Home / Pernikahan / Mengandung Bayi Mantan Mertua / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Mengandung Bayi Mantan Mertua: Chapter 71 - Chapter 80

148 Chapters

72. Butuh Pelukan

Robin kembali ke rumah menjelang pukul 01:00 dini hari. Setelah ia memastikan dan melihat dengan mata kepala sendiri jika Leonel dan Livy masuk kereta dan berangkat menuju Jakarta.Zayyan masih ada di sana ketika Robin pulang. Lelaki itu tertidur dengan posisi terduduk di tepian ranjang. Sementara di tangannya ada buku tentang hukum. Sepertinya Zayyan tipe lelaki yang cerdas dan cukup rajin membaca buku.“Zayyan.” Robin membangunkan. Ia tepuk pundak lelaki itu dengan sangat lembut.Zayyan terbangun, buku di tangannya bahkan terlepas karena ia terkejut dengan tepukan dan panggilan itu.“Kau bisa pulang. Terima kasih karena sudah menjaga Airin.” Robin berucap dengan tulus. Merasa berhutang budi pada tetangganya itu.“Apa Airin akan baik-baik saja setelah bayinya dijemput suaminya?” Zayyan bertanya memastikan. Tidak ingin wanita pujaannya semakin menderita. Ia masih belum tahu apa yang terjadi sebenarnya, sebab ia masih percaya dengan cerita Airin di pesawat tempo hari.“Tidak akan ada m
last updateLast Updated : 2024-03-24
Read more

73. Dia Baik-baik Saja

Airin terbangun di pagi hari ketika ia mencium aroma makanan. Wanita itu menggeliat sejenak untuk meregangkan otot-otot yang menegang semalaman, lalu bangkit untuk duduk. Suhu panas tubuhnya telah kembali normal. Ia merasa bahwa dirinya sudah jauh lebih baik sekarang.Tidak lagi ia dapati Robin berada di sisinya, sebab lelaki itu telah bangun sejak pagi sekali. Sesungguhnya Robin tidak benar-benar tidur semalaman. Keberadaan Airin dalam pelukan membuat dirinya tidak bisa terpejam. Sebab, jantung yang terus berdetak dengan sangat kencang.Airin turun dari ranjang. Ia menuju kamar mandi untuk membasuh muka dan menggosok gigi, setelahnya ia keluar kamar untuk mencari Belvina.Wanita bergaun malam itu beranjak keluar rumah, hendak menjemput Belvina ke rumah Zayyan. Namun, langkahnya terhenti ketika ia menyadari bahwa ia tidak tahu rumah yang mana milik Zayyan. Sebab, semuanya hampir serupa karena kompleks perumnas.Airin kembali masuk untuk menanyakan masalah itu pada mertuanya.“Kau masak
last updateLast Updated : 2024-03-24
Read more

74. Amarah Airin

Mata Airin memanas mendapati sorot yang begitu serius dari manik mata milik Robin. Wajahnya memucat ketika menyadari bahwa uasahanya sia-sia. Ia menghela napas dengan kasar, mengusap pelupuk mata yang tiba-tiba basah begitu saja. Ia merasa sangat kecewa. Benar-benar kecewa. Baru sesaat ia merasakan kenyamanan dalam pelukan lelaki itu, kini ia kembali dibuat memendam benci yang begitu besarnya.“Kau menyebalkan!” Airin berlari menuju rumah seraya terus mengusap kedua pipi. Dadanya terasa begitu sesak dan sakit, sebab dikhianati oleh orang yang begitu ia percaya. Jantungnya berdetak dengan tidak karuan. Membayangkan seperti apa kondisi Belvina sekarang. Ia tidak bisa tenang meski hanya sekejap.Airin meraih tasnya setibanya ia di kamar. Tas yang berisi cukup uang untuk ia pulang. Tangisan masih belum bisa dihentikan. Matanya memerah dengan air yang terus tumpah.“Kau tidak bisa ke mana-mana.” Robin langsung menghalangi ketika Airin hendak kembali keluar kamar.“Awas! Kau ular yang sanga
last updateLast Updated : 2024-03-24
Read more

75. Pencarian Membuahkan Hasil

Sore ini Zayyan tidak bisa langsung pulang karena ada tugas kelompok yang akan dikerjakan bersama. Mereka kumpul di pinggir titik nol KM Jogja. Membahas di mana mereka akan mengerjakan tugas. Sekaligus membeli camilan untuk dinikmati seraya bergumul dengan tumpukan tugas.“Di rumahmu saja.” Salah satu lelaki menunjuk Zayyan. Sebab, rumahnya yang paling lapang dan bebas untuk melakukan keributan. Sementara yang lainnya hanya ngekost yang ruangannya sempit dan akan langsung ditegur jika menciptakan kebisingan.“Ayo saja. Tapi tadi kata Sam mau di Teras Malioboro, makanya kita ngumpul di sini.” Zayyan memberikan jawaban.“Teras Malioboro makanannya mahal. Kan kemarin kita sudah di sana.” Seno ikut menanggapi.“Permisi, maaf mengganggu waktunya sebentar.” Arie menghampiri kelompok mahasiswa itu.Mereka sedikit mengabaikan karena berpikir Arie adalah orang yang ingin menawarkan produk, seperti yang sudah-sudah. Sebab, memang sudah biasa jika di kawasan itu banyak pejalan kaki yang melakuka
last updateLast Updated : 2024-03-24
Read more

76. Tidak Ingin Pulang

“Kita pulang, ya?” Lenzy berusaha membujuk setelah ia dan Airin saling melepas rindu. Diusapnya wajah sang putri dengan penuh kasih sayang. Sorot matanya menunjukkan rasa lelah yang begitu besar.Airin hanya diam, ia tidak memberikan jawaban sama sekali. Wajahnya tampak begitu kusut, sebab pikirannya sangat kacau.“Kamu marah sama mami? Salah mami apa?” Dari nada bicaranya, Lenzy terdengar begitu menuntut jawaban.Airin menggeleng dengan pelan. Ia menatap dengan sorot yang sulit untuk diartikan. Matanya berkaca-kaca dengan air mata yang menghalangi pandangan.“Mami tidak salah. Airin yang salah, Airin sudah mengecewakan papi sama Mami sampai sejauh ini. Airin tidak lagi ingin merepotkan. Airin akan tinggal di sini sama Papa Robin.”“Tidak, Sayang.”“Mi, tolong ngertiin Airin. Airin tidak mau kembali. Anggap saja Airin sudah mati. Airin tidak punya tujuan hidup sama sekali, hidup Airin sudah sangat kacau.” Airin berusaha keras menahan tangisan. Pikirannya benar-bhenar kacau sekarang.“
last updateLast Updated : 2024-03-25
Read more

77. Ayo Menikah

Ruang makan itu sangat hening. Tidak terdengar suara selain denting sendok yang beradu dengan piring.“Apa lagi rencanamu?” Robin bertanya dengan lembut, memecah keheningan yang ada di antara mereka.Airin menoleh, mendongak menatap Robin yang duduk di seberang meja. “Mengapa kau curiga padaku? Aku tidak merencanakan apa pun.” Airin menjawab dengan nada begitu meyakinkan.“Mengapa kau tidak jadi pulang? Sementara siang tadi kau merengek padaku meminta pulang.” Robin mengungkapkan isi hatinya. Tentu saja ia curiga, sebab gerak-gerik Airin selama ini tidak ada yang beres. Bahkan semua rencananya selalu hancur dan berhenti di tengah jalan. Setiap ia membuat rencana, itu hanya akan menciptakan masalah baru. Dan pada akhirnya Robin yang selalu kena batunya.“Aku tidak ingin pisah darimu.”Tawa Robin terdengar pecah memenuhi ruang makan. Ia merasa sangat tergelitik. Ia masih bisa merasakan panas di pipi karena tamparan Airin siang tadi. Namun, malam ini wanita itu seolah telah melupakan sem
last updateLast Updated : 2024-03-25
Read more

78. Ciuman di Bibir

Robin terbangun di pagi hari dengan tubuh polos Airin yang masih berada dalam dekapan. Lelaki itu tertawa sumbang. Tidak percaya jika ia dan Airin benar-benar menghabiskan malam dengan bercinta habis-habisan. Tubuh mereka terasa lengket karena langsung terlelap dengan badan yang penuh keringat dan juga cairan cinta.Robin hendak bangkit, tapi Airin langsung menahan. Wanita itu mendekap semakin erat. Menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Robin. Ingin bermanja dan meneruskan tidur yang sempat terjeda.Robin pasrah saja. Ia benar-benar tidak bisa menjaga sikap dan perasaannya untuk saat ini. Sebab, ia akan berpisah dengan Airin sebentar lagi. Setelah Arie dan Lenzy benar-benar pindah ke kota itu, mereka tidak akan pernah memiliki waktu untuk bertemu.Napas Airin terdengar begitu teratur, tidurnya sangat nyenyak dalam dekapan yang memberikan ia rasa aman dan nyaman. Robin memberikan kecupan lembut di puncak kepala wanita itu, mengeratkan pelukan, lalu memejamkan mata untuk kembali
last updateLast Updated : 2024-03-25
Read more

79. Beri Aku Kepuasan

“Aku sudah menikah.”“Bukankah kau akan bercerai?”“Zayyan juga yang memberitahumu?”“Ya.”“Dia tidak seharusnya menyebar masalah orang lain. Kupikir dia pria yang baik.” Airin cukup kecewa akan itu.“Dia memang baik. Dia hanya memberitahuku tentangmu. Kami sangat dekat, jadi kurasa dia menjadikanku tempat curhat mengenai masalahmu. Kurasa dia menunggu perceraianmu agar dia bisa lebih dekat denganmu.”“Aku tidak tertarik padanya. Dia memang baik dan menyenangkan, tapi lebih cocok jika hanya menjadi teman.”“Aku tidak peduli tentang itu. Bukan itu masalahnya.”“Lalu?” Airin semakin dibuat bingung.“Aku ingin kau tidur denganku.” Sam berucap dengan serius. “Aku tidak akan memberitahu Zayyan tentang ciuman tadi petang, asal kau bisa memberikanku kepuasan.”Airin tertawa tipis mendengar ucapan Sam. “Aku bisa saja tidur denganmu. Tapi malang sekali Zayyan memiliki teman sepertimu. Kau sampah yang tidak bisa menghargai pertemanan. Aku memang belum mengenalmu, aku juga baru berteman dengan Z
last updateLast Updated : 2024-03-25
Read more

80. Aku Ingin Pisah

Leonel mengempaskan tubuhnya dengan kasar ke sofa. Tampak ada banyak beban berat yang terukir di wajahnya. Ia menghembuskan napas kasar, berharap dengan itu bebannya akan sedikit berkurang.“Berapa kali aku harus memberitahu, jangan taruh sepatumu sembarangan!” Livy berucap dengan berang. Wajahnya tampak memerah menahan amarah. Sementara dalam gendongannya Belvina tengah menangis dengan hebat.“Ck!” Leonel berdecak. “Hanya masalah sepele seperti ini kau perdebatkan. Airin tidak pernah protes apa pun yang aku lakukan, bahkan ketika aku naik ke atas ranjang dengan sepatu yang mengotori sprei.”“Airin terus! Selalu Airin yang kau pikirkan!” Livy mendudukkan Belvina di pangkuan Leonel. “Kau urus anakmu, aku ingin istirahat dengan tenang!” Wanita itu beranjak pergi dengan emosi yang menguasai.Leonel ingin marah, tapi ia tidak bisa. Sebab, ada sang putri yang berada dalam pangkuan. Digendongnya bayi mungil itu, lalu bangkit berdiri untuk memberikan timangan. Berusaha menenangkan.Belvina t
last updateLast Updated : 2024-03-26
Read more

81. Aku Ibunya!

Leonel menyalakan loudspeaker, membuat suara Airin terdengar begitu jelas di dalam ruangan.“Vina, Sayang …. Jangan nangis lagi, ya.”Perlahan tangis itu mulai mereda.Airin terus berbicara, seakan ia tengah berbincang dengan Belvina. Membuat Belvina merasa lebih tenang dari sebelumnya, sebab merasa jika Airin berada di dekatnya.“Bagus, pintar anak mama.” Airin memberikan pujian.“Tidak sudi aku putriku kau dekatkan dengan Airin!” Livy langsung merebut ponsel, menghantamkannya ke lantai hingga benda pipih itu rusak dan panggilan terputus.Leonel menoleh, menatap dengan tajam pada Livy yang tengah mengamuk. “Apa yang kau lakukan?”“Harusnya aku yang bertanya. Mengapa kau menghubungi Airin?”“Kau lihat, Belvina bisa sedikit lebih tenang setelah mendengar suara Airin.”“Itu hanya alasanmu. Bilang saja jika kau merindukannya, tidak perlu menggunakan Belvina sebagai alasan.” Livy menyangkal.“Apa kau tidak bisa jika sehari saja tidak memancing pertengkaran?”“Kau yang memulainya lebih dul
last updateLast Updated : 2024-03-26
Read more
PREV
1
...
678910
...
15
DMCA.com Protection Status