All Chapters of Dibuang Suami, Dinikahi Adik Ipar: Chapter 81 - Chapter 90

93 Chapters

Bab 81. Bagaikan Mimpi

Alisha berjalan gontai memasuki halaman kosannya. Langkahnya terasa berat. Apa yang terjadi bagaikan mimpi buruk. Pikirannya masih terjebak di pemakaman Nur—yang beberapa hari lalu masih ditemuinya. Bahkan, ia sempat marah pada Nur. Kini, perempuan itu sudah pergi untuk selamanya.Alisha masih sulit percaya jika Nur telah tiada. Hati Alisha bergetar mengenang pertemuan terakhir mereka, diwarnai amarah dan kekecewaan. Ia merasa bersalah, rasa penyesalan mengoyak hatinya setiap kali memikirkan Nur.Namun, hal yang mengguncang hati dan pikirannya bukan hanya perihal berpulangnya Nur yang begitu tiba-tiba. Pemberitaan tentang Faisal, mantan suaminya juga terus menghantui. Berita-berita kriminal di media sosial dan portal-portal berita tak henti-hentinya menyorot peristiwa KDRT yang dilakukannya. Rahma, istri Faisal, meninggal akibat kekerasan itu. Alisha tak pernah menduga bahwa Faisal bisa melakukan tindakan sekeji itu.Kabarnya, Faisal sudah dibekuk di rumah
Read more

Bab 82. Harapan

Alisha tersenyum lembut pada Farida, mencoba memberinya sedikit kekuatan. “Kalo gitu, malam ini biar aku yang jagain Farhan, kamu pulang aja,” kata Alisha dengan suara hangat.“Tapi, mbak…” Farida mencoba mengutarakan keberatannya.“Fa, kalo Farhan tahu kamu keras kepala gini, dia pasti marahin kamu,” ujar Alisha dengan nada penuh perhatian.Airmata mengalir deras di wajah Farida, melihat kedermawanan Alisha membuatnya terharu.Alisha mengusap pipi Farida dengan lembut. “Sementara ini biar aku yang gantiin jagain Farhan.”Farida mengangguk, lalu memeluk Alisha dengan erat. “Makasih, mbak,” bisiknya dengan suara serak. Alisha membalas pelukan itu dengan hangat, menunjukkan dukungannya pada Farida. Setelah beberapa saat, mereka melepaskan pelukan mereka dengan perasaan hangat di hati.“Aku titip mas Farhan, kabarin kalo ada apa-apa,” ucap Farida sambil menahan rasa
Read more

Bab 83. Kenyataan

Alisha pulang ke kosan dengan langkah lelah. Saat tiba di lorong, dia mendengar suara tawa riang dari kamar Rona. Suara itu membuatnya penasaran.“Hebatnya… cucu siapa ini?” suara Rona terdengar jelas di sepanjang lorong.Alisha buru-buru menuju kamar Rona dan mengetuk pintunya. Tak lama kemudian, pintu terbuka, memperlihatkan wajah Rona yang semringah.“Ada apa, Bu? Kok heboh banget suaranya kedengar sampai depan,” kata Alisha.Rona tersenyum lebar, matanya bersinar cerah. “Itu lihat anak kamu, dia udah bisa merangkak, cepet banget pula,” kata Rona sambil menunjuk Haqi yang kini berguling-guling di atas karpet bulu di lantai.Bayi itu menengok ke arah Alisha, matanya yang besar bersinar dengan keceriaan. Menyadari ibunya baru saja kembali, Haqi segera merangkak dengan gesit menghampiri Alisha, suaranya nyaring mengoceh riang seolah menyambut ibunya.“Anak ibu...” kata Alisha. Dia berlut
Read more

Bab 84. Menarik Diri

Dengan langkah terseok-seok, Farhan berusaha mencari Nur. “Ibu… Ibu…” panggilnya dengan suara parau, penuh keputusasaan.“Mas, kamu mau ke mana?” tanya Farida, panik, mengikuti langkah Farhan.“Mau cari ibu,” jawab Farhan tegas, meski suaranya mulai melemah.Farhan baru melangkah keluar dari pintu kamarnya, tubuhnya gemetar hebat. Farida dan Alisha berusaha memegangi Farhan yang masih terlihat lemah, mencoba menahannya agar tidak jatuh.“Ibu… Ibu…” Farhan terus memanggil, suaranya semakin lemah dan patah-patah.Hingga akhirnya, tubuh Farhan mulai kehilangan keseimbangan. Kakinya terasa lemas, dan pandangannya mulai kabur. Farhan merosot jatuh ke lantai, tak sadarkan diri. Farida menjerit panik, “Dokter! Dokter!”Sementara Alisha berusaha menopang tubuh Farhan yang tak berdaya, air matanya mengalir deras melihat kondisi Farhan.Tim medis segera data
Read more

Bab 85. Tembok Tak Kasat Mata

Jam istirahat hampir berakhir, dan Farhan masih di ruangannya, tenggelam dalam pekerjaan. Dia tampak fokus, meskipun wajahnya terlihat lelah.Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan Lian masuk sambil menuntun Cio yang kini hampir berusia dua tahun. Lian tersenyum saat Farhan menoleh ke arahnya.“Panggil Om Farhan, gitu,” kata Lian pada Cio.Cio yang masih kecil dan menggemaskan berusaha mengikuti instruksi ayahnya. “Ahan...” panggilnya dengan suara nyaring dan polos.Farhan tersenyum saat melihat Lian dan Cio mendekatinya.“Om,” ralat Lian.“Ong,” kata Cio dengan usaha keras.“Hai, Cio! Apa kabar, Jagoan?” sapa Farhan sambil mengulurkan tangannya untuk menyapa Cio.Cio berlari kecil menghampiri Farhan, tertawa riang. Cio langsung memeluk Farhan, ingin digendong.Farhan mengerti kode itu dan segera mengangkat tubuh Cio, lalu mendekapnya. Farhan tersenyum meski tipis
Read more

Bab 86. Mainan Haqi

Jam pulang tiba, Alisha keluar dari butik dengan langkah pelan. Hatinya masih penuh dengan kebingungan dan kesedihan akibat jarak yang semakin lebar antara dirinya dan Farhan.Saat Alisha mencapai halaman butik, sebuah mobil Fortuner hitam berhenti di dekatnya. Dion turun dari mobil dengan senyum ramah.“Udah mau pulang, Lis?” tanya Dion.“Iya, Mas,” jawab Alisha sambil mencoba tersenyum. “Mas Dion mau ketemu sama Mas Lian?”“Iya, ada urusan yang perlu dibicarakan sama dia,” kata Dion, sambil mengamati wajah Alisha yang terlihat lelah. “Kamu kelihatan capek banget?”Alisha hanya tersenyum. “Namanya juga kerja, Mas.”Mereka berbincang sesaat, membahas beberapa hal ringan. Namun, perhatian Alisha terusik saat melihat Farhan keluar dari butik. Hati Alisha berdebar melihatnya, namun wajah Farhan tetap datar.Farhan berjalan menuju parkiran tanpa sedikit pun melihat ke
Read more

Bab 87. Haqi Demam

“Ada apa, Mbak?” tanya Farhan.“Itu... Aku baru tahu kamu sering jengukin Haqi tanpa aku tahu. Aku juga mau bilang makasih, buat mainan yang udah kamu kasih buat Haqi,” kata Alisha, suaranya terdengar gugup.Farhan terdiam beberapa saat. “Maaf, Mbak. Aku cuma kangen sama Haqi—”“Nggak, Farhan. Justru aku yang minta maaf— aku harap kamu bisa lupain ucapan aku sebelumnya, soal—”Ucapan Alisha terputus karena tiba-tiba terdengar suara Haqi yang terbangun dan menangis kencang.“Kenapa, Nak?” tanya Alisha dengan panik.Haqi menangis keras, tidak seperti biasanya. Wajahnya memerah, dan tubuhnya berkeringat.Farhan yang mendengar suara tangis Haqi menjadi panik. “Haqi kenapa, Mbak?”Alisha belum sempat menjawab, dia meletakkan ponselnya di kasur dan segera meraih tubuh Haqi untuk menggendongnya. Tubuh Haqi semakin panas.Alisha mengusap ke
Read more

Bab 88. Mengantar Farida

Alisha meminta izin tidak masuk kerja selama beberapa hari untuk menjaga Haqi yang sakit. Bayi itu menjadi manja selama sakit dan ingin terus berada di dekat Alisha. Haqi menempel sepanjang hari padanya, membuat Alisha tidak bisa beranjak jauh. Ketika akhirnya Haqi pulih sepenuhnya dan kembali tersenyum seperti biasanya, Alisha merasa lega. Dia bisa kembali bekerja dan menitipkan Haqi pada Rona.“Jangan sakit lagi ya, sayang,” kata Alisha sambil menciumi pipi Haqi sebelum memberikan bayi itu pada Rona.“Saya berangkat kerja dulu, Bu,” kata Alisha.“Iya, hati-hati,” jawab Rona sambil tersenyum.Alisha mengangguk, lalu keluar dari kosan menuju butik. Setibanya di butik, Alisha terkejut melihat Farhan sudah duduk di balik mejanya. Ada rasa senang melihat pemuda itu kembali bekerja di ruangan yang sama dengannya. Farhan menoleh saat melihat Alisha baru tiba.“Haqi gimana, Mbak?” tanya Farhan.&ldqu
Read more

Bab 89. Kosong

Farhan menoleh perlahan, tatapannya masih kosong.“Farhan, kamu gapapa?” tanya Alisha dengan nada penuh perhatian.Farhan menghela napas dalam. “Aku gapapa, Mbak. Kita balik ke butik sekarang aja. Kamu bareng aku atau—”“Aku bareng kamu,” kata Alisha cepat.Mereka berjalan bersama keluar dari bandara, suasana sekeliling terasa hening meskipun ada keramaian orang yang berlalu lalang. Alisha terus memerhatikan Farhan, dia tahu jika pemuda itu sedang berusaha terlihat baik-baik saja. Namun, tatapan kosong dan langkah berat Farhan memperlihatkan sebaliknya.Sepanjang perjalanan ke butik, Alisha mencoba mencari cara untuk mencairkan suasana. “Farhan, kamu tahu nggak? Haqi mulai suka main di taman sekarang. Padahal sebelumnya dia takut sama rumput,” katanya, berharap cerita tentang Haqi bisa sedikit menghibur Farhan.Farhan tersenyum tipis. “Syukurlah, Haqi udah nggak takut lagi.”
Read more

Bab 90. Jalan Buntu

Alisha duduk di kursi di seberang meja Farhan, berusaha menangkap tatapan matanya. Namun, Farhan tetap terpaku pada buku sketsa di depannya. Alisha merasa ada sesuatu yang sangat salah.“Kamu kelihatan capek, Farhan,” ucap Alisha lembut. “Mungkin sebaiknya kamu pulang dan istirahat. Ide bisa menunggu besok.”Farhan tersenyum tipis, tapi senyum itu tidak mencapai matanya. “Aku nggak capek, Mbak. Kamu pulang aja duluan, aku masih mau nerusin kerjaanku.”Alisha merasa ada dorongan kuat untuk tidak meninggalkan Farhan sendirian, tapi sebelum dia sempat berkata lebih jauh, Farhan menyela, “Duluan aja, Mbak.”Tatapan kosong Farhan dan caranya menghindari percakapan lebih lanjut membuat Alisha merasa tak berdaya. Dia akhirnya mengangguk, meskipun hatinya menolak. Dengan langkah berat, Alisha bangkit dan berjalan menuju pintu. Namun, setibanya di ambang pintu, dia berhenti dan menoleh kembali ke arah Farhan.
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status