Semua Bab Berubahnya Istri yang Nyaris Kau Buat Gila: Bab 51 - Bab 60

94 Bab

Bab51 Ditampar

"Ah, kalau begini, lebih baik aku mengirim pesan padanya. Agar dia terkecoh."Aku mengetik pesan, setelah selesai mengganti pakaianku.[Om, aku terus diserang, pake senjata api. Kalau begini, salah- salah aku bisa mati, Om.] Begitulah isi pesan, yang aku kirim untuk om Kustomi.[Aku juga sekarang menuju rumah sakit, Om. Penerus Raharja Group tertembak, gara- gara melindungiku, Om.] Dan tidak butuh waktu lama, 2 pesanku telah dia baca.[Kamu jangan kemana- mana dahulu, berbahaya. Nanti anak buah Om, yang akan jagain kamu.] Aku mengernyit, melihat pesan balasannya.[Om dimana? Kita harus bertemu, Om. Kalau tidak, Dinda akan pergi dari Jakarta ini.] Aku terpaksa mengancamnya, agar dia pergi dari pusat perbelanjaan ini.[Om lagi meeting, Dinda.] Aku terkekeh, mendapat pesan balasannya yang begitu cepat.Pendusta juga om Kustomi ini.[Nggak mau tahu. Kita harus ketemu, Om. Kalau Om nggak mau temui Dinda, Dinda akan tembak ibu Melisa, kemudian kabur ke luar negeri.] Setelah pesanku dia bac
Baca selengkapnya

Bab52 Mengancam Mereka

"Sambil nyari tempat baru juga, Om. Sebelum ke rumah sakit."Aku terpaksa berdusta, agar om Kustomi tidak curiga."Mana mobil kamu?"Ya ampun, segala nanyain mobil. "Di pinjam teman aku, Om. Aku sengaja nggak pake mobil, demi keamanan.""Teman kamu yang mana?""Teman kantor, Om. Om kenapa, sih? Kok nanya- nanya begitu?" Aku akhirnya bertanya balik, karena merasa tidak nyaman. Aku sengaja memasang wajah serius, sekaligus menyelidik, agar om Kustomi tidak enak padaku.Akhirnya om Kustomi pun memutuskan untuk mengajakku pergi dari rumah sakit. Karena aku mengaku belum makan, om Kustomi berniat membawaku ke sebuah restoran.Namun sebelum mobil kami sampai menuju restoran, tiba- tiba panggilan telepon masuk ke ponselku. Aku menjawabnya. Ternyata dari ke polisian.Mereka mengatakan, ketiga pelaku mengaku, hanya ingin melakukan perampokan kepadaku.[Tidak mungkin, Pak. Tolong diintrogasi lagi. Pasti ada dalang dibalik kejadian ini. Mereka mengincar nyawa saya, Pak. Kejadian ini sudah dua
Baca selengkapnya

Bab53 Acara Perusahaan

"Yasudah kalau nggak mau! Kalian sepertinya memang tidak sayang keluarga," ejekku."Jangan salahin aku, kalau aku benar- benar melenyapkan mereka! Seperti yang kalian lakukan padaku," ujarku sambil tersenyum penuh arti.Sebagai orang yang berani berbuat jahat, tentu mereka sangat paham dari tatapan dan senyumanku ini. Sebab itulah yang sering aku rasakan, ketika berada dibawah ancaman seseorang."Jaanngan, saya mohon." Kini Doni bersuara, sedangkan si Adan diam membisu."Jadi? Mau bersaksi untuk saya? Saya bisa loh, menjamin kalian, agar keluar dari sini. Asalkan, kalian jujur sama saya," kataku pada akhirnya dengan bahasa yang cukup santun.Aku kembali duduk, dan menatap mereka dengan santai."Apa yang kalian takutkan? Untuk sebuah pengakuan, saya mampu melindungi kalian. Tapi sebaliknya, jika kalian melindungi dalang dari kejahatan kalian, maka saya tidak segan- segan, membalas itu pada kalian, bahkan orang- orang yang kalian sayangi."Aku mempertegas ancamanku."Asal kalian tahu, s
Baca selengkapnya

Bab54 Penjara Tempatmu

Video obrolan ibu Melisa dan om Kustomi pun terlihat dilayar besar itu. Meskipun videonya tidak sepanjang durasi awal, tapi point- point penting yang ada di dalamnya dapat semua.Pengakuan tentang fitnah ibu Melisa pada mendiang ibuku pun terdengar jelas. Wajah pak Hanung mulai mengeras, dan ibu Melisa menjadi semakin panik."Wanita ini pasti yang melakukannya, dia pasti ingin memfitnahku! Ini editan, semua tidak benar. Papah percaya padaku, kan!!" teriak ibu Melisa padaku, dan memelas pada pak Hanung yang diam membeku tanpa melakukan tindakan apapun.Justin nampak panik dan berlari ke belakang panggung. Kini kami menjadi pusat perhatian, aku hanya tersenyum melihat kekacauan acara mereka."Bagaimana ini pak Hanung? Apakah bisa di jelaskan! Benarkah ini anak anda?" tanya seseorang yang berdiri dibelakangku.Entah siapa lelaki ini. Perawakannya berisi, layaknya bos besar."Kustomi, mana Kustomi," lanjut lelaki itu berteriak."Disana! Dia disana!!" Seseorang menyahut dari belakang samb
Baca selengkapnya

Bab55 Putus Hubungan

Aku masih terdiam, melihat tingkah lelaki yang biasanya sok ini."Gara- gara kamu, keluarga kami menjadi rusak dalam hitungan detik," lirih Justin, yang kini menatap nyalang ke arahku."Itu harga yang pantas untuk kalian, manusia- manusia kejam. Ibumu pembunuh, dan kamu hanya lelaki sialan, yang memaksa sahabatku, agar mau menikah denganmu! Benar- benar lelaki menjijikan," makiku tak kalah pedas."Kalau tidak karena pengaruh keluargamu! Iren mana mungkin, mau menikah dengan lelaki angkuh macam kau ini," lanjutku dengan suara keras.Matanya memerah, menahan amarahnya."Cukup Dinda! Tidak usah dilanjutkan!" pinta pak Hanung."Nggak usah ngatur saya, Pak. Seharusnya anda tahu, bagaimana watak anak dan istri tercinta anda ini. Bagaimana bisa, seorang Hanung Atmaja yang terhormat, memiliki istri seorang pembunuh kejam. Bahkan, merebut warisan saham saya! Itu bukan hak anda, Tuan. Apakah harta yang Tuhan titipkan itu kurang? Sehingga warisan saham anak sendiri anda ambil. Kalian para tamu s
Baca selengkapnya

Bab56 Rapat Pemegang Saham

"Pak Anwar," lirihku. "Kamu hebat, kamu wanita kuat. Izinkan saya untuk melindungi kamu, Dinda." "Pak Anwar terimakasih, tapi Dinda akan pulang sama saya!" Kini mas Aditya menyahut dan mendekat ke arah kami.Aduh, situasi macam apa ini? Masih di dalam room begini, apa mereka nggak malu. Bahkan, sudah banyak pasang mata, yang kini terarah ke arah kami."Saya atasan Dinda, saya berhak menjaga keselamatan Dinda," kata pak Anwar, yang tidak senang dengan ucapan mas Aditya."Pak Anwar, mas Aditya. Biarkan saya pulang sendiri, oke." Kini aku berusaha menengahi mereka."Nggak bisa. Mas takut kamu kenapa- kenapa, Din. Tolong, mas khawatir sama kamu," jawab mas Aditya."Pak Aditya, bukannya anda ini sudah punya istri? Dan istrinya sempat ngamuk sama Dinda kan sebelumnya. Ini pak Aditya gimana sih? Sudah punya istri, malah gangguin mantan istri," protes pak Anwar, membuatku ingin sekali tertawa."Kami berencana rujuk, Pak. Jadi tolong, jangan ganggu calon istri saya ini," kata mas Aditya deng
Baca selengkapnya

Bab57 Pengakuan

Di rapat para pemegang saham, pak Hanung memperkenalkan aku secara resmi sebagai anaknya. Dan kemungkinan besar, aku juga sebagai penerusnya. Begitulah yang dia ucapkan. Akan tetapi, ada yang tidak terima begitu saja, banyak dari mereka yang meragukan kemampuanku.*****Sebelum pulang, pak Hanung memintaku masuk ke ruangannya. Ada om Kustomi dan pengacara mendiang Abba dan Umma juga."Saham perusahaan yang akan diwariskan kepada Dinda, akan sah Dinda terima, ketika dia sudah menikah," jelas pengacara Abba."Dan itu, sudah menjadi ketentuan yang sah," lanjutnya."Sebelum Dinda menikah lagi, sebaiknya kamu melanjutkan pendidikan dulu, Din." Kini pak Hanung menimpali."Saya mungkin bukan ayah yang baik. Harta, tahta juga tidak saya bawa mati. Kamu anak kandung saya satu- satunya. Saya berharap, kamu bisa menggantikan saya kelak. Maafkan semua kesalahan saya, Din." Pak Hanung menatap penuh sesal kepadaku.Raut wajahnya menggambarkan perasaan yang cukup dalam. Dan sorot matanya, ada ketu
Baca selengkapnya

Bab58 Menolaknya

Aku terdiam, mendengar pengakuannya. Pintu ruangan ini tiba- tiba terbuka lebar, aku terkejut luar biasa, begitu juga dengan kak Adam."Tidak bisa! Ibu tidak akan merestui kamu, Adam. Apakah di dunia ini tidak ada wanita lain? Kenapa harus wanita janda seperti dia, Nak?" Ucapan tante Ammara sangat melukai hati ini.Seakan, status janda yang aku sandang, begitu hina di matanya."Bu. Tolong jangan begitu," pinta kak Adam."Cukup! Ibu tidak akan toleransi kamu lagi, Nak. Kamu tidak boleh mencintai wanita pembawa sial ini. Liat keadaan kamu, Nak. Gara- gara dia, kamu nyaris mati," lirih tante Amara.Aku hanya bisa terdiam, tidak tahu harus membela diri seperti apa. Faktanya, kak Adam berkali- kali dalam bahaya karena aku."Lebih baik kamu pergi dari sini, Dinda! Saya tidak akan sudi, memiliki menantu seperti kamu," tegas tante Amara."Ini hidup Adam, Bu. Biarkan Adam yang tentukan," pinta kak Adam."Diam kamu! Kamu ngelawan ibu, Dam? Demi wanita sialan ini?" bentak tante Amara, sembari me
Baca selengkapnya

Bab59 Apa iya cemburu

Memasuki ruangan pak Hanung, nampak Beliau sedang terbaring lemah, dengan om Kustomi yang berada di sampingnya."Lama sekali kamu datangnya, Din," protes om Kustomi."Ah maaf." Perasaan aku sudah berusaha secepat mungkin datang ke rumah sakit."Gimana kondisi Papah?" tanyaku sembari meraih kursi yang ada di dekat brankar."Seperti yang kamu lihat," jawab Papah dengan suara pelan.Aku hanya bisa menghela napas berat, dan menatap nanar ke arahnya."Umur tidak ada yang tau. Papah sudah tua, Din. Kapan, Din?""Kapan apa, Pah?"Pak Hanung menarik napas berat."Kapan kamu mau menikah lagi?" tanya pak Hanung, menatap sendu ke arahku."Ya ampun, Papah. Dinda nggak mau mikirin itu dulu, Pah. Jika bisa hidup sendiri, dan bahagia, untuk apa Dinda menikah?" ujarku yang merasa lelah, setiap kali ditanyakan tentang pernikahan.Bagaimana mau menikah? Hingga detik ini saja, aku mengabaikan siapapun, lelaki yang berusaha mendekatiku, termasuk pak Anwar.Parahnya lagi, mas Aditya yang terus menerorku.
Baca selengkapnya

Bab60 Pembawa Sial

"Din, si ceweknya itu sering tantrum tau," ujar Iren lagi, membuatku nyaris tersedak."Apaan sih, Ren. Kamu ada- ada saja kalau cerita. Emangnya dia anak kecil apa?" kataku sambil terkekeh."Eh beneran tau. Entahlah, nggak paham juga aku. Kasihan kak Adam, bisa- bisanya punya istri modelan kalem tapi kuat kalau tantrum." Iren bercerita sambil mengacak- acak tangannya, memperlihatkan kekesalannya. "Gedek ya, Ren," tanyaku sambil terkekeh."Ih banget tau. Nanti deh kalau kamu ketemu lagi, pasti kamu bakal tahu, rasanya dipaksa sabar tapi pengen banget ninju," jelas Iren, membuatku hanya geleng- geleng kepala.Sejenis manusia seperti Sesil kayaknya.Lama tidak tahu kabar Sesil dan Justin, mereka kemana ya? Aku lupa nanya sama papah tadi.Selesai makan, aku dan Iren pun, memutuskan untuk jalan- jalan sebentar di alun- alun kota."Kamu tadi kesini naik apa, Ren?" tanyaku, ketika kami sudah memasuki mobilku."Naik taksi online aja, Din. Malas bawa mobil," jawabnya sambil membenarkan make
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status