Semua Bab Berubahnya Istri yang Nyaris Kau Buat Gila: Bab 61 - Bab 70

94 Bab

Bab61 Penjara

"Keadaan pasien laki- lakinya sudah sadarkan diri, dan hanya mengalami luka ringan. Tetapi pasien perempuannya yang cukup parah. Kondisinya masih tidak sadarkan diri, dan kemungkinan, pasien akan mengalami kelumpuhan," jelas dokter, membuat kami semua syok."Apa?" pekik tante Ammara."Kami juga membutuhkan tanda tangan orang tua pasien, untuk segera melakukan operasi," lanjut dokter yang meminta kedua orang tua kak Adam, untuk ikut ke ruangannya."Operasi apa ya," gumam Iren. Aku hanya terdiam, syok rasanya. Tidak tahu lagi, harus menanggapinya seperti apalagi."Ren," lirihku. Iren berbalik ke arahku dan langsung memeluk."Maafin tante Amara, Din. Pasti sakit ya, dipukul tadi," tanya Iren, sembari melerai pelukannya dan melihat pipiku yang memerah."Sakit pipiku, sakit pula hatiku, Ren. Tapi perasaan aku semakin takut, Ren. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk pada Maura," ungkapku dengan suara bergetar."Kita doain saja, Din. Semoga, Maura baik- baik saja," jawab Iren, membesarkan ha
Baca selengkapnya

Bab62 Syarat Bebas

Pagi, mungkin lebih tepatnya jam 10-an. Papah dan seorang pengacara, datang menjengukku. "Pah, Dinda bebas karena apa?" tanyaku, ketika papah mengatakan, bahwa aku akan ikut dia pulang."Nanti kamu juga akan tahu. Ini pengacara keluarga Raharja. Setelah dari kantor polisi ini, kamu bersiaplah. Karena kita, akan mengadakan pertemuan penting, dengan keluarga Raharja."Sebenarnya aku penasaran, pertemuan penting apa yang sedang ingin papah adakan. Tapi papah terlihat begitu banyak pikiran, membuatku urung melempar banyak pertanyaan.Aku pulang bersama papah ke rumahku. Rumah yang khusus palah belikan untukku, sebelum aku melanjutkan pendidikan keluar negeri saat itu.Saat mobil papah, sampai di halaman rumahku. Nampak seorang wanita, yang sangat aku kenali, menunggu di depan teras rumah."Sesil," gumamku. Papah juga nampak terkejut, ketika melihat wanita itu."Ngapain dia kesini," batinku. Sesil melihat ke arah mobil kami, yang mulai papah parkirkan.Wanita itu berdiri dari duduknya dan
Baca selengkapnya

bab63 Pernikanan

Bab63Tanpa bisa aku tolak lagi, akhirnya pernikahan itu pun terjadi. Meskipun papah akhirnya mau, kalau pernikahan itu tidak dirayakan. Biar bagaimana pun juga, ini bukan pernikahan yang aku mau.Diacara sakral itu pun, tiada senyum tercipta di wajah tante Amara, yang tersirat hanyalah aura kekesalan, yang dia balut dalam diamnya.Oh Tuhan, entah apa salahku di dalam dunia ini, sehingga harus memiliki mertua yang perangai nya tidak jauh berbeda, dari yang pertama.Tapi aku juga tidak mungkin, mengorbankan papah, perusahaan dan nama baik keluarga, gara- gara kelakuanku sendiri.Papah memelukku berkali- kali, dan mengucapkan kata maaf, karena tidak bisa sepenuhnya menolongku dari semua ini. Bahkan, om Kustomi pun diam seribu bahasa, seakan tidak terlihat ada powernya lagi.3 tahun, hanya 3 tahun, sudah begitu banyak yang berubah. Bahkan perangai kak Adam, semakin angkuh.Setelah semua keluarga besar berpamitan pulang. Menyisakan aku, papah dan kak Adam.Sedangkan om Kustomi, dia pulang
Baca selengkapnya

Bab64 Sulit Dimengerti

Pernikahan ini benar- benar sangat tidak nyaman. Bahkan di dalam mobil pun, kami hanya saling diam. Kak Adam benar- benar berubah, tidak seperti dulu lagi. Entah apa tujuannya, menikah denganku.Disaat keheningan menyelimuti kami berdua, tiba- tiba pesan masuk di ponselku. Aku pun membukanya, yang ternyata berasal dari pak Anwar.[Dinda, meskipun sudah menikah, apakah kamu akan tetap mau, kembali ke perusahaan Darmawangsa?]Aku terdiam, membaca pesan dari pak Anwar. Aku bahkan masih cukup syok, dengan kejutan- kejutan semacam ini dalam hidupku. Semua sungguh diluar dugaan."Kamu tidak boleh bekerja lagi ...." tiba- tiba kak Adam bersuara. Aku menoleh ke arahnya."Kenapa?""Karena kamu, harus mengurus aku. Dan ketika Maura sadar, maka kamu juga harus mengurus dia," ujar kak Adam, dengan wajah yang datar, menatap lurus ke jalanan."Kamu mau jadikan aku pembantu kamu, kak?" Aku bertanya dengan tatapan tidak percaya. Seakan masa lalu bersama mas Aditya, kini terulang lagi di kak Adam."K
Baca selengkapnya

Bab65 Tidak diakui

Tidak ada sahutan sama sekali, ketika aku meminta tolong untuk diambilkan handuk. Percuma memang sih, untuk apa aku terlalu berharap dia akan baik padaku. Sebab pernikahan ini terjadi, bukan karena kami saling suka, tetapi karena dia dendam padaku.Aku mendongakkan wajah dari dalam kamar mandi ke luar kamar, memindai sekitar. Nampak sepi dan tidak terdengar suara siapapun atau gerakkan apapun.Sepertinya, kak Adam tidak ada lagi di kamar ini. Aku keluar dengan pakaian yang masih basah, berjalan ke arah koperku yang isinya belum aku keluarkan sama sekali.Kutarik koper menuju arah kamar mandi, dan membukanya. Entah kak Adam kemana, dia sudah tidak ada di kamar lagi. Setelah kuambil handuk, aku kembali masuk kamar mandi, dan mulai membersihkan diri. Setelah selesai mandi, aku berpakaian dan mulai merapikan baju- bajuku, dengan niatan, mau aku masukan ke lemari.Namun setelah aku ingin membuka lemari, tiba- tiba pintu kamar terbuka."Ngapain kamu?" Suara kak Adam begitu keras, membuatku
Baca selengkapnya

bab66 Jangan Hina Orang tuaku

Tidak, aku tidak boleh lemah. Tujuannya membuatku ada di rumah ini, adalah sebagai pelampiasannya balas dendam. Jika aku lemah, maka dia dan keluarganya, akan semakin seenaknya.Aku beringsut turun dari kasur, dan menyeka air mataku. Aku harus kuat, apapun keadaannya, aku harus hadapi.Kubuka pintu, dan kupasang wajah datar, menatap lelaki di depanku dengan tajam."Ada apa?" tanyaku."Aku lapar," ujarnya. Ingin rasanya aku memaki. Tapi sadar, aku memang adalah istrinya. Aku tidak ingin, dibayangi kegagalan dimasa lalu terus.Meskipun berat hati, akhirnya aku melangkah keluar kamar dan berjalan menuju dapur. Dan di dapur, aku bertemu dengan tante Amara, wanita yang kini berstatus ibu mertuaku."Ngapain kamu kesini?" tanyanya dengan ketus. Wanita itu bertanya sembari menarik kursi makan."Mau bikin makanan untuk kak Adam," jawabku."Tidak perlu! Saya khawatir, anak saya akan sakit perut, jika makan masakan kamu," sahutnya."Masakan pelayan lebih bisa dipercaya. Lagi pula, tadi pagi kam
Baca selengkapnya

Bab67 Siapa yang harus kupukul?

Aku memegang pipi kananku yang terasa sakit, akibat tamparan yang cukup keras di wajahku."Berani sekali, kamu bersikap tidak sopan pada ibuku!" bentaknya. Aku membenarnya posisi berdiriku dan menatapnya dengan tajam."Minta maaf dengannya sekarang!!" titah kak Adam."Aku tidak sopan pada ibumu, kamu tampar aku! Tapi ibumu tidak sopan padaku, menghina orang tuaku, siapa yang harus kutampar?" teriakku, sambil menghentakkan kakiku ke retakkan piring yang pecah berserakkan di lantai."Karena dia ibumu! Jadi dia berhak menghinaku, menghina orang tuaku. Begitu?" lanjutku, meskipun rasa pedih dikaki mulai begitu terasa.Beberapa pelayan meringis, melihat ke arah kakiku yang mulai mengalir darah segar."Kakimu terluka, ayo kita obati," kata kak Adam dengan nada lembutnya."Mundur! Jangan menyentuhku," bentakku sembari mendorongnya."Kamu memiliki hak apa, kamu berjasa apa dalam hidupku, sehingga begitu berani menampar wajahku, demi membela ibumu. Meskipun dia ibumu! Seharusnya kamu cari tahu
Baca selengkapnya

Bab68 Rumah Om Kustomi

Perasaanku sudah tidak karuan lagi, memikirkan nasib yang selalu kurang beruntung ini.Aku menarik infus yang terpasang ditanganku, hingga darah segar meluncur lancar dari tangan."Shiit." Aku merasa semakin kesal dan langsung mengambil tisu, yang ada diatas nakas.Bawaan perasaan yang kacau, membuatku menjadi kasar pada diri sendiri. Aku membuka kamar, membuat Ira terkejut. Rupanya wanita ini masih berada di depan kamar inap.Aku pun memintanya masuk."Lepaskan pakaian kamu! Saya mau mengenakannya," ujarku, ketika dia masuk ke dalam kamar inapku."Nyonya, masa anda mau mengenakan pakaian pelayan," lirih Ira sedang wajah yang keheranan."Cepatlah, Ra. Saya ada urusan, saya mau keluar," titahku."Astagfirullah, tangan anda." Ira reflek mengambil tisu, dan melap tanganku."Nyonya, anda apakan infusnya, jadi tangannya luka begini," lirihnya semakin khawatir."Tidak apa- apa, Ra. Cepatlah, saya buru- buru ini," pintaku lagi sambil menarik tanganku dan meminta Ira bergegas melepaskan pakai
Baca selengkapnya

Bab69 Ada Apa?

[Masuk rumah sakit mana? Apa yang terjadi?][Astaga ....] Om Kustomi nampak kesal dan mematikan sambungan telepon."Ada apa, Kus?" "Ini semua gara- gara kamu, Hanung. Baru beberapa hari, Dinda menjadi keluarga mereka, Dinda sudah nyaris mati," bentak om Kustomi."Ingat saja kamu, Hanung. Akan kubuat Justin hancur di perusahaan," ancam om Kustomi, yang terlihat sangat emosi.Papah terlihat tegang dan serba salah."Kamu sabar dulu, Kus. Tolong jelaskan dulu, apa yang terjadi sam Dina. Dan kenapa, Dinda masuk rumah sakit?""Informanku bilang, terjadi keributan di keluarga Raharja, antara Dinda dan Amara, mertua Dinda. Dan Dinda terluka parah, kehabisan banyak darah. Sekarang Dinda, sedang dirawat di rumah sakit," jelas om Kustomi.Mereka ketinggalan beberapa jam berita ini mah. Aku sudah keluyuran begini, meskipun luka dikaki masih sangat terasa sakit.Papah nampak hanya terdiam tanpa suara. "Lebih baik kalian pulang! Saya rasa semua sudah jelas. Saya tidak akan memberikan dukungan pad
Baca selengkapnya

Bab70 Minta Maaf

"Om mau ketemu sama Anwar dulu, kami ada urusan. Kamu mau om antar ke rumah sakit lagi atau bagaimana?" tanya om Kustomi padaku. Aku ingin sekali tahu, ada masalah apa om Kustomi ini. Tapi nampaknya Beliau enggan bercerita."Mau uang aja, Om. Biar Dinda naik taksi lagi," jawabku."Kamu yakin, Din?"Aku terkekeh."Yakin, dong. Aku gak punya uang, Om. Tas sama ponsel aku ada di rumah.""Bisa- bisanya, kamu kesana kemari tanpa uang dan ponsel." Om Kustomi berkata sambil geleng- geleng kepala, kemudian mengeluarkan dompet dan memberikan aku uang tunai berwarna merah cukup banyak."Kebanyakan, Om." Aku berniat hanya mengambil 2 lembar."Ambil semua. Om tinggal potong dari uang jatah kamu," katanya sambil terkekeh. "Jangan dong! Gak gendut- gendut nanti rekening Dinda," sahutku yang juga ikutan terkekeh."Sudah ambil, gratis. Om mau buru- buru ini," ujarnya yang langsung menggenggamkan uang ditelapak tanganku."Ah baiklah, karena om yang maksa." Aku mengambil uangnya dan om pun bersamaku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status