Anne sudah lebih tenang dari sebelumnya. Rey berdiri dari bangku panjang yang disandarkan di sepanjang dinding koridor.“Maafkan aku, Rey.” Hal pertama yang diucapkan oleh Milly saat dia mendekat.Rey menggeleng pelan. “It’s oke, Milly. Kau sudah selesai? Tadi Zayn mencarimu. Dia memintamu untuk segera menemuinya di kantor.”Milly mengigit bibir bawahnya. Mendengar nama Zayn disebut, membuatnya seperti sedang dihadapkan pada hal yang menyeramkan. “Aku akan menemuinya setelah mengurus administrasi dan satu hal lainnya.”Alis Rey bertaut. “Kau mau mengurus apa lagi setelah ini? Aku akan membantumu.”Milly menggeleng cepat. “Jangan. Aku hanya perlu menyelesaikan masalah pribadi. Kau tidak perlu menemaniku atau membantuku. Lebih baik kau segera kembali ke kantor. Kita sudah terlalu lama meninggalkan jam kerja. Aku khawatir kau terkena masalah karenaku.”“Tapi—”“Aku baik-baik saja, Rey. Kau kembali saja dulu ke kantor.” Milly terse
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
DMCA.com Protection Status