Beranda / Romansa / RAHASIA TIGA HATI / Bab 161 - Bab 170

Semua Bab RAHASIA TIGA HATI: Bab 161 - Bab 170

209 Bab

Bab 161 Bukan Janji 1

RAHASIA TIGA HATI - Bukan Janji "Mas, sudah mertimbangin apa yang kita bicarakan kemarin?" Livia mendekatkan wajah sambil mengeratkan pelukan. Semoga setelah mendapatkan 'jatahnya' Alan akan memberikan jawaban.Sengaja Livia menatap lembut, merapatkan raga hingga kulit mereka menempel tanpa sekat. Untuk mendapatkan sesuatu harus pandai merayu, kan?"Aku tahu kalau suamiku bakalan menepati janjinya." Senyum Livia begitu manis saat Alan menatapnya lekat."Apa mas pernah berjanji?""Ya nggak, sih. Mas, memang hanya menyarankan waktu itu. Tapi aku nggak pernah lupa. Sekarang Alvian sudah berumur tiga tahun dan ....""Sudah waktunya punya adik," sahut Alan cepat. Membuat Livia tertawa seraya mencubitnya. "Bukan begitu, aku mau kuliah lagi. Aku yakin bakalan bisa bagi waktu. Mas kan yang nyaranin. Apa Mas lupa?"Tentu saja Alan tidak lupa. Tapi sudah terlanjur nyaman dengan kondisi sekarang. Menjalani rutinitas bersama istrinya, kantor, rumah, kadang juga mengajak Livia untuk urusan di lu
Baca selengkapnya

Bab 162 Bukan Janji 2

Sekarang Leo memang sering tinggal bersamanya. Karena sekolahan SMP-nya dekat dengan rumah sang nenek. Seminggu kadang hanya sehari tinggal di rumah mamanya. Sebab Kenny sekarang tinggal di rumah dokter Pasha yang jauh dari sekolahan. Sementara Lena masih tinggal bersama Kenny. Nanti setelah lulus SD anak itu ingin sekolah sambil mondok.Dokter Pasha sangat perhatian juga, tapi karena keadaan makanya Leo memilih tinggal bersama Bre di rumah Bu Rika. Sekolahan yang dipilih Leo hanya lima menit naik mobil dari rumah neneknya."Kamu masih muda, Bre.""Nggak masalah, Ma. Pokoknya mama jangan khawatir, aku bahagia dengan keputusanku saat ini." Bre mengulas senyum. Namun tetap membuat hati Bu Rika perih. Rasa bersalah kian menggunung dalam dada. Karena dirinya yang membuat Bre patah hati dan memilih sendiri.Ingat bagaimana dulu ia mewanti-wanti putranya supaya jangan sampai punya anak dulu dengan Livia. Bahkan seolah tidak rela saat Bre menyentuh istrinya.Sekarang rasa bersalah itu nyaris
Baca selengkapnya

Bab 163 Bukan Janji 3

Bre tersenyum sambil menyentuh pipi pria kecil di depannya. Mak Ramlah yang memperhatikan, tersentuh perasaannya hingga ke relung hati. Dia orang yang termasuk tahu kisah manis percintaan Bre dan Livia semenjak duduk di bangku kuliah."Sudah mandi kan tadi?""Udah, Om.""Hmm, wangi." Bre mencium pipi Alvian. Bau khas anak-anak merasuk lewat indera penciumannya. "Om ke dalam dulu, ya!""Iya.""Saya masuk dulu, Mak," pamit Bre seraya berdiri."Njih. Monggo, Mas Bre."Bre membuka pintu kaca dan disambut oleh Pras yang kebetulan berada di sana. Asisten Alan langsung mengajaknya ke ruang meeting. Di sana sudah ada Pak Rosyam, Alan, dan Adi.Tiga tahun menjalani kerjasama seperti ini, membuat Bre terbiasa. Meski sayatan dalam dada tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ia mengimbangi Alan yang sangat profesional. Belajar mengesampingkan ego dan berkomitmen dengan pekerjaan."Alvi, jangan masuk ke situ, Sayang. Papa lagi meeting."Bre lamat-lamat mendengar suara lirih Livia yang bicara deng
Baca selengkapnya

Bab 164 Itu Hanya Masa Lalu 1

RAHASIA TIGA HATI - Itu Hanya Masa Lalu "Liv," sapa Agatha. Terlambat untuk mengambil masker dari saku blazer yang dipakainya. Tidak apa-apa Livia melihat. Mau sampai kapan dia akan terus menghindar dan menutupinya dari orang-orang. Agatha malu pada orang yang sudah dikenalnya, tapi tidak dengan orang lain yang baru ditemuinya."Hai," balas Livia sambil menyalami Agatha."Nggak nyangka kamu hadir juga dalam seminar ini." Agatha berusaha menepis rasa canggung."Aku telat datang tadi.""Kamu mau ke toilet?""Iya.""Aku tunggu di sini, ya. Ada yang mau aku omongin sama kamu.""Oke," jawab Livia lantas bergegas ke toilet. Agatha hendak bicara apa sama dia. Livia berdiri mengantri karena ramai orang di sana. Di depan cermin wastafel ada yang membenahi jilbabnya, ada yang memakai make-up, ada juga yang menyisir rambut.Sambil menunggu mereka saling sapa. Wanita-wanita karier dari berbagai perusahaan dan instansi pemerintah. Datang dari berbagai kota juga."Oh, jadi Mbak dari AFBC, ya?" S
Baca selengkapnya

Bab 165 Itu Hanya Masa Lalu 2

Agatha mengambil tisu dari dalam tasnya untuk menghapus air mata yang mengambang di sudut netra. Perih dalam hati melebihi rasa gemetarnya. "Keluargaku juga pernah menghancurkan bisnis ayahmu. Namun kami sudah menerima karma dari perbuatan yang telah kami lakukan. Tentunya kamu mendengar tentang kehancuran keluargaku."Aku ridho dengan ketentuan ini. Sebagai balasan atas perbuatan jahat yang telah kami lakukan pada kalian." Agatha menatap Livia yang nyaris tanpa make up. Bibirnya hanya dibasahi oleh lipgloss dan eyeshadow berwarna natural. Tampilan yang sangat elegan."Pipimu kenapa?" tanya Livia memandang pipi Agatha sebelah kanan.Agatha merabanya. "Kena belati waktu kejadian malam itu. Tergores ujungnya.""Tidak bisa pulih?""Bisa kalau operasi. Dokter juga menyarankan untuk operasi kalau ingin pulih seperti sebelumnya. Tapi aku nggak mau. Luka ini menurutku nggak seberapa, meski menggoyahkan kepercayaan diriku. Dengan luka ini aku bisa mengingat, atas segala kejadian dan kejahatan
Baca selengkapnya

Bab 166 Itu Hanya Masa Lalu 3

"Pak Rosyam, saya pamit langsung kembali ke kantor," pamit Bre pada lelaki berkacamata yang berdiri tidak jauh dari mobilnya. Setelah meeting tadi, mereka langsung meninjau lokasi apartemen yang hendak direnovasi besar-besaran."Kita ngopi dulu. Ayo!" ajak Pak Rosyam.Bre tidak bisa menolak. Mengikuti langkah mantan mertuanya ke sebuah rumah makan sederhana yang berjarak hanya tiga puluh meter dari lokasi.Mereka memesan dua cangkir kopi dan roti bakar. Tim yang duduk terpisah, memesan makanan mereka sendiri."Bagaimana kabar mamamu?" tanya Pak Rosyam sambil mengunyah roti."Alhamdulillah, mama banyak berubah sekarang ini. Hanya fokus beribadah dan nggak pernah lagi kumpul bersama teman-temannya. Mama jarang keluar rumah, Pak.""Syukurlah.""Tapi kadang mama masih sering melamun. Kalau saya tanya, beliau bilang tidak ada apa-apa. Saya tahu mama masih menyesali tentang perbuatannya di masa lalu. Sering saya melihat beliau menangis tersedu-sedu sehabis sholat.""Jangan biarkan berlarut-
Baca selengkapnya

Bab 167 Positif 1

RAHASIA TIGA HATI - Positif Alan cemas, tapi tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu. Yang tampak dilayarnya hanya plafon ruangan. Ia juga mendengar suara pintu dibuka. "Livia." Suara sang mertua memanggil Livia."Yah," panggilnya. Tentu saja Pak Rosyam tidak mendengar. Sebab lelaki itu mendekati pintu kamar mandi di ruangan Livia saat mendengar suara muntah di dalam sana. Dengan perasaan cemas ia menunggu di depan pintu.Livia keluar dengan wajah pucat dan berkeringat. "Ayah antar kamu pergi ke dokter. Wajahmu pucat begitu.""Nggak apa-apa, Yah. Setelah muntah sudah mendingan," tolak Livia kembali duduk di kursinya.Diraihnya ponsel karena masih menyala. "Halo, Mas.""Sayang, sebaiknya kamu periksa saja ke dokter.""Nggak usah. Setelah muntah udah mendingan. Ini ayah bawain aku makan siang. Selesai makan aku langsung minum obat."Pak Rosyam membuka mealbox untuk Livia sambil menunggu putrinya selesai menelepon. Dia membuka satu mealbox lagi untuk dirinya sendiri.Alan memaksa u
Baca selengkapnya

Bab 168 Positif 2

Lelaki yang membuatnya terkapar di lantai. Kenapa dia tidak mati saja saat itu. Saat benar-benar terpuruk. Namun Alan juga yang membuatnya bangkit kembali. Yang menolongnya menyelamatkan perusahaan disaat para pebisnis lain pesimis bekerjasama dengan Hutama Jaya.Sekarang relasi-relasi yang dulu menjauhi ingin mendekat lagi. Tapi Bre memutuskan tidak akan bekerjasama dengan perusahaan manapun selagi Alan masih bersedia join dengannya. Ini caranya untuk membalas budi baik lelaki itu.Benar-benar beruntung sekali Hutama Jaya bisa bangkit. Sedangkan bisnis Wawan Family hanya tinggal nama saja sekarang. Tumbang tidak terselamatkan. Anak menantu mereka sekarang kerja di perusahaan lain. Termasuk Agatha dan Irma. Ferry dan Pak Ringgo untuk saat itu posisinya berada di belakang Bre. Pimpinan perusahaan dilimpahkan pada Bre. Ferry sendiri sudah tidak penuh ambisi seperti dulu. Dia sudah sadar, kalau ambisi hanya akan menyesatkan langkahnya.Bre mengalihkan perhatian saat ponsel berdering.
Baca selengkapnya

Bab 169 Positif 3

Alan manggut-manggut. Secara lahir ia mendukung Livia, tapi secara batin Alan berharap lain. Semoga ada sesuatu yang menggagalkan niat istrinya. Bukan ia keberatan membiayai atau tidak ingin istrinya meningkatkan kemampuan akademiknya. Namun ketidakrelaan lebih bersifat sensitif. Ia tidak ingin Livia dilirik pria lain di luar sana. Walaupun dalam dunia kerja mereka, selalu berhubungan dengan banyak relasi. Tapi Livia tidak berhadapan secara langsung dan selalu ada dirinya yang mendampingi.Akan tetapi mau tak mau ia harus terus mendukung istrinya. Apalagi Livia sudah lulus dalam ujian tes potensi akademik, tes bahasa inggris, dan tinggal menunggu hasil tes wawancara. Kalau digagalkan, Livia pasti kecewa.Alan yang mengemudi dan mereka langsung pulang ke rumah. Livia menyiapkan baju ganti saat Alan mandi. Dirinya juga bersiap-siap hendak ke kampus."Mas, nggak ke kantor kan hari ini?" tanya Livia saat Alan keluar dari kamar mandi. "Besok saja. Mas mau seharian sama kamu dan Alvian." A
Baca selengkapnya

Bab 170 Salam Perpisahan 1

RAHASIA TIGA HATI - Salam Perpisahan "Usia kehamilan sudah memasuki enam minggu. Lihat ini kantung janin juga sudah terbentuk." Dokter Nita menggerakkan tranduser. Livia dan Alan memperhatikan layar USG. Perasaan Livia campur aduk. Antara bahagia dan sedih. Bahagia karena akan memiliki anak kedua. Segalanya dipermudah ketika hidup bersama Alan. Sedih karena kuliahnya terancam batal lagi. Sambil mendengarkan penjelasan dokter, Livia mengingat-ingat, tentang malam di mana ia melepaskan IUD. Apa karena malam itu, di mana mereka melakukannya sepulang dari dokter kandungan. Livia ingat tidak langsung minum pil karena tak sempat. Secara pulang sudah malam dan dia sibuk beberes dan sangat lelah setelah seminar.Disaat Alan 'meminta', Livia iyakan saja. Sekali saja tidak mungkin hamil, pikirnya. Tapi siapa mengira, yang sekali itu akhirnya tumbuh benih di rahimnya. Apa mau menyalahkan Alan? Tidak mungkin. Anak itu rezeki bagi Livia sendiri. Lagipula pemakaian kontrasepsi sudah menjadi uru
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
21
DMCA.com Protection Status