Perlahan, Milly membuka pintu ruangan rawat untuk keluar. Anne sudah lebih tenang dari sebelumnya. Rey berdiri dari bangku panjang yang disandarkan di sepanjang dinding koridor.“Maafkan aku, Rey.” Hal pertama yang diucapkan oleh Milly saat dia mendekat.Rey menggeleng pelan. “It’s oke, Milly. Kau sudah selesai? Tadi Zayn mencarimu. Dia memintamu untuk segera menemuinya di kantor.”Milly mengigit bibir bawahnya. Mendengar nama Zayn disebut, membuatnya seperti sedang dihadapkan pada hal yang menyeramkan. “Aku akan menemuinya setelah mengurus administrasi dan satu hal lainnya.”Alis Rey bertaut. “Kau mau mengurus apa lagi setelah ini? Aku akan membantumu.”Milly menggeleng cepat. “Jangan. Aku hanya perlu menyelesaikan masalah pribadi. Kau tidak perlu menemaniku atau membantuku. Lebih baik kau segera kembali ke kantor. Kita sudah terlalu lama meninggalkan jam kerja. Aku khawatir kau terkena masalah karenaku.”“Tapi—”“Aku baik-baik saja, Rey. Kau kembali saja dulu ke kantor.” Milly terse
Ting tong!Milly menekan tombol bel penthouse Zayn beberapa kali. Tak lama, pintu dibuka oleh Zayn yang langsung mengerutkan kening saat melihat Milly dengan banyak tentengan di kedua tangannya.“Apa itu?” tanya Zayn tanpa mengalihkan pandangannya dari tas belanjaan.“Sedikit camilan untukmu. Aku tidak mungkin berkunjung ke kediamanmu dengan tangan kosong. Menurutku itu tidak sopan. Jadi aku membawakan ini untukmu.” Milly menjelaskan sambil meletakkan barang bawannya di atas meja makan milik Zayn.Saat mendongak, Milly langsung terkagum dengan desain penthouse milik Zayn. Semuanya bertema monochrome, baik dari pemilihan warna dinding, perabot, sampai perintilan lain. Meskipun begitu, ruangan ini terkesan elegan dan mahal. Milly terus mengedarkan pandangannya dengan sesekali mengeluarkan kata ‘wah’, sampai tak sadar kalau Zayn telah melambaikan tangan di depannya dari tadi.“Hallo!” sentak Zayn.Milly mengerjap. Sentakan Zayn berhasil menyadarkan dia dari lamunannya. “Ah, maafkan aku.
Suara pintu yang tertutup kasar membuat Milly sedikit berjingkat. Gadis itu masih berdiri di ruangan penthouse milik Zayn. Dia tidak beranjak sedikit pun setelah Zayn meninggalkannya begitu saja. Pikiran dan hatinya masih mencoba untuk berdebat tentang jawaban yang telah dilontarkan Zayn. Namun, tetap saja, hal itu masih terasa tidak adil baginya.Milly berteriak kencang karena dia merasa kesal. Dia tidak peduli apakah ada orang yang mendengarnya, yang jelas dia hanya ingin melampiaskan kekesalannya. Setelah itu, dia melihat ke atas meja makan. Tas belanjanya yang penuh berisi camilan masih teronggok di sana.“Dia bahkan tidak mau menerima ini semua. Benar-benar tidak bisa menghargai usaha orang lain,” gumamnya kesal sambil mengangkat tas camilan dari atas meja.Satu sentakan membuat barang bawaanya itu kembali menggantung di tangannya. Namun, saat dia akan melangkah menuju pintu, matanya tertuju pada sebuah foto Zayn dengan seorang wanita. Satu hal yang membuat Milly tertarik adalah,
“Jika kau sudah selesai menangis, ayo cepat berdiri,” ucap Zayn yang mulai merasa canggung karena jaraknya yang sangat dekat dengan Milly.Mendengar itu, Milly segera menjauhkan badannya dan dengan cepat berdiri. Sialnya, kakinya tidak menopang tubuhnya dengan benar. Kaki kirinya terkilir karena gerakan yang tiba-tiba.“Aww!” Milly mengaduh kesakitan sambil kembali berjongkok karena kakinya terlalu sakit untuk dipaksa menopang.“Kau menolak untuk dibilang ceroboh, tapi kau terus-terusan melakukan hal yang membuatku menghinamu ceroboh. Kakimu sepertinya terkilir,” ucap Zayn setelah melihat sekilas kaki Milly yang membengkak dengan cepat.“Biasanya aku tidak seperti ini, maafkan aku,” ucap Milly lagi.Zayn menghela napas, kemudian berjongkok di depan Milly. “Ayo, naik ke punggungku.”“Kenapa? Buat apa?” tanya Milly bingung.Zayn menoleh. “Memangnya kau bisa jalan?”Milly menggeleng pelan.“Ayo kugendong sampai ke unit apartemenmu,” ucap Zayn menawarkan.Mata Milly membulat sempurna. “Ka
Zayn terdiam sesaat setelah klien yang dia temui beranjak pergi dari tempatnya. Ada hal yang sedikit mengusiknya. Bukan tentang pekerjaan, karena seperti biasa, semuanya berjalan lancar dan klien puas untuk meneruskan kasus dengannya. Melainkan, tiba-tiba saja dia memikirkan kondisi Milly saat ini. Sudahkan gadis itu makan atau belum.Pada akhirnya, Zayn memesan makanan di restoran tempat dia bertemu dengan klien tadi untuk Milly. Dia takut jika Milly belum makan karena tidak bisa bergerak bebas karena kakinya terkilir.Saat Zayn tiba di depan unit apartemen milik Milly, tangannya mendadak menggantung saat akan memencet bel. Dia jadi ragu untuk memberikan makanan itu, tapi dia masih tetap khawatir. Akhirnya, dia menggantung goodie bag berisi makanan itu di gagang pintu, lalu memencet bel dan bergegas pergi sebelum Milly membuka pintu.Beberapa saat kemudian, pintu terbuka dari dalam. Milly muncul dan menengok ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siapa-siapa? Lalu siapa yang memencet bel? M
Tatapan Zayn terarah tajam pada Milly saat gadis itu masuk ke ruangannya, sedangkan Milly sudah menduga Zayn pasti akan memanggilnya. Dia bahkan telah menyiapkan jawaban untuk itu.“Ini semua rencanamu, kan?” tuduh Zayn langsung tanpa basa-basi.“Apa yang kau maksud?” Nada bicara dan raut Milly cukup meyakinkan untuk menjelaskan bahwa dia tidak tahu apa yang sedang dimaksud oleh Zayn.“Kasus yang tiba-tiba viral dalam semalam, dan pengajuan untuk menggunakan perngacara melalui firma ini. Semuanya rencanmu, bukan?” Zayn menyerang Milly dengan semua fakta yang ada.Milly menatap dalam pada Zayn. Jantungnya berdebar kencang, tapi dia tidak akan kalah dengan cecaran dari pria itu. “Aku memang meminta Nyonya Anne untuk mengirim surat pada firma untuk menangani kasusnya, tapi aku tidak menyangka firma akan menerimanya.”Zayn masih tetap menatap Milly penuh selidik. Dia mencoba untuk mencari kebohongan dalam sorot mata gadis itu. “Kau mungkin bisa menipu orang lain dengan semua karangan ceri
Langkah Milly terayun cepat menuju ke ruang rawat milik Anne. Rey di belakangnya masih terlihat mengekor pada Milly dengan tatapan cemasnya. Beberapa orang dari kepolisian sedang berdiri di depan kamar rawat. Tatapan tajam meraka terarah pada Milly, seorang dari mereka menahannya saat akan masuk ke dalam.“Saya pengacara Nyonya Anne,” ucap Milly sambil memperlihatkan tanda pengenalnya.Seorang polisi yang tadi mengirim pesan pada Milly menyuruh rekannya untuk membiarkannya masuk. Di dalam, Anne sudah berdiri dan siap untuk dibawa ke kantor polisi.“Jangan khawatir, aku akan membantumu,” ucap Milly, sesaat sebelum Anne akhirnya dibawa oleh pihak kepolisian.Saat Milly keluar dari ruang rawat, dia mendapati Rey yang ternyata tidak segera kembali ke kantor setelah mengantarnya. Milly buru-buru menghampirinya, dan mengatakan kalimatnya dengan sangat cepat. “Rey, aku harus ke kantor polisi. Kau kembali saja ke kantor. Terima kasih atas tumpangannya.”Belum sempat Rey menjawab, Milly sudah
Zayn maju satu langkah, dan menarik Milly ke belakangnya. Milly terkejut karena tiba-tiba saja Zayn datang dan saat ini seakan sedang melindunginya dari Mike.“Dari zaman kuliah, kau memang tidak pernah berubah, ya?” sindir Zayn pada Mike. “Masih tetap pengecut karena hanya berani melawan orang yang lebih lemah darimu,” lanjutnya sarkas.Dari raut wajahnya, jelas Mike juga sama terkejutnya karena kedatangan Zayn. Dia tak menyangka akan bertemu dengan Zayn di sini, terlebih sikap pria itu sedang membela Milly. “Apa yang kau lakukan di sini?”Zayn menyeringai. “Kau sudah berinisiatif untuk bertanya langsung pada jaksa dan menyelidiki kasus ini, tetapi kau belum menyelidiki lawanmu dengan benar?”“Apa maksudmu? Bisa kau lebih meringkasnya saja tanpa bertele-tele seperti itu?” geram Mike terdengar gusar.“Firmaku sudah menerima kasus itu, dan aku sendiri yang akan menanganinya.” Zayn menoleh pada Milly yang saat ini sedang menatapnya tidak percaya. “Bersama dengan Milly yang memang posisi
“Are you ready?” Zayn bertanya setelah membukakan pintu mobil untuk Milly.Milly menghela napasnya panjang, kemudian tersenyum sambil menatap Zayn penuh cinta. “Aku gugup, tapi aku siap untuk hari pertamaku lagi.”Zayn tersenyum sambil menggenggam tangan Milly. Keduanya berjalan menuju ke gedung firma milik Zayn. Dada Milly berdebar kencang, sensasi awal kerja dulu kembali dia rasakan. Hanya saja, kali ini dia mendapatkan kekuatan besar yang terus menggenggamnya samapai kapan pun, Zayn.“Selamat datang Nyonya Ducan!” Rey berseru kencang begitu Milly dan Zayn masuk ke dalam lobi firma.Milly sampai berjingkat dan mundur selangkah karena terkejut dengan ledakan confetti yang sekarang telah berterbangan di depannya. Rasanya seperti dejavu, saat berada di firma lama, ketika dia selamat dari kematian.“Akhirnya Nyonya dari firma ini telah kembali ke medan pertempuran. Ayo kita bersemangat lagi!” seru Rey masih dengan penuh semangat seperti dulu.Milly terkekeh mendengarnya, dia mengangguk
Zio mengetuk pintu kamar orang tuanya, wajahnya terlihat sedikit takut saat Milly menoleh padanya. Kedua tangan Zio berada di balik punggung kecilnya, tapi tetap saja Milly bisa melihat beberapa tangkai bunga yang mencuat di belakangnya.“Kau sudah pulang, Zio? Bagaimana di kantor Daddy?” tanya Milly sambil tersenyum.Zio bergerak maju dengan perlahan, “Mom, this is for you.” Sebuah buket bunga dengan sekotak cokelat disodorkan pada Milly. “Maafkan aku tadi, Mom. Aku salah karena telah membentak Mom.”Milly langsung memeluk Zio setelah putranya itu meminta maaf. Milly tersenyum haru karena putranya semakin bertambah dewasa. “It’s okay, Zio. Lain kali jangan diulangi lagi, ya, Nak.”Zio mengangguk, lalu menegcup pipi Milly. “Iya, Mom. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi.”Milly meletakkan buket bunga dan cokelat di meja, kemudian mengajak Zio untuk duduk di tepi kasur. “Bagaimana tadi di kantor Daddy? Apa menyenangkan?”Zio mengangguk antusias. “Aku bertemu paman Rey dan beberapa t
Keributan telah terdengar di mansion saat pagi hari. Tidak biasanya situasi seperti ini terjadi, Milly sampai harus menghela napas berkali-kali karena Zio menolak untuk pergi ke sekolah.“Zio, kita sudah sepakat untuk tidak bolos sekolah.” Milly kembali membujuk putranya agar mau segera berangkat ke sekolah.“Sudah kubilang aku tidak mau sekolah, Mom!” Pertama kalinya Milly mendengar Zio membentaknya.“Apakah kau mengalami kesulitan di sekolah? Apakah ada yang mengganggumu sampai kau tidak mau pergi ke sekolah? Katakan pada Mom,” ucap Milly seraya memijat kepalanya, akibat pusing membujuk putranya.Zio menatap Milly, kemudian mengalihkan pandangannya pada mainan lego berbentuk dinosaurus yang sedang dia pegang. “Aku hanya bosan, Mom. Tidak ada yang menggangguku.”“Mom… aku akan terlambat kalau Zio tidak mau berangkat sekarang,” rengek Madysen yang telah siap berangkat.Milly mengehala napas karena kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan ibunya yang selalu menjadi seseora
Milly bangun lebih awal, menyiapkan banyak makanan yang akan dia bawa. Hari ini Milly dan Zayn mengajak dua anak kembar mereka untuk bersantai di taman bermain. Wanita itu tahu anaknya sangat aktif bermain, dan berujung mudah sekali lapar.“Nyonya, biarkan saya yang menyiapkan makanan.” Seorang pelayan menghampiri Milly.“Tidak apa-apa. Biar aku saja yang menyelesaikannya. Tolong sampaikan pada pengasuh untuk memandikan Zio dan Madysen,” jawab Milly lembut.Pelayan tadi mengangguk, kemudian pergi dengan patuh untuk menyampaikan pesannya pada kedua pengasuh si kembar. Bagi Milly, meskipun di mansion ini Zayn telah menyediakan beberapa pelayan untuk melakukan semua pekerjaan rumah tangga, tapi Milly masih sering membuat makanan sendiri untuk Zayn, si kembar, dan ibunya. Menurutnya, dengan memasak dan menyajikannya pada orang terkasih, bisa menggambarkan besar cintanya pada mereka.Beberapa saat kemudian, Zio dan Madysen telah siap. Zayn juga telah berada di luar, memanaskan mesin mobil
Beberapa tahun berlalu … Langkah kaki tegas Zayn masuk ke dalam mansion mewah yang sudah ditempati hampir empat tahun ini. Pria tampan itu telah meninggalkan penthouse dan tinggal di mansion, demi memberikan kehidupan nyaman untuk istri dan anak-anaknya.“Yeay! Daddy sudah pulang!” Sambutan hangat dari Zio dan Madysen membuat Zayn melukiskan senyumannya. Dua bocah itu memeluk erat ayah mereka. Refleks, Zayn menggendong anak kembarnya itu sambil memberikan kecupan di pipi bulat mereka.Milly tersenyum melihat Zayn sudah mendapatkan sambutan dari kedua anak mereka. Dia mendekat dan ikut memeluk sang suami yang baru saja pulang dari bekerja.“Sayang, akhirnya kau pulang. Zio dan Madysen sudah sangat merindukanmu,” ucap Milly hangat.“Ya, Daddy! Kami merindukanmu.” Zio dan Madysen terus menciumi rahang ayah mereka.Zayn tersenyum. “Daddy juga merindukan kalian. Tapi, apa kalian saja yang merindukan Daddy? Mommy kalian tidak merindukan Daddy?”“Tentu saja Mommy juga rindu. Mommy selalu bi
Sudah satu bulan berlalu dari pernikahan Milly dan Zayn. Pagi ini mereka bertandang ke Alpha Hospital untuk melakukan pemeriksaan rutin di dokter kandungan. Milly memasuki ruang praktek dengan dada berdebar karena pertama kalinya mereka akan melakukan pemeriksaan USG setelah pemeriksaan awal selepas dirinya pingsan dulu.Perlahan Milly berbaring di ranjang pemeriksaan. Tangannya terus menggenggam pada Zayn yang mendampingi di sisinya. Sementara Dokter mulai mengoleskan gel dingin dan menekan kepala alat USG di perut bagian bawah Milly, mereka berdua serentak menahan napas sambil menatap ke layar di depan untuk menunjukkan hasil rekaman USG. Jujur, meskipun hasil secara aktual tertampil di layar, tapi Milly tidak mengerti sama sekali. Terlebih saat dokter terus menerus mengucapkan kata luar biasa.“Nyonya Ducan, Tuan Ducan, Anda perhatikan di anak panah yang saya arahkan di layar. Terlihat ada dua bulatan dengan titik kecil di dalamnya,” ucap dokter setelah selesai mengidentifikasi pem
Berkali-kali Milly menghela napasnya dalam-dalam. Setiap gerakan yang dilakukan beberapa orang yang mondar-mandir di ruangan putih dipenuhi rangkaian bunga itu berhasil membuatnya berjingkat pelan. Dadanya terus-terusan berdesir dan detak jantungnya tiba-tiba tenang, tiba-tiba tak beraturan. Dia bahkan mulai merasa mengeluarkan keringat dingin. Di sebelahnya, Vintari memperhatikan sambil terkekeh pelan.“Apakah kau merasa mual, Milly?” tanya Vintari cemas karena melihat raut wajah Milly yang tidak tenang.Milly hanya menggeleng. Dia bahkan tidak bisa mengeluarkan kata-kata karena terlalu tegang.“Kau pasti sangat gugup di hari pernikahanmu.” Vintari menyodorkan hand bouquet kepada Milly.Milly menerimanya dengan meringis. Vintari benar, Milly saat ini merasa sangat gugup karena harus menunggu di ruang mempelai sementara yang lain sedang menyambut tamu di aula utama pernikahan.“Kau benar, aku gugup sekali! Aku sampai takut tidak bisa berjalan ke altar karena terlalu gugup,” ucap Milly
Suara dering ponsel berbunyi. Zayn melihat nomor Andre menghubunginya. Pria tampan itu langsung menggeser tombol hijau, untuk menjawab panggilan telepon dari junior kuliahnya dulu.“Ada apa?” sapa Zayn dingin kala panggilan terhubung.“Bagus sekali kau menjawabku dengan nada dingin! Ck! Kau sombong sekali menikah tidak bilang padaku,” seru Andre dari seberang sana. “Kau tahu kabar itu dari mana? Zeus?” tanya Zayn mengerutkan keningnya.“Tentu saja! Cepat ke Blue Corner. Aku dan Jace menungu penjelasanmu di sini!” Zayn melirik ke arah Milly. Dia tidak mau meninggalkan Milly sendirian, tapi dia juga harus pergi untuk memberikan kabar baik ini. Namun, tidak mungkin dia mengajak Milly ke club milik Jace. Hari biasa mungkin baik-baik saja, tapi Milly saat ini sedang hamil.“Kenapa?” tanya Milly penasaran.“Tunggu sebentar,” ucap Zayn pada Andre sebelum dia menggantung ponselnya dan berbisik pada Milly. “Andre dan Jace mengajakku bertemu.”“Jace yang pemilik bar itu?”Zayn mengangguk. “B
Milly kembali memikirkan kembali ucapan Zeus begitu mereka masuk ke dalam penthouse. Sedikit ragu dia melirik ke arah Zayn yang sedang menerima telepon dari Rey, tampaknya mereka membicarakan tentang kasus baru yang baru saja masuk ke tim mereka. Setelah menunggu beberapa lama sampai Zayn selesai dengan obrolannya bersama Rey, Milly mendekat dan duduk di sebelah Zayn.“Ada masalah?” tanya Milly.Zayn menggeleng. “Tidak ada. Rey hanya bertanya tentang persetujuan dari jaksa untuk penyelidikan di tempat kejadian perkara.”Milly mengangguk-angguk pelan. “Zayn, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu.”Zayn menatap Milly lembut. “Katakan, Milly. Apa yang ingin kau bicarakan?”Milly tersenyum, tangannya meraih tangan Zayn dan mengarahkannya ke perutnya. “Aku tadi berbicara dengan Vintari, dia telah banyak membuka pikiranku tentang kehamilan Aku ingin mengatakan padamu kalau aku akan menerima kehamilan ini dengan bahagia, dan berusaha menjadi ibu yang baik untuk anak kita nanti.”Senyum Zay