Semua Bab SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH: Bab 171 - Bab 180

376 Bab

KACAU

171“Di sana Bos.” Laki-laki muda yang duduk di belakang kemudi menunjuk sebuah gang kecil tepat di seberang mobil mereka.Samudra yang duduk di jok belakang memperhatikan gang sempit yang tidak akan muat mobil itu. Kendaraan roda dua pun harus berhati-hati jika melewati gang yang sepertinya hanya diperuntukan untuk pejalan kaki itu.“Jauh?” tanya Samudra singkat. Matanya masih memindai gang itu.“Lumayan, Bos. Sekitar dua ratus meter. Melewati satu pertigaan dan dua kali tikungan. Rumahnya triplek warna putih.”“Kamu yakin itu wanita yang aku maksud?”Laki-laki yang memegang kemudi itu mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya, kemudian menyodorkan ke arah Samudra yang duduk di belakangnya.“Ini, kan?” tanya laki-laki itu menunjukkan sebuah foto wanita di layar benda pipihnya.Samudra mengangguk tanda mengiyakan. “Namanya Elma, kan?”“Tetangganya biasa memanggil Mbak Mima.”“Mima? Kamu yakin tidak salah orang?” Kening Samudra berkerut.“Aku yakin sama kinerja Doni, Bos. Tidak mungkin sa
Baca selengkapnya

ANAK PAPA

171Samudra semakin meremas rambutnya. Matanya memejam lelah. Ia lupa kalau beberapa waktu lalu telah melamar seorang wanita.Berawal karena lelah dengan hidupnya, dan takut tak memiliki keturunan sama sekali di usia yang tidak lagi muda, ia mulai memikirkan untuk move on dan menikah lagi. Umur manusia tidak ada yang tahu, jika ia meninggal dalam waktu dekat sementara belum memiliki keeturunan, siapa yang akan mengurus semua asetnya dan melanjutkan garis keturunan keluarga Hanggara?Karenanya tanpa sepengetahuan siapa pun, setelah memikirkan matang-matang, ia melamar wanita itu. Ia sadar dengan statusnya yang masih menggantung. Karenanya jika wanita itu menerima lamarannya, akan segera diurus perceraiannya secara resmi.Itu semua ia lakukan sebelum tahu ternyata Mentari melahirkan sepasang bayi kembar yang memiliki kemiripan banyak dengannya. Meski belum dapat dibuktikan jika sepasang bayi itu anak kandungnya, tapi dari fisik saja 99% mengarah ke sana.Lalu, jika sudah seperti ini mau
Baca selengkapnya

JANGAN, TUAN!

173“Mentari!” Samudra memanggil wanita berkerudung dan sweeter tebal yang berjalan terburu-buru menggendong bayi. Wanita itu dan wanita yang lebih tua yang sama-sama menggendong bayi, memang berjalan ke arahnya. Samudra sudah sangat yakin jika mereka akan menghentikan langkah karena sengaja ia hadang. Namun ….Samudra mengerjap dan bahkan menyurutkan langkah saat keduanya tetap berjalan menuju resepsionis. Jangankan berhenti, mereka bahkan tidak melirik dirinya sama sekali seolah ia makhluk kasat mata.Apa memang wujudnya tak terlihat? Atau ia salah orang? Karena memang wanita yang ia sangka Mentari menutup hampir sebagian wajahnya. Kerudung yang dibuat sangat turun di bagian depan dan juga masker yang menutup bibir hingga pipinya. Matanya juga tertutup kacamata gelap.Atau … apa mereka takut melihat penampilannya yang menyeramkan?Samudra mengerjap sebelum akhirnya mengejar kedua wanita yang sudah keluar dari pintu lobi.“Mentari!” Lagi ia memanggil dan mengejar. Suaranya lebih kera
Baca selengkapnya

PANTASKAH MENYESAL?

174Samudra membalikkan badan dengan cepat. Padahal tangannya sudah meraih handle pintu. Tatapannya tertuju wajah wanita berpakaian lusuh. Sumpah demi apa pun kalimat wanita itu barusan mampu membuat dunianya semakin porak poranda. Ya, walaupun belum mempercayai sepenuhnya.“Kamu bicara apa?” Suara Samudra bahkan sumbang. Tak bernyawa. Sang pria berusaha meyakinkan dirinya jika pendengarannya bermasalah.Wanita berpakaian lusuh yang berdiri di samping meja, semakin menunduk ketakutan. Tapi, semua sudah terlanjur. Toh, terus menutupi kebusukan Bastian pun tidak akan menguntungkan baginya. Laki-laki itu tidak akan menolongnya atau memberikan imbalan seperti janjinya.Kalaupun kemarin menghindari Samudra, semata karena takut pria itu melaporkannya ke polisi. Bukan karena melindungi Bastian. Siapa sangka Samudra tidak melepaskannya. Dan bodohnya ia yang terperangkap trik anak buah pria itu.Berawal merasa mendapat durian runtuh karena melihat dompet berjejal uang lembaran merah di jok bela
Baca selengkapnya

MANTAN

175“Jadi, itu mantan suami Ibu?” tanya Mbak Rumi saat mobil yang membawa mereka menjauh dari hotel sudah berbaur dengan kendaraan lain di jalanan yang belum terlalu ramai.Mbak Rumi yang menggendong Bulan sejak tadi terus memperhatikan majikannya yang terus memejamkan mata. Semenjak masuk mobil, mentari terlihat gusar dengan terus menoleh ke belakang. Baru setelah mobil jauh meninggalkan hotel sang majikan terlihat agak tenang.Sejak semalam Mentari memang sudah memberitahu pengasuhnya itu agar mereka chek out sepagi mungkin. Tentu saja untuk menghindari hal seperti ini.Mentari tahu konsekuensi tampil di muka umum dengan wajah tak tertutup, juga membawa anak-anak yang notabene mewarisi kemiripan dengan Samudra. Mantan suaminya itu memiliki koneksi yang luas dan anak buah yang banyak. Apalagi dengan beberapa perusahaan di bawah kendalinya saat ini. Jika pun ia tidak melihat langsung tayangan presscon kemarin, ada banyak mata lain yang mungkin menonton. Maka, bukan tidak mungkin kemun
Baca selengkapnya

AKU BUKAN SIAPA-SIAPA

176Mentari mematung. Kakinya mendadak sulit untuk digerakkan. Pun bagian tubuhnya yang lain yang mendadak kaku. Tak ayal ia terperanjat di detik-detik pertama matanya bersitatap dengan pria yang menatapnya sayu. Namun, ia menguatkan hati agar tidak terbawa perasaan. Ia harus bisa bersikap normal seolah-olah tidak terjadi apa-apa dengan hati dan jantungnya.Mentari berkedip setelah beberapa lama tatapannya bersirobok dengan tatapan pria di luar sana. Hatinya tak ayal berdesir melihat pria itu lagi. Tak menyangka jika Samudra akan secepat ini menemukannya. Bahkan matahari belum juga menampakkan diri, tetapi pria itu sudah berada di sana.Mentari berbalik tanpa berkata-kata, ia bermaksud kembali ke dalam rumah saat suara panggilan menahan.“Tari.”Mentari menggigit bibirnya, matanya memejam. Setelah satu setengah tahun berusaha membuang jauh segala apa pun tentang sang pria, siapa sangka secepat ini akan mendengar lagi suara itu.Mentari masih berada di posisi sama saat terdengar langka
Baca selengkapnya

KATA MAAF

177“Maafkan Mas, Tari ….”Mentari menahan napas saat terdengar permintaan lirih yang berbaur dengan tangis. Wanita itu membuang muka. Menjatuhkan pandangan ke deretan pot tanaman yang bunga serta daunnya masih digelayuti embun.Tidak seperti bunga dan dedaunan itu yang sejuk dibalut embun, hatinya panas membara. Bertemu lagi dengan pria yang sudah menorehkan luka hati, tentu membuka lagi luka itu. Luka yang seharusnya sudah kering karena mati-matian dibalutnya oleh waktu, kini terasa kembali basah karena sang pemberi luka mengorek-ngorek lagi.“Maafkan Mas, Tari. Sungguh Mas terlalu bodoh untuk melihat kebenaran sejati. Katakan apa yang Mas harus lakukan untuk menebusnya? Mas rela melakukan apa pun asal bisa bertemu dan memeluk si kembar.”Mentari menelan ludah. Dadanya terasa sesak. Matanya panas. Bukan karena tersentuh dengan permintaan maaf Samudra, tetapi karena luka itu kembali berdarah-darah.“Mas bodoh. Sangat bodoh. Padahal sebelum kejadian pun sudah sering melihat tatapan Ba
Baca selengkapnya

SAYA BERSEDIA

178Mentari tidak ingin menanggapi. Terlalu muak. Wanita itu hanya menatap tanpa kata, sebelum membuka pintu, masuk ke dalam rumah dan secepat kita menutup pintunya lagi. Lama-lama bicara dengan pria itu selain membuka luka lama, hanya membuat kepala panas dan tensi naik. Seperti yang sudah diduganya, mantan suaminya itu pasti menginginkan si kembar.Mentari mengunci pintu. Menutup lagi gorden yang tadi sudah dibuka semua. Setelahnya menuju kamar anak-anaknya yang tengah didandani Mbak Rumi.“Ibu punya indera keenam, ya?” tanya Mbak Rumi begitu Mentari datang dan langsung membantunya mendandani salah satu bayi.“Kenapa nggak nunggu aku dulu, Mbak? Pasti susah memandikan si kembar sekaligus.” Sambil menggelitik perut Bulan yang baru dipakaikan diapers, Mentari melirik pengasuh bayinya.“Nggak apa-apa, Bu. Sudah kerjaan Mbak. Eh, Ibu sepertinya keturunan cenayang, ya?”Mentari menarik napas. Ternyata wanita kurus itu tak melupakan rasa penasarannya meski ia sudah mengalihkan obrolan.“A
Baca selengkapnya

BIMBANG

179Samudra mengusap kasar wajahnya.“Ratri, bagaimana kalau kita bicarakan ini nanti? Saat ini aku sedang banyak urusan.” Samudra menanggapi dengan suara selembut mungkin. Bagaimanapun, ia tidak ingin menyinggung perasaan wanita itu. Bukan salah Ratri jika sang wanita menyampaikan perihal ini, karena ia yang melamar Ratri beberapa waktu lalu dan meminta jawaban secepatnya.Samudra menatap sayu, memohon pengertian sang wanita.“Oh, maaf, saya hanya ingin menanggapi lamaran Bapak tempo hari. Saya juga hanya menjawab karena Bapak meminta jawaban dari saya secepatnya. Sesuai waktu yang Bapak berikan, dua minggu cukup bagi saya memikirkan tawaran Bapak.” Ratri terlihat sungkan. Kenapa seolah dia yang mendesak? Padahal sebelumnya Samudra yang meminta jawaban secepatnya.Samudra memejamkan matanya. Terbayang ia yang putus asa karena usia yang merangkak naik, tapi belum juga memiliki keturunan. Ia sebenarnya sudah lelah mengurusi pekerjaan, tapi pensiun dini hal yang tidak mungkin karena bel
Baca selengkapnya

ANUGERAH

180“Kertas itu ditulisi, bukan diremas.”Samudra melirik asistennya yang langsung menyambut dan mensejajari langkahnya menuju ruangan utama di Hanggara Enterprise ini. Ternyata, ia tidak betah lama berada di perusahaan ayah Mentari. Bukan apa-apa, rasa bersalahnya pada Ratri kian besar, sementara ia masih belum bisa memutuskan langkah yang ingin diambil.Karenanya setelah memastikan semua aman, ia segera kembali ke perusahaan keluarganya yang lebih butuh perhatian.Hamish yang kebetulan baru keluar dari ruangannya, berpapasan. Wajah sang bos yang kusut membuatnya iba.“Itu muka sudah seperti kertas yang diremas, Bos. Kusut masai.” Hamish menjawab rasa heran sang bos yang mengerutkan kening mendengar ucapannya.Samudra mengembus napas kasar sambil terus berjalan menuju ruangannya.“Apa ini karena mantan istrimu?” tanya Hamish lagi kepo. Kini mereka sudah berada di ruangan Samudra. Hamish menutup pintu dan langsung menghampiri sang bos.Tidak ada jawaban dari Samudra dan itu membuat Ha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1617181920
...
38
DMCA.com Protection Status