Semua Bab Dibuang Suami, Dinikahi Adik Ipar: Bab 61 - Bab 70

93 Bab

Bab 61. Akhirnya, Tangis Bayi Terdengar

“Kamu laper gak, Mbak?” tanya Farhan penuh perhatian. “Aku beliin makan ya? Kamu butuh banyak tenaga.” Tawarannya membuat Alisha tersenyum tipis, mengangguk setuju atas tawaran tersebut.Farhan pun keluar untuk membeli makan. Tak lama kemudian Farhan kembali dengan bubur ayam, aroma harumnya memenuhi ruangan kecil klinik. Alisha yang terbaring di atas ranjang, memandang dengan mata lelah saat Farhan menyuguhkan makanannya.Farhan duduk di sampingnya, matanya penuh perhatian saat menyuapi Alisha. Dia berbicara dengan lembut, mencoba mengalihkan pikiran Alisha dari rasa sakitnya.“Ayo, makan dulu,” ucap Farhan lembut sambil menyodorkan sendok berisi bubur ayam.Alisha mengangguk lemah, dia membuka mulutnya perlahan, menerima setiap suapan makanan yang disuguhkan Farhan.Tatapan mereka bertemu, penuh dengan makna yang tak terucapkan. Di dalam hati, Alisha merasa bersyukur karena ada seseorang yang begitu perhatian padanya— meski dia sadar ta
Baca selengkapnya

Bab 62. Kembali Membawa Bayi

Di lorong depan ruang bersalin, Farhan tampak duduk dengan kedua mata berkaca-kaca. Ekspresinya berubah menjadi lega ketika mendengar suara tangis bayi. Suara itu menghentikan belitan waktu yang panjang dan melelahkan, menggantikannya dengan kebahagiaan. Selama berjam-jam sebelumnya, dia mendengar jeritan penderitaan Alisha, dan sekarang suara bayi itu memberinya penghiburan.Bidan Rose dan asistennya keluar dari ruangan. Farhan segera bangkit dari kursi, menghampiri pintu. “Terima kasih, Bu Bidan,” ucapnya.“Sama-sama,” jawab Bidan Rose ramah. “Silakan masuk kalau mau lihat ponakannya. Sekalian diadzanin.”Farhan mengangguk dengan senyum tulus. “Baik, Bu. Terima kasih banyak.”Setelah Bidan Rose dan asistennya pergi, Farhan kembali masuk ke dalam ruangan. Ruangan itu penuh dengan suasana kebahagiaan meskipun masih terasa tegang. Farhan melihat Alisha terbaring lemah, namun senyum bahagia terukir di wajahnya
Baca selengkapnya

Bab 63. Kemarahan Nur

Tak sampai lima belas menit duduk, Farhan sudah ketiduran di sofa, wajahnya damai dan napasnya tenang. Alisha terdiam, memandang wajah pemuda itu yang entah kenapa terlihat makin tampan saat dia tertidur. Wajah teduh, hidung mancung, kulit kuning langsat, rahang tegas namun terkesan lembut, rambutnya agak mulai panjang tapi masih teratur—kombinasi yang seolah menyihir untuk terus menatapnya.“Gitu banget ngeliatin Farhan?” tiba-tiba Rona menyela, membuat Alisha kaget.“Ibu, bikin kaget deh,” ucap Alisha, agak salah tingkah.“Ganteng ya?” goda Rona dengan setengah berbisik.“Ssstt,” Alisha memberi kode agar Rona tidak berisik, sambil memandang Farhan yang tertidur pulas.“Malu ya kalo sampe ketahuan Farhan?” goda Rona lagi, lalu meletakkan mangkok sop di meja dengan senyum usil. Alisha tak menjawab karena malu.Rona duduk di samping Alisha, meraih bayi Alisha, dan menggendongny
Baca selengkapnya

Bab 64. Diusir

Farhan menghela nafas, “Maaf, Bu.”“Maaf terus, tapi kamu gak nyesel sama kelakuan kamu kan?!”Farhan menatap lurus pada ibunya, “Iya, gak nyesel,” jawabnya tegas.Nur semakin geram, “Ibu udah gak tahan lagi sama kamu, Farhan. Mending kamu gak usah nunjukin muka kamu lagi di depan ibu, mending kamu pergi dari sini,” ucap Nur dengan suara penuh amarah.DEG! Farhan terkejut dengan pernyataan itu, dia tak menyangka akan mendapat reaksi sekeras itu dari ibunya.“Kenapa ibu gak tanya dulu aku kemana?” tanya Farhan, mencoba membela diri. “Kemarin aku nungguin ponakanku lahir, Bu.”Nur, Faisal, dan Rahma terdiam mendengar penjelasan itu, tak menyangka bahwa Farhan memiliki alasan yang kuat untuk absen dari acara keluarga tersebut.“Bertepatan dengan mas Faisal yang nikah lagi, Mbak Alisha lagi kesakitan, melahirkan, tanpa seorang pun datang nemenin dia, coba bayangin gimana posisi Mbak Alisha,” ucap Farhan dengan nada serius, mencoba menyamp
Baca selengkapnya

Bab 65. Rumah Lama Cantika

Faisal menggeleng pelan. “Aku gak kepikiran Alisha lagi, tapi mau gimana, anaknya Alisha itu anak aku,” jelasnya.“Dulu kamu pernah curhat sama aku, katanya kamu gak yakin sama anak mantan istri kamu itu,” ujar Rahma, mencoba mengingatkan Faisal.Faisal mengangguk mengingat masa lalu yang rumit. “Itu karena aku lagi kesel aja sama Alisha, soalnya dia mentingin kenalan lamanya, tapi setelah aku pikir lagi, Alisha gak seburuk itu,” ungkapnya dengan nada yang lebih bijak.“Terus kenapa? Kamu nyesel cerai sama Alisha?” tanya Rahma.Faisal menggeleng cepat. “Kamu kok ngomong gitu? Ya gak lah, kan aku udah nikah sama kamu,” ujarnya. Rahma masih cemberut.Faisal merasakan tekanan semakin meningkat ketika Rahma mengajukan pertanyaan yang kritis. “Kalo anak Alisha itu emang anak kamu, terus kamu mau apa mas? Kamu mau nafkahin dia?” tanyanya tajam.Faisal terdiam sejenak, mencoba
Baca selengkapnya

Bab 66. Figur Ayah

Waktu terus berlalu sejak kelahiran Haqi, dan Farhan menjadi sosok yang sering muncul di kosan Alisha. Setiap kesempatan, ia menyempatkan waktu untuk menemani bayi itu. Baginya, Haqi bukan sekadar keponakan, melainkan lebih dari itu; ia bahkan biasa menyebut dirinya sebagai ayah untuk membiasakan bayi itu. Meski pada awalnya Alisha protes, namun Farhan tak pernah menghiraukannya.“Aku memang pengen jadi ayahnya,” ujar Farhan serius.Alisha masih bimbang. Meskipun dia memiliki perasaan pada Farhan, terlebih pria itu menunjukkan kasih sayang yang tulus untuk putranya yang bahkan melebihi ayah kandung Haqi. Namun Alisha masih takut memiliki hubungan serius dengan Farhan— tak ada lain kecuali karena dia enggan terlibat kembali dengan keluarganya.Meski demikian, Alisha pun tak pernah keberatan dengan kehadiran Farhan di sisi Haqi. Bahkan, ia tampak senang melihat kedekatan antara Farhan dan bayinya. Setiap kali Farhan hadir, Haqi selalu tersenyum c
Baca selengkapnya

Bab 67. Keretakan Rumah Tangga Faisal

Nur, Faisal, dan Rahma sedang makan malam bersama di ruang makan. Suasana malam itu awalnya tenang, namun ketegangan segera terasa setelah makan malam selesai.“Aku udah selesai, aku ke kamar dulu, ya,” kata Rahma sambil menggeser kursinya ke belakang, bersiap untuk bangkit.Faisal segera mencegah, “Tunggu dong, ibu kan lagi gak enak badan dari tadi pagi. Seenggaknya kamu beresin dulu piring sama gelas kotornya.”Rahma menatap Faisal dengan kening berkerut. “Aku tadi udah masak, terus nyetrika seragam kamu, itu capek loh, Mas. Kamu aja yang nyuci piringnya,” pinta Rahma dengan.Nur yang duduk di ujung meja, tampak keberatan dengan percakapan tersebut. “Laki-laki harusnya gak ngelakuin itu, Rahma. Semua kerjaan rumah itu tugas kamu sebagai istri.”Rahma menghela napas dalam-dalam, menahan emosinya yang sudah mendidih. “Tugas? Gak ada kewajiban seperti itu, Bu. Cuma pemikiran orang-orang kuno aja
Baca selengkapnya

Bab 68. Kesempatan Terakhir

Faisal mendekati Rahma dengan langkah pelan. “Rahma, kamu jangan kayak gini dong,” ucapnya dengan suara lembut, mencoba membujuk wanita itu. “Aku gak mau pisah sama kamu.”Rahma berhenti sejenak, menatap Faisal dengan mata yang berkaca-kaca. “Aku juga gak mau hidup sama laki-laki yang nggak ngehargain aku,” katanya dengan suara yang penuh emosi. “Selama ini kamu cuma minta diperlakukan seperti raja! Tapi kamu gak bisa memperlakukan aku sebagai ratu. Aku gak mau terus-terusan jadi babu!”Kata-kata Rahma menusuk hati Faisal. Dia tercekat, bingung harus mengatakan apa. Dalam hatinya, dia tahu Rahma punya alasan kuat untuk marah. Namun, dia juga merasa terpojok dan tak berdaya. Faisal hanya bisa menatap Rahma dengan wajah yang penuh penyesalan, sadar bahwa kata-katanya tidak akan mudah merubah keputusan Rahma.Rahma selesai mengemasi pakaiannya, memasukkan baju-baju terakhir ke dalam tasnya lalu menyeret tasnya. Matany
Baca selengkapnya

Bab 69. Mencari Solusi

Alisha baru menyelesaikan sholat shubuh di kamarnya. Saat baru berniat berdzikir, ketenangannya terputus saat Haqi terbangun dari tidurnya dengan rengekan kecil.“Anak ibu bangun?” gumam Alisha, mendekati tempat tidurnya, di mana bayi itu terbaring di bagian tengahnya.Haqi menangis terlihat gelisah, dan Alisha segera menyadari bahwa bayinya itu sedang merasa kehausan. Alisha melepas mukena yang masih menempel di tubuhnya setelah sholat, lalu melipatnya dengan cepat.Setelahnya, Alisha segera mengangkat bayinya dengan lembut. Haqi merengek makin kencang saat Alisha sudah mendekapnya, bayi mungil itu sudah kelaparan.“Gak sabar ya, Nak?” ucap Alisha dengan lembut, segera menawarkan payudaranya untuk memberikan asi kepada Haqi.Bayi itu segera merespons, menempelkan bibirnya pada puting ibunya, seolah laparnya sudah tidak tertahankan. Alisha hanya tersenyum melihat antusiasme Haqi.“Anak ibu laper ya?” goda
Baca selengkapnya

Bab 70. Penolakan Alisha

Pagi itu, Alisha bersiap untuk berangkat bekerja. Dia menggendong Haqi menuju ke ruang tamu di mana Rona—pemilik kos yang juga sudah seperti ibu baginya, sedang menunggu.“Saya titip Haqi ya, Bu,” kata Alisha.“Iya, kamu percayain aja sama ibu,” jawab Rona sambil tersenyum lembut dan meraih bayi enam bulan itu.Alisha membungkuk di hadapan Haqi, yang sekarang berada dalam pelukan Rona. “Haqi, anteng sama Uti Rona, ya? Jangan rewel.” Dia mencium kedua pipi bulat putih itu dengan penuh kasih sayang. “Ibu berangkat, sayang.”Haqi mengulurkan tangannya ke arah Alisha, seolah ingin ikut bersamanya. Rona dengan cepat mengalihkan perhatian bayi itu. “Eh, ayo main sama Uti, yuk main di kamar,” ajak Rona dengan suara ceria, menggendong Haqi dan mengayunkannya sedikit.Dengan hati berat, Alisha berlari keluar menuju halaman sebelum Haqi sempat menangis karena merasa ditinggal. Dia menoleh bebe
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status