152“Esther!” Benny maju. Tangannya bergerak cepat ingin merebut benda di tangan istrinya. Namun, Esther sudah bersiap dengan kondisi itu.Bergegas wanita itu menghindarkan tangannya, kemudian kembali menyunggingkan senyum sinis.“Lihatlah, Bu, betapa putramu sangat ketakutan.” Esther menyindir seraya menatap mertuanya. “Tahu kenapa?” lanjutnya seraya memiringkan kepala.Nenek Widya yang tidak mengerti dengan semua ucapan Esther, sejak tadi terus memperhatikan menantu pertamanya itu dengan kening berkerut. Mulutnya tetap terkatup, tapi kecurigaan mulai berkelindan melihat perubahan gestur dan raut wajah anak sulungnya.“Esther, jangan macam-macam. Ingat, kondisi kesehatan ibuku tidak stabil.” Benny melotot tajam. Berharap dengan begitu Esther takut dan menghentikan aksi gilanya.“Kenapa Benny Hanggara? Bukankah itu yang kamu harapkan? Ibumu segera menyusul ayahmu ke alam lain, agar kamu bisa bebas menguasai hartanya, bukan?”“Esther! Apa kamu sudah gila?” Benny membentak, lalu hendak
Baca selengkapnya